Dinilai Belum Ada Kesepakatan Kaum, Anak Kemenakan Tolak Pengangkatan Asril Sebagai Datuak Malintang Panai

PESSEL, hantaran.co – Masyarakat yang mewakili anak kemenakan dibawah Payuang Datuak Malintang Panai, Nagari Air Haji, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menolak pengangkatan Asril sebagai Datuak Malintang Panai, Sabtu (30/7/2022).

Hasyim selaku Mamak Waris dari kaum Tanjuang Mudiak mengatakan, penolakan itu dikarenakan belum adanya kesepakatan kaum Malintang Panai yang terdiri dari tiga tumbi (tigo niniak), yakni Tanjuang Medan, Tanjuang Mudiak, dan Labuan Tanjak terkait pengangkatan gelar terhadap Asril.

“Sementara yang sepakat mengangkat Asril sebagai Datuak Malintang Panai hanya kaum Labuan Tanjak saja. Kami dari kaum Tanjuang Medan dan Tanjung Mudiak belum sepakat,” ujar Hasyim pada wartawan di lokasi.

Menurut Hasyim, penolakan tersebut dipicu karena ada sekelompok oknum yang mengatasnamakan anak kemenakan Suku Panai Tanjuang di bawah Payung Datuak Malintang Panai, dan membawa-bawa gelar tesebut untuk dikukuhkan oleh Siburman yang mengaku sebagai Datuak Rajo Rayo dan Rajo Hitam, di Labuhan Tanjak, Nagari Air Haji Barat, pada Sabtu 30 Juli 2022.

“Padahal sudah ada larangan dari pemerintah kecamatan setempat melalui nomor surat: 400/460/KESRA-LSB/2022 tanggal 24 Juni 2022 yang dialamatkan kepada Wali Nagari dan Ketua LKAAM Kecamatan Linggo Sari Baganti yang mana disampaikan untuk tidak melaksanakan Pati Ambalau atau melewakan penghulu kaum masing-masing Kerapatan Adat Nagari, dikarenakan KAN masih bermasalah,” katanya.

Tak hanya itu, Hasyim menilai, oknum yang melakukan pelewakan terhadap Asril dengan gelar Datuak Malintang Panai, sudah mengangkangi surat instruksi Bupati Pesisir Selatan No.083/233/BKPOL-PP/VII/2022 tentang Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2016 pasal 2 ayat 3 yang berbunyi: Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga adat yang ada 37 nagari asal daerah, sebelum pembentukan pemerintah nagari baru dan ayat 4 berbunyi pembentukan nagari baru tidak merubah jumlah lembaga kerapatan adat yang ada di daerah.

“Secara tidak langsung mereka ini juga tidak mematuhi dan tidak mengindahkan hasil mediasi yang digelar di kantor camat setempat pada pada Rabu 27 Juli 2022 kemarin,” ucapnya lagi.

Sementara itu, Sri Tirta selaku anak kemenakan dibawah Payuang Datuak Malintang Panai menyayangkan sikap pemerintah daerah dan kecamatan yang seakan melakukan pembiaran terhadap pelaksanaan Pati Ambalau atau prosesi pengangkatan gelar tersebut. Bahkan, hingga kini anak kemenakan belum menemukan kata sepakat tentang siapa yang cocok menyandang gelar Datuak Malintang Panai tersebut.

“Tentunya kami sebagai anak kemenakan sangat menyesalkan pelaksanaan Pati Ambalau ini tetap berlangsung. Padahal belum ada kesepakatan kaum. Kami juga menyayangkan sikap tegas Pemda Pessel melalui Kesbangpol, Satpol PP, dan kecamatan yang sebelumnya pernah berjanji akan membubarkan kegiatan tersebut jika pengangkatan gelar Datuak Malintang Panai terhadap Asril tetap dilaksanakan. Namun, kegiatan itu tetap berjalan tanpa ada hambatan sedikitpun,” katanya dengan nada kesal.

Ditemui terpisah, Amran K selaku tokoh masyarakat sekaligus pemerhati adat Salingka Nagari Air Haji menyebut, bahwa Siburman Datuak Rajo Rayo tidak punya legalitas sebagai Rajo Adat/Ketua KAN Air Haji yang bergelar Rajo Hitam.

