JAKARTA, hantaran.co – Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan (Sesditjenpas) Kemenkumham, Heni Yuwono menyebut, kondisi lapas di Indonesia sudah melebihi kapasitas. Menurutnya, 50 persen penghuni lapas RI adalah narapidana (napi) narkotika.
“Jumlah penghuni kita sudah mencapai 275.167 orang, terdiri dari 227.954 adalah narapidana dan 48.167 merupakan tahanan. Sehingga dari jumlah tersebut, 50,88 persen adalah tindak pidana narkotika,” ujar Heni Yuwono dikutip detikNews dalam acara INLU 2022 di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/9/2022).
Dia menjelaskan, dari 50,88 persen napi narkotika itu didominasi oleh para pengguna. Menurutnya, napi narkotika yang seharusnya masuk lapas adalah bandar, pengedar, dan produsen.
“Mungkin dari 50,88 persen itu hampir 40 sampai 50 persen adalah pengguna, sehingga mereka tidak seharusnya ada di dalam lapas tetapi hanya direhab, seharusnya yang ada di lapas adalah bandar, pengedar, dan juga produsen,” ucapnya lagi.
Dia menerangkan, tren narapidana narkotika juga mengalami peningkatan. Menurutnya, napi narkotika tahun 2016 adalah sebanyak 40,1 persen.
“Ya, tren kenaikan narkotika dari tahun ke tahun itu menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, data yang ada pada tahun 2016 jumlah hunian kita sekitar 204 ribu, dan narapidana narkotikanya ada 40 hingga 40,1 persen,” katanya.
Lebih lanjut kata dia, pemberian rehabilitasi napi narkotika akan mengurangi jumlah hunian lapas. Menurutnya, anggaran untuk makan para napi seluruh lapas mencapai Rp2 triliun dalam setahun.
“Ini sebagai contoh kenapa di tempat kita terjadi overcrowded, karena sebetulnya kalau narkotika itu yang pengguna tidak masuk ke dalam lapas tapi direhab, itu akan menurunkan jumlah hunian yang cukup signifikan,” katanya.
“Anggaran untuk makan saja narapidana seluruh Indonesia itu hampir Rp2 triliun,” tuturnya.
Ditjen Pas rangkul swasta untuk bina Napi
Menurut Heni, Ditjen Pas, memiliki tantangan baru untuk merangkul kelompok masyarakat (pokmas) swasta dalam melakukan pembinaan kepada narapidana. Dia menyebut kerja sama dengan pokmas swasta itu dilakukan oleh bapas.
“Kita di Indonesia kan ada namanya Bapas, Balai Permasyarakatan, itu kan melakukan bimbingan. Nah, dalam kerjanya dia melakukan suatu kerja sama dengan pokmas, kelompok masyarakat, pokmas itu kan swasta ya,” ucapnya.
Menurutnya, merangkul kelompok masyarakat swasta untuk pembinaan napi merupakan satu hal yang sudah diterapkan di Belanda. Hal itu pula yang bakal diterapkan di Indonesia.
“Jadi, bagaimana merangkul swasta itu untuk dapat bekerja sama melakukan pembinaan, itu yang kita peroleh akan kita adopsi. Bagaimana kalau mereka sama-sama swasta jelas relasinya, pokmasnya juga swasta,” ujarnya.
Heni mengatakan, pembinaan napi di Belanda juga dilakukan oleh pihak swasta di mana pokmasnya juga swasta. Menurutnya, pembinaan napi di Indonesia yang dilakukan oleh Bapas dari pihak negeri sementara pokmasnya swasta menjadi tantangan tersendiri bagi Ditjen Permasyarakatan.
“Tapi kalau kita beda, kita negeri namun harus mampu merangkul swasta atau kelompok-kelompok masyarakat untuk dapat bekerja sama membimbing klien. Itu yang akan kita adopsi di situ,” ucapnya.
hantaran/rel






