EkonomiSumbar

Dampak Kenaikan Harga BBM, Penghasilan Nelayan di Pessel Merosot

12
×

Dampak Kenaikan Harga BBM, Penghasilan Nelayan di Pessel Merosot

Sebarkan artikel ini

PESSEL, hantaran.co – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah pusat berdampak buruk bagi nelayan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Selain kenaikan BBM, akhir-akhir ini pengaruh cuaca yang tidak bersahabat juga mengakibatkan sendi-sendi perekonomian nelayan di daerah berjuluk Negeri Sejuta Pesona itu merosot drastis.

Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi pada 3 September 2022 lalu.

“Sejak kenaikan harga BBM ini, penghasilan saya menurun drastis. Apalagi sekarang cuaca tidak bersahabat,” kata Ujang (60) seorang nelayan warga Surantih, Kecamatan Sutera, Minggu (9/10/2022).

Menurutnya, selain harga BBM naik prosedur pembelian Solar juga sulit ke SPBU sekitar. Sebab, kata dia, nelayan terlebih dahulu harus mengantongi surat izin dari dinas terkait, kemudian juga melapor sekali seminggu.

“Akhir-akhir ini, perahu yang menjadi ujung tombak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga saya sering terparkir dipinggir pantai. Sebab, jika dipaksa melaut hasilnya juga akan sia-sia. Saya berharap harga BBM turun kembali, karena kebutuhan melaut sekarang semakin bertambah,” ucapnya lagi.

Ujang yang diketahui memiliki 6 orang anak ini, terlihat lesu sembari bermenung di perahu miliknya yang terparkir di pinggir pantai. Sesekali pria paruh baya ini menatap ke langit yang tampak mendung. Betapa tidak, kebutuhan melaut di tengah kenaikan harga BBM tidak sebanding lagi dengan penghasilan yang ia dapat sepulang dari melaut.

“Dulu sebelum BBM naik, saya bisa berpenghasilan lebih ketika pulang melaut. Kalau sekarang susah. Sebab, tidak terjangkau dengan BBM. Kalau pergi jauh-jauh takutnya nanti minyak habis,” ujarnya.

Ujang menyebut, menjadi seorang nelayan sudah ia geluti sejak masih muda. Sebelum kenaikan harga BBM, penghasilan dari melaut bisa ia dapat 200 hingga 300 ribu perhari. Sekarang kata dia, sudah tidak tercapai lagi lantaran BBM naik.

“Bagaimana tidak, harga jual ikan tetap normal di pasaran. Sementara harga BBM naik. Tentu tidak sebanding lagi,” tuturnya sembari menghela nafas panjang.

Baru-baru ini, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan mengeluarkan aturan terkait pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar dan Pertalite bagi nelayan di daerah tersebut. Para nelayan (usaha perikanan tangkap), diminta mengurus surat rekomendasi ke Dinas Perikanan dan Pangan setempat.

“Nelayan yang ingin membeli BBM jenis Solar atau Pertalite ke SPBU, tidak bisa dilakukan secara langsung. Mereka harus ada surat izin atau surat rekomendasi dari Dinas Perikanan dan Pangan,” ujar Firdaus selaku Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Pessel di Painan.

Firdaus mengatakan, jika nelayan sudah memiliki surat izin atau rekomendasi, maka barulah mereka bisa melakukan pembelian BBM jenis Solar atau Pertalite ke SPBU terdekat, walaupun mengunakan jeriken.

Terkait tatacara pengurusan surat izin, kata Firdaus, sangatlah mudah. Nelayan cukup melengkapi sejumlah persyaratan, setelah itu barulah surat rekomendasi sudah bisa dikeluarkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Berikut syarat penerbitan surat rekomendasi untuk nelayan usaha perikanan tangkap, khusus pembelian BBM jenis Solar.

Ada 10 item yang wajib dilampirkan:

Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK) asli, foto copy SIPI/SIKPI atau bukti tanda daftar kapal perikanan.

Foto copy Surat Laik Operasional (SLO), foto copy Surat Persetujuan Berlayar (SPB), Estimasi produksi per trip.

Jadwal rencana pengisian minyak Solar, Estimasi sisa minyak Solar yang ada di kapal, Daftar Anak Buah Kapal (ABK) yang telah disahkan oleh Syahbandar.

Surat pernyataan bermaterai Rp10.000, Surat kuasa apabila dikuasakan.

Kemudian, syarat untuk penerbitan surat rekomendasi usaha perikanan tangkap, khusus pembelian BBM jenis Pertalite.

Ada 4 item yang wajib dilampirkan:

Surat keterangan dari wali nagari setempat, Surat pernyataan bermaterai Rp10.000, Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) nelayan, dan Surat kuasa apabila dikuasakan.

Firdaus menjelaskan, surat rekomendasi tersebut dikeluarkan dengan masa berlaku 1 bulan. Disesuaikan dengan daftar kebutuhan mesin masing-masing alat tangkap. Untuk pembaruan, hanya bisa dibuatkan setelah masa berlaku surat habis. Jika nantinya kuota habis sebelum masa berlaku, surat rekomendasi tidak bisa dibuatkan. Begitu juga halnya dengan kuota masih tersisa, maka setelah habis masa berlaku, surat rekomendasi tidak bisa dipergunakan lagi.

“Upaya ini juga sebagai langkah dan antisipasi kecurangan penggunaan surat rekomendasi, petugas kami juga memantau secara langsung ke sejumlah SPBU yang ada di Pessel. Jika kedapatan disalahgunakan, maka siap-siap sanksi tegas menanti,” ujarnya menegaskan.

hantaran/*