EkonomiSumbar

Dibanding di Pedesaan, Masyarakat Perkotaan di Sumbar Lebih Rentan Kemiskinan

7
×

Dibanding di Pedesaan, Masyarakat Perkotaan di Sumbar Lebih Rentan Kemiskinan

Sebarkan artikel ini
masyarakat perkotaan sumbar kemiskinan
Ilustrasi

PADANG, hantaran.co— Masyarakat yang tinggal di perkotaan dinilai lebih rentan akan kemiskinan akibat krisis pandemi dibanding yang menetap di perdesaan. Di sisi lain, pengamat ekonomi menyoroti pola konsumsi masyarakat Sumatara Barat yang masih tergantung pada produk dari luar daerah juga dapat meningkatkan angka kemiskinan di Sumbar.

Pakar Ekonomi Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Elfindri, SE., MA mengatakan dampak pandemi Covid-19 ke sektor ekonomi akan lebih besar dirasakan oleh masyarakat di tinggal daerah perkotaan. Sebab proporsi masyarakat perkotaan yang bergantung kepada upah jauh lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat perdesaan.

“Terlebih di perkotaan sumber pendapatan itu tidak bisa dikombinasikan, sehingga banyak yang bergantung pada upah. Beda dengan masyarakat desa, yang masih bisa mengkombinasikan dari berbagai sumber, seperti keluarga petani, mereka bisa menambah pendapatan dengan berdagang  atau usaha tambahan,” kata Elfendri, Jumat (16/7).

Hasil survie Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar terkait angka penduduk miskin di Sumbar periode September 2020 – Maret 2021 juga menunjukan hal yang saman, yaitu adanya lonjakan penduduk miskin yang lebih tinggi di perkotaan di banding perdesaan.

Peningkatan jumlah miskin di perkotaan tercatat sebanyak 4,27 ribu orang, dari 141,31 ribu penduduk pada September 2020, menjadi 145,58 ribu pada Maret 2021. Sementara daerah perdesaan, jumlah penduduk miskin naik sebesar 1,62 ribu orang, dari 223,47 ribu orang menjadi 225,09 ribu orang.

Menurut Elfindri pandemi Covid-19 cukup berdampak besar dalam pertambahan angka kemiskinan di Sumbar. Sehingga butuh kesadaraan bersama baik dari sisi pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan ini, terutama krisis ekonomi yang ikut terdampak dari pandemi tersebut.

Meski demikian kata Elfindri, pemerintah diminta untuk menyiapkan sejumlah langkah dalam mengatasi permasalahan ekonomi dan kemiskinan di tengah masyarakat, termasuk dengan membuka peluang kerja yang lebih luas kepada masyarakat. Tambahan lapangan kerja itu bisa terjadi oleh beberapa faktor pendorong, seperti investasi, inovasi, kebijakan mengenai upah minimum, dan perubahan pola konsumsi.

Elfindri menilai, selama ini konsumsi masyarakat Sumbar masih amat bergantung pada produk-produk dari luar Sumbar, atau pun dimpor dari luar negeri. Pemerintah daerah mestinya bisa mendorong terciptanya usaha untuk memproduksi bahan-bahan konsumsi harian masyarakat sebagai pengganti produk yang datang dari luar Sumbar.

“Mulai dari kecap, mie dan bahan makanan lain. Meskipun makin banyak konsumsi barang-barang itu di Sumbar tidak akan ada dampaknya bagi perluasan lapangan kerja. Sebab barang yang kita konsumsi itu berasal dari luar semua,” katanya.

Menurut Elfindri perlu adanya perubahan pola konsumsi tersebut sehingga masyarakat Sumbar bica mencintai produk asli daerah. Dan pemerintah yang harus menjembatani pengembanan produk asli Sumbar.

