Fokus

Cerita Karang Taruna Batu Badoro Beternak Ulat Hongkong hingga Menghasilkan Omzet Jutaan

17
×

Cerita Karang Taruna Batu Badoro Beternak Ulat Hongkong hingga Menghasilkan Omzet Jutaan

Sebarkan artikel ini

Oleh Tio Furqan

Asal bergerak, maka jalan untuk berusaha dan menghasilkan akan selalu ada. Terbatasnya lapangan pekerjaan karena pandemi, ditambah ketelatenan melihat peluang untuk menghasilkan pundi-pundi, Karang Taruna Batu Badoro, Nanggalo, Kota Padang pun bisa meraup untung hingga Rp5 juta lewat pembudidayaan ulat.

Namun, ulat yang dibudidayakan oleh para pemuda di Perumahan Arai Pinang 2 Blok I No.3, Kelurahan Tabing Banda Gadang (TBG) ini bukan ulat biasa. Melainkan Ulat hongkong yang punya nilai jual tinggi di pasaran. Ulat ini, biasa diperjualbelikan sebagai pakan hewan piaraan tertentu, dengan stok yang masih terbatas di pasaran.

Ketua Karang Taruna Batu Badoro, David Aldi Reiner (28), kepada Haluan di kandang budidaya Ulat hongkong Karang Taruna Batu Badoro menceritakan, usaha bersama ini dilandasi keinginan kuat dirinya dan para pemuda setempat untuk menghasilkan secara ekonomis.

“Banyak pemuda di sini yang belum punya pekerjaan tetap. Setelah melihat peluang Ulat hongkong ini, kami mulai membudidayakan bersama teman-teman di karang taruna. Usaha ini bagus prospeknya. Sangat menjanjikan. Di Kota Padang belum banyak yang menggeluti,” kata David, Rabu (18/3/2021).

Aldi mengaku usaha budidaya Ulat hongkong itu baru dimulai sejak 10 bulan lalu, dan masih dalam suasana pandemi Covid-19. Alumni Jurusan Hukum Universitas Bung Hatta itu mengatakan, saat ini permintaan pasar untuk Ulat hongkong terbilang cukup besar, dan belum berimbang dengan ketersediaan barang.

“Peternak Ulat hongkong ini belum banyak. Sementara itu kebutuhan tinggi sehingga banyak produk dari daerah Jawa didistribusikan ke sini. Melihat fakta itu, kami makin mantap memulai budidaya ini,” katanya lagi.

Untuk pengetahuan terkait Ulat hongkong dan tata cara membudidayakannya, David mengaku Karang Taruna Batu Badoro mempelajarinya dari berbagai sumber dan kenalan. Salah satunya yang paling intens, dengan kelompok budidaya serupa milik salah satu karang taruna di Kota Bogor.

Bukti keseriusan belajar, kata David lagi, diwujudkan dengan inisiatif mengundang salah seorang pembudidaya Ulat hongkong dari karang taruna di Bogor itu ke Kota Padang. Setelah terus menerus belajar dan menggali pengetahuan dari rekan tersebut, David dan kawan-kawannya di Karang Taruna Batu Badoro pun mulai membudidayakan Ulat hongkong.

Bukan hanya soal membeli bibit dan merawat hingga layak jual, Karang Taruna Batu Badoro juga melanjutkan usaha budidaya Ulat hongkong itu hingga ke proses pengembangbiakan, yang dimulai dengan memilihara telur-telur kepikan, semacam serangga jenis kumbang berwarna hitam.

“Kotak penangkarannya dengan media polar. Setelah telur-telur menetas, larvanya dibiarkan tumbuh besar hingga menjadi Ulat hongkong. Lalu dipelihara dulu hingga usia tiga minggu, dan baru siap untuk dipasarkan. Selain itu, juga bisa dijadikan indukan, tapi harus dipelihara sampai jadi entung, dan kemudian jadi kumbang,” ucap David merincikan.

Ada pun proses pembesaran ulat agar bisa menghasilkan kepikan, kata David lagi, memerlukan waktu hingga tiga bulan. Setelah dua bulan kemudian, kepikan yang dihasilan harus dipindahkan satu minggu sekali ke tempat khusus, yang dilakukan dengan menggunakan saringan.

Media hasil saringan berupa polar itu, sambungnya, dikumpulkan dan ditaruh dalam wadah kotak beralas kayu triplek berukuran 40x60x8 sentimeter. Dari hasil saringan itulah, akan bermunculan larva Ulat hongkong yang akan dipasarkan tiga minggu setelah kemunculannya.

Selama masa pemeliharaan sebelum siap untuk dipasarkan, kata David lagi, pakan untuk Ulat hongkong yang digunakan adalah pakan ayam jenis 511, dedak, dan jagung halus. Lalu, untuk mempercepat masa panen, asupan makanannya ditambah susu dan sari pati buah labu siam atau buah japan.

“Biasanya, setelah tiga bulan, panen bisa terus menerus satu kali dalam 20 hari. Sekali panen, hasilnya 80 sampai 100 kilogram. Omzet sekali panen bisa Rp4-5 juta. Keuntungannya memang cukup menggiurkan. Harga per kilonya bisa sampai Rp65 ribu, sedangkan modal dari awal produksi sampai panen hanya Rp16-22 ribu,” tuturnya.

Biasanya, sambung David, Ulat hongkong diperjualbelikan sebagai pakan berbagai hewan ternak dan hewan peliharaan di rumah. Sebut saja, untuk pakan burung, reptil, hingga ikan. Untuk saat ini, hasil budidaya karang taruna itu dipasarkan secara langsung ke toko-toko pakan unggas atau hewan ternak lainnya di Kota Padang.

David tak menampik, permintaan Ulat hongkong yang dibudidaya oleh Karang Taruna Batu Badoro kini semakin laris di pasaran. Bahkan, permintaan terhadap ulat ini juga datang dari luar daerah seperti Kerinci-Jambi, Lubuk Basung, dan Painan.

“Sejauh ini, omzet yang dihasilkan digunakan untuk keperluan karang taruna, untuk biaya operasional, dan keperluan lainnya. Lewat usaha ini, kami juga membuktikan kepada masyarakat bahwa kegiatan di karang taruna itu bermanfaat bagu pemuda,” kata David menutup, sembari berharap usaha itu dilirik oleh dinas terkait untuk lebih dikembangkan. (*)

FOTO : David Aldi Reiner (28) memperlihatkan ratusan Ulat hongkong yang dibudidayakan bersama rekan-rekannya di Karang Taruna Batu Badoro, Perumahan Arai Pinang 2 Blok I No.3, Kelurahan Tabing Banda Gadang, Nanggalo, Kota Padang, Rabu (18/3). TIO FURQAN