Hal tersebut, merujuk pada surat instruksi Bupati Pesisir Selatan Nomor: 414.2/252.1/DPMDPPKB-PS/2021 Perihal saran penangguhan melewakan/Pati Ambalau terhadap penghulu kaum/suku yang ditujukan kepada Camat Ranah Pesisir, Camat Linggo Sari Baganti, dan Camat Bayang.

Berikut bunyi surat tersebut:
Sehubungan dengan terjadinya permasalahan Kepengurusan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Pelangai Kecamatan Ranah Pesisir, Kerapatan Adat Nagari (KAN) Punggasan Kecamatan Linggo Sari Baganti, dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Berapak Kecamatan Bayang, untuk itu agar saudara menyampaikan kepada Wali Nagari di wilayah Kerapatan Adat Nagari (KAN) tersebut hal-hal sebagai berikut:
1. Disarankan untuk tidak melakukan Pati Ambalau/melewakan penghulu kaum masing-masing Kerapatan Adat Nagari (KAN yang masih bermasalah sampai permasalahannya selesai (sampai basuo aie nan janiah).
2. Kepengurusan Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang masih bermasalah belum bisa dilibatkan dalam aktifitas pemerintahan.
3. Terkait dengan poin 1 dan 2 berlaku sampai dengan adanya kesepakatan Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang diakui oleh masyarakat hukum adat secara menyeluruh.

“Jika kita mengacu pada surat bupati tersebut, maka KAN Air Haji yang sah dan tidak bermasalah adalah dibawah pimpinan Abdul Hakim Sutan Rajo Mudo,” ujar Amran K saat ditemui hantaran.co jaringan Haluan dikediamannya.

Selanjutnya, Intruksi Bupati Pessel Nomor: 083/233/BKPol-PS/VII/2022.
Menjelaskan, Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan No 2 tahun 2016 Pasal 2 ayat 3 berbunyi, Kerapatan Adat Nagari adalah Lembaga Adat yang ada 37 Nagari Asal di daerah sebelum pembentukan pemerintahan nagari baru dan ayat 4 berbunyi, Pembentukan nagari baru tidak merubah jumlah lembaga Kerapatan Adat Nagari yang ada di daerah, untuk itu di instruksikan kepada saudara hal-hal sebagai berikut:

1. KAN yang ada hanya 37 dan tidak ada penambahan baru.
2. Pemerintah Nagari tidak diperkenankan mengalokasikan dana desa/alokasi dana desa (DD/ADD) untuk biaya operasional bagi KAN yang tidak tercantum dalam lampiran Instruksi ini.
3. Dalam hal penggunaan dana desa/alokasi dana desa (DD/ADD) diminta kepada Inspektorat dan Dinas PMDPP&KB agar melakukan pembinaan dan pengawasan secara selektif.
4. Untuk menjaga stabilitas daerah KAN yang bukan ditetapkan dalam Peraturan Daerah daerah Nomor 02 tahun 2016 dilarang melakukan aktifitas sesuai fungsi kelembagaan KAN.
5. Sehubungan dengan poin 4 diatas dalam penegakan Perda diminta Dinas Satpol PP dan Damkar untuk dapat mengawasi serta berkoordinasi dengan TNI-POLRI guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Untuk berjalannya adat istiadat dalam Kabupaten Pesisir Selatan kepada para Niniak Mamak diharapkan dalam melakukan aktifitasnya tetap berpedoman kepada:
a. Hukum adat yang berlaku di Salingka Nagari yang berlandaskan filosofi adat Minangkabau “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS-SBK).
b. Bagi KAN yang mengalami permasalahan kelembagaan untuk dapat melakukan penyelesaian sesegera mungkin, “Tak ado kusuik nan tak salasai dan tak ado karuah nan tak janiah” dalam hal ini pemerintah daerah hanya memfasilitasi dan memediasi.

“Jika kita mengacu lagi pada instruksi bupati tersebut, maka Kelembagaan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Air Haji yang sah secara adat adalah Abdul Hakim Sutan Rajo Mudo/Rajo Adat Nagari Air Haji. Sebab, jauh sebelumnya sudah ada secara turun temurun dan tidak bertentangan dengan Perda Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 2 tahun 2016,” ucapnya lagi.

Amran K mengatakan, sebelum lahirnya Perda Sumbar no 13 tahun 1983 tentang nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang mengatur tentang kelembagaan Kerapatan Adat Nagari (KAN), jika menganut sistem adat Koto Piliang maka Rajo Adat (Pucuk Adat) langsung menjadi Ketua KAN secara turun temurun. Namun, jika menganut sistem adat Bodi Caniago maka Ketua KAN dipilih melalui musyawarah mufakat oleh niniak mamak di salingka nagari tersebut.

Sedangkan di Air Haji, kata Amran K, sebelum Perda Sumbar no 13 tahun 1983 lahir sudah menganut sistem adat Koto Piliang. Nama kelembagaannya kala itu Kerapatan Nagari yang dipimpin oleh Pucuak Adat/Rajo Adat yang bergelar Sutan Rajo Mudo secara turun-temurun yang tumbuh dalam Suku Panai Lundang di Kampung Dalam Lubuk Buaya Air Haji. Hal tersebut dibuktikan sejak tahun 1921 sampai 1950 yang menjadi Rajo Adat adalah Sa’anin Sutan Rajo Mudo berasal dari Suku Panai Lundang di Kampung Dalam Lubuk Buaya Air Haji. Sementara sewaktu Perda Sumbar Nomor 13 tahun 1983 yang menjadi Pucuk Adat/Rajo Adat H.Marah Hadis Sutan Rajo Mudo (kemenakan dari Sa’anin). Dan begitulah seterusnya hingga sekarang jatuh kepada Abdul Hakim yang menjadi Rajo Adat/Ketua KAN Sutan Rajo Mudo.

Sementara itu, terkait malewakan gala Datuak Malintang Panai, Amran K mengatakan tidak mau mencampuri urusan tersebut, karena itu adalah persoalan kaumnya sendiri. Namun kata dia, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah tentang Kelembagaan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Air Haji yang dipimpin oleh Siburman Dt Rajo Rayo/Rajo Adat bergelar Rajo Hitam yang terbentuk kelembagaannya pada 6 September 2020 dan dinobatkan pada 17 September 2020 oleh Fachruddin yang mengaku sebagai Dt Rang Kayo Basa. Menurut hukum adat yang berlaku di Salingka Nagari Air Haji, Siburman gelarnya adalah Dt Rajo Rayo bagian dari Panai Tigo Ibu yang dimaksud adalah, Panai Tanjuang dengan gelar Dt Rajo Rayo, Panai Tangah dengan gelar Dt Rajo Mansyur Alamsyah, Panai Lundang dengan gelar Dt Rangkayo Basa sandi dari Rajo Adat yang bergelar Sutan Rajo Mudo. Panai Tigo Ibu tersebut termasuk pada strata ketiga menurut struktur adat di Nagari Air Haji.

“Jadi, Siburman ini sebenarnya tidak ada hak untuk menjadi Rajo Adat/Ketua KAN di Nagari Air Haji, karena dia termasuk kedalam Suku Panai Tigo Ibu tadi,” ujar Amran K.

Sementara yang lebih aneh lagi menurut Amran K, yang menobatkan Siburman Dt Rajo Rayo bergelar Rajo Hitam adalah Fachruddin yang mengaku sebagai Dt Rang Kayo Basa dari Panai Lundang. Sedangkan derajat kedua gelar itu adalah sama.

“Ibaratnya prajurit sama prajurit melantik jenderal. Tentu ini adalah hal yang sangat aneh karena tidak sesuai menurut adat yang berlaku di Salingka Nagari Air Haji. Kemudian yang lebih fatal lagi menurut saya adalah, satu orang bisa memakai dua gelar sekaligus yakni Dt Rajo Rayo dan Dt Rajo Hitam. Jelas ini adalah pemalsuan karena tidak jelas legalitasnya. Apa dasarnya?,” tuturnya.

Pemda Pessel sebut sudah lakukan upaya mediasi

Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Pesisir Selatan, Hardi Dharma Putra mengatakan, sesuai dengan Perda No 2 tahun 2016 di Kecamatan Linggo Sari Baganti hanya ada 1 KAN Air Haji dan 1 KAN Punggasan yang diakui oleh pemerintah.

“Terkait persoalan ini, sebelumnya kami sudah memfasilitasi dan memediasi pihak-pihak yang bertikai. Upaya tersebut pernah kami lakukan di Painan maupun di Air Haji. Namun, Siburman Dt Rajo Rayo/Rajo Hitam tidak pernah hadir sekalipun. Padahal kami tahu bahwa pengangkatan gelar Dt Malintang Panai di kaumnya sendiri belum ada kesepakatan. Dan kami juga sudah ingatkan supaya kegiatan itu ditunda dulu. Sebab, jika tetap dilaksanakan dan terjadi tindakan kriminal, tentu yang bertanggung jawab adalah yang punya kegiatan,” ujarnya menegaskan.

Hardi menyebut, pengangkatan Pati Ambalau atau prosesi malewakan gala sepenuhnya adalah hak anggota kaum. Ia mengatakan, pemerintah tidak boleh mencampuri urusan tersebut.

“Terkait keberadaan dualisme kepemimpinan KAN Air Haji, sebelumnya kami juga sudah minta dimediasi agar menjadi satu, dan Wali Nagari saat itu diminta sebagai ujung tombak penggeraknya. Sebab, kepengurusan KAN adalah sepenuhnya kesepakatan niniak mamak setempat,” ucapnya lagi.

Selanjutnya, kata Hardi, jika dikemudian hari terjadi hal-hal diluar batas kewajaran atau tindakan anarkis terkait dualisme kepengurusan KAN Air Haji, maka sebagai pelaksana Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup) adalah tugas pokok Dinas Satpol PP dan Damkar Kabupaten Pesisir Selatan.

“Dalam pelaksanaan kegiatan dilapangan Satpol PP juga berkoordinasi dengan TNI-POLRI,” katanya.

Sementara itu, Kasat Pol PP dan Damkar Kabupaten Pesisir Selatan Dailipal mengatakan, sebelumnya pada Jum’at 29 Juli 2022 tim dari Pemda bersama Polres Pessel melakukan mediasi di rumah Siburman Dt Rajo Hitam (Ketua KAN Air Haji tandingan), di Labuhan Tanjak Nagari Air Haji Barat, Kecamatan Linggo Sari Baganti.

Adapun upaya tersebut, kata Dailipal, menindaklanjuti hasil mediasi yang dilaksanakan pada Rabu 27 Juli 2022 bertempat di UDKP Kecamatan Linggo Sari Baganti, tentang surat Sekda No: 005/272/WAS-BKPol-PS/VII/2022, Tgl. 28 Juli 2022 perihal himbauan yang dialamatkan kepada Siburman Datuak Rajo Hitam, dengan kesimpulan isi surat tersebut bahwa dengan adanya dualisme kepemimpinan KAN Air Haji, maka sesuai perjalanan waktu telah menimbulkan kerawanan konflik ditengah-tengah masyarakat. Selanjutnya rencana palewaan/pati ambalau Asril dengan gelar Datuak Malintang Panai dinilai berpotensi menimbulkan konflik antar anak kemenakan kaum suku Malintang Panai, dikarenakan masih adanya sebagian anak kemenakan yang tidak setuju untuk memberikan gelar Datuak Malintang Panai kepada Asril. Dari itu maka kepada Siburman Datuak Rajo Hitam diminta untuk tidak melaksanakan pelewaan/pati ambalau yang akan diselenggarakan pada Sabtu 30 Juli 2022.

Selanjutnya, mempertegas poin (1) di atas dan untuk mencegah terjadinya konflik, maka Satpol PP bersama Satintelkam Polres Pessel melakukan tatap muka dengan Siburman Datuak Rajo Hitam, kemudian tim menyampaikan dan memberi peringatan untuk menunda kegiatan palewaan/pati ambalau terhadap Asril yang akan diberi gelar Datuak Malintang Panai sampai dengan adanya penyelesaian masalah dualisme KAN Air Haji atau hasil kesepakatan kaum.

“Namun, Siburman Datuak Rajo Hitam tetap melaksanakan kegiatan palewaan/pati ambalau kepada Asril sebagai Datuak Malintang Panai pada Sabtu 30 Juli 2022 Pukul 09.00 WIB bertempat di Labuhan Tanjak, rumah gadang kaum Malintang Panai. Kemudian pihaknya mengatakan siap menanggung segala resiko dan keributan yang mengganggu trantibum pada saat kegiatan tersebut,” ucap Dailipal melalui keterangan resminya pada wartawan.

hantaran/*

Exit mobile version