Sementara itu pakar sosiologi Universitas Andalas Prof. Dr. Afrizal, MA juga menyampaikan hal yang sama, bahwa, pemerintah daerah perlu memperhatikan lonjakan penduduk miskin yang lebih tinggi di perkotaan di banding perdesaan. Seperti temuan survei dari BPS Sumbar.

“Ini menunjukkan, secara ekonomi, penduduk perkotaan terdampak lebih buruk dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Sumber pendapatan penduduk perkotaan yang mengalami penurunan berkontribusi terhadap kenaikan jumlah orang miskin di kota,” katanya kepada Haluan, Jumat (16/7).

Menurut Afrizal, penduduk perkotaan yang rawan dengan kemiskinan saat pandemi ini bisa melanda para buruh, pegawai swasta, yang kehilangan pekerjaan atau mengalami PHK. Termasuk juga para pedagang kaki lima yang mengalami penurunan omzet secara drastis, bahkan banyak yang gulung tikar akibat pandemi.

Afrizal menilai kondisi ini akan terus terjadi selama pandemi Covid-19 belum berakhir atau terkendali. Ia pun mendorong agar pemerintah daerah untuk menyiapkan sejumlah langkah dalam menekan angka penduduk miskin.

“Lalu apa antisipasi yang harus dilakukan Pemda agar tidak terjadi penambahan penduduk miskin? Pemda mesti memberikan bantuan finansial untuk bertahan hidup dan memberikan atau menyediakan alternatif sumber pendapatan lain bagi masyarakat,” ujarnya.

Survie BPS

Sebelumnya, BPS merilis profil kemiskinan di Sumbar yang menunjukan adanya penambahan penduduk miskin sebanyak 5,88 ribu orang, yaitu dari 364,79 ribu pada September 2020 menjadi 370,67 ribu pada Maret 2021, sehingga total masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan di Sumbar sudah mencapai 6,63 persen.

Kepala BPS Sumbar, Herum Fajarwati mengatakan pandemi Covid-19 yang masih melanda Sumbar saat ini menjadi salah satu penyebab naiknya jumlah penduduk miskin. Peningkatan tersebut sudah terlihat dari September 2020.

“Pada September 2020 saat pandemi sudah berlangsung, kemiskinan di Sumbar mengalami kenaikan 6,56 persen, dan pada Maret 2021 ketika pandemi belum berakhir, kemiskinan juga  mengalami kenaikan meski tidak terlalu besar, yaitu menjadi 6,63 persen,” ujar Herum.

Namun demikian, secara umum dijelaskan Herum, bahwa pada periode Maret 2013 hingga Maret 2021, tingkat kemiskinan di Sumbar cenderung mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentasenya. Bahkan, angkanya dapat ditekan cukup signifikan dari 411,12 ribu jiwa pada Maret 2013, menjadi 370,67 ribu jiwa Maret 2021.

Herum menambahkan, berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2020 sampai Maret 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebesar 4,27 ribu orang, dari 141,31 ribu penduduk pada September 2020, menjadi 145,58 ribu pada Maret 2021. Ada pun di daerah perdesaan, jumlah penduduk miskin naik sebesar 1,62 ribu orang. Dari semula 223,47 ribu orang pada September 2020, jumlah penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2021 telah berjumlah 225,09 ribu orang.

Ada pun di tingkat nasional, Herum menambahkan, posisi jumlah penduduk miskin Sumbar berada di delapan terendah dari 34 provinsi yang didata. Sumbar juga berada di bawah rata-rata penduduk miskin nasional yang berada pada angka 10,14 persen. Meski demikian, Sumbar masuk dalam lima provinsi dengan kenaikan persentasi jumlah penduduk miskin tertinggi.

“Lima provinsi dengan persentasi tertinggi yaitu, Papua Barat mencapai 0,14 persen, Jambi 0,12 persen, Riau 0,08 persen, Bali 0,08 persen, dan Sumbar 0,07 persen,” ujarnya.

(Riga/Hantaran.co)