Pesisir Selatan – Debat publik putaran kedua Pilkada Pesisir Selatan yang digelar oleh KPU Pesisir Selatan pada Kamis (14/11) di Hotel Mercure Padang, menuai beragam komentar dan kritikan tajam terhadap Nasta Oktavian yang merupakan Calon Wakil Bupati nomor urut 1 (RA-NAsta).
Pasalnya, Nasta Oktavian selaku Calon Wakil Bupati (Cawabup) Pesisir Selatan dinilai tidak paham tentang hukum. Hal itu terlihat saat Nasta melemparkan pertanyaan kepada rivalnya Calon Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni, terkait putusan kasus PDAM Tirta Langkisau yang sudah inkrah di Pengadilan Negeri Padang hingga tingkat kasasi.
“Dari debat publik semalam, kami melihat dan menilai Nasta telah blunder memaknai hukum di negara ini. Ia seolah tidak paham tentang hukum itu sendiri. Awalnya kami mengira Nasta adalah sosok yang humble, ternyata sangat bertolak belakang dengan hasil debat tersebut,” kata Aldo salah seorang generasi milenial di Kecamatan Sutera.
Millenial lainnya menduga, pertanyaan yang dilemparkan oleh Nasta Oktavian terhadap Paslon 02 HJ-RI merupakan titipan, karena terlihat dari awal Paslon 01 RA-NAsta telah menyerang pribadi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk dalam materi debat.
“Kami melihat Paslon 01 RA-NAsta tidak menguasai materi debat dengan matang. Terkait kasus PDAM, padahal itu sudah inkrah yang artinya sudah berkekuatan hukum tetap dan terdakwanya pun sudah menjalani proses hukuman. Lalu, kasus tersebut dikaitkan dengan Hendrajoni yang kala itu dihadirkan sebagai saksi ke persidangan. Ini terlihat bahwa Nasta tidak menguasai materi pertanyaan, sehingga terkesan seperti titipan yang sengaja dilemparkan. Padahal, tanpa disadarinya, ia sendiri telah terjebak dengan pertanyaan tersebut,” ujar Niko warga Kecamatan IV Jurai.
Niko mengatakan, pertanyaan yang dilempar oleh Nasta Oktavian kepada Hendrajoni tersebut, lebih mengarah kepada fitnah dan seakan berupaya menggiring opini publik.
“Tentunya ini akan membuat simpati masyarakat hilang terhadap Paslon 01 RA-NAsta. Sebab, warga Pesisir Selatan melihat dan mendengar secara langsung debat yang disiarkan di Padang TV tersebut. Masyarakat tentunya akan menilai bahwa seorang calon pemimpin mereka adalah tukang fitnah dan penyebar hoax, karena ia sendiri tidak paham pokok persoalannya seperti apa. Jika pun kasus tersebut ada kaitannya dengan Bapak Hendrajoni, tentunya saat ini beliau juga menjalani vonis yang sama seperti terdakwa lainnya,” ucapnya lagi.
Sementara itu, Pengamat Hukum Dedy Suryadi S.H., M.H menjelaskan, pertimbangan putusan kasasi pada kasus PDAM Tirta Langkisau Pesisir Selatan, jika dipahami oleh orang yang tidak mengerti hukum akan menimbulkan tafsir yang berbeda dan liar, seperti pertanyaan yang disampaikan oleh Nasta Oktavian kepada Hendrajoni, yang seakan-akan dalam putusan pidana memuat amar putusan untuk saksi juga.
“Konstruksi putusan hakim dalam perkara tindak pidana pada tingkat kasasi, terdiri dari pertimbangan hakim terhadap memori atau kontra memori jaksa penuntut umum (JPU), memori atau kontra memori terdakwa yang menjelaskan atau menggambarkan fakta persidangan di tingkat pertama, berupa pemeriksaan saksi dan bukti serta pemeriksaan terdakwa. Dari pertimbangan tersebut kemudian hakim berkesimpulan yang dituangkan dalam bentuk amar putusan tentang nasib terdakwa bersalah atau tidak dan kewajiban sanksi yang dibebankan kepada terdakwa. Jadi, putusan hakim ada pada amarnya, dalam amar putusan tersebut tidak logis dan tidak mungkin ada tersemat sanksi atau beban hukuman kepada saksi,” ujar Advokat ternama di Kota Batam itu.
Menurutnya, ketika Hendrajoni mengatakan bahwa