PADANG, hantaran.co — Jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumatra Barat (Sumbar) meningkat pada periode Januari–Juli 2021 ketimbang Januari-Juli 2020. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumbar menerima 426 laporan terkait kekerasan yang dialami anak dan perempuan, serta meyakini masih masih banyak kasus lain yang belum terungkap.
Kepala Dinas PPPA Sumbar, Besri Rahmad menyebutkan, jumlah laporan tersebut dirangkum dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak. Ia pun membenarkan bahwa terjadi peningkatan ketimbang kasus yang terjadi pada periode waktu yang sama tahun lalu. “Meningkat sekitar 15 persen. Januari-Juli 2020 itu 370 kasus,” ujar Besri kepada Haluan, Rabu, (28/7/2021).
Besri menambahkan, dari laporan yang diterima, tercatat bentuk kekerasan yang dialami anak dan perempuan terdiri dari kekerasan fisik hingga kekerasan seksual. Pihaknya kemudian juga mengklasifikasi tindak kekerasan tersebut berdasarkan kategori kekerasan berat dan kekerasan sedang.
Menurut Besri, dari data yang diterima, juga ditemukan kasus kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat korban, termasuk dari anggota keluarga sendiri. Kondisi dalam rumah tangga yang tidak harmonis diyakini sebagai pemicu tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Salah satu penyebabnya adalah himpitan ekonomi karena dampak dari pandemi. Kemudian banyak kepala keluarga yang penghasilannya terbatas karena bekerja di sektor informal. Dan juga karena anggota keluarga ini banyak menghabiskan waktu di rumah, jadi menimbulkan beberapa tekanan yang mengakibatkan kurang harmonisnya keluarga,” katanya lagi.
Dinas PPPA, sambung Besri, tetap memberikan pendampingan dan perlindungan secara mental serta bimbingan konseling bagi para korban kekerasan. Di samping itu, para pelaku juga diproses hingga ke ranah hukum sesuai dengan tindakan kekerasan yang dilakukan.
“Tindakan yang diberikan kepada pelaku disesuaikan dengan hukum, tergantung jenis kekerasan, ada yang bersifat sedang hingga berat. Kemudian, kita sudah punya Perda Nomor 5 tahun 2013 untuk pengendalian kasus kekerasan terhadap perempuan,” ucapnya lagi.
Ibu Kota Provinsi
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Padang menerima 69 laporan kasus kekerasan pada anak dan 10 kasus kekerasan pada perempuan selama semester I tahun 2021.
“Data Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Kota Padang dari laporan yang diterima dari Januari hingga Juni ada 79 laporan. Sebenarnya kasusnya tidak hanya itu, karena masih ada yang tidak melaporkan,” ujar Kasi Data dan Informasi DP3AP2KB, Muzni.
Berdasarkan data yang masuk, sambung Muzni, untuk kasus kekerasan kepada anak yaitu 3 kasus laporan KDRT pada anak, 1 asus kekerasan fisik, 1 kasus kekerasan psikis, 4 kasus kekerasan seksual, 3 kasus penelantaran dan kekerasan lainnya 56 kasus. Sementara untuk kekerasan pada perempuan, tercatat 3 kasus KDRT, 4 kasus kekerasan psikis, 1 kasus penelantaran dan kekerasan lain-lainnya.
Di samping itu, data DP3AP2KB Kota Padang mencatat angka kasus kekerasan pada anak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seperti pada 2017 tercatat 37 kasus, pada 2018 meningkat 80 kasus, kemudian, 2019 tercatat 133 kasus dan pada 2020 sebanyak 224 kasus. Sedangkan pada kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2017 ada 22 kasus, 2018 ada 24 kasus, 2019 ada 11 kasus dan tahun 2020 tercatat 51 kasus.
Terpisah, Kasi Perlindungan Hak Perempuan DP3AP2KB Kota Padang, Suryani mengatakan meningkatnya jumlah laporan kekerasan tersebut karena kesadaran masyarakat yang juga meningkat untuk berani untuk mengadukan tindakan kekerasan tersebut. Selain itu, sebelumnya masyarakat juga masih belum paham, malu bahkan takut untuk melapor
“Penyebab meningkatnya laporan kasus, karena sosialisasi terus dimasifkan ke sekolah-sekolah, masyarakat umum melalui karang taruna tingkat kecamatan. Dengan rajinnya sosialisasi itu, laporan kekerasan semakin banyak yang terungkap karena masyarakat semakin tahu kemana melaporkan, kapan dilaporkan, karena selama ini permasalahan yang banyak karena takut melapor,” kata Suryani.
Menurut Suryani, kebanyakan kasus kekerasan pada perempuan dan anak dilakukan oleh orang terdekat. Hal ini juga berdampak pada banyaknya korban malu melaporkan karena merasa akan menjadi aib keluarga dan juga menjadi kejadian traumatis.
Ia mengimbau untuk menekan dan mengantisipasi kasus kekerasan pada perempuan dan anak butuh peran serta semua pihak. Sebab masih banyak kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh anak dan perempuan yang belum terungkap. Sehingga peran seluruh masyarakat untuk melaporkan,” ujarnya. (*)
Darwina/hantaran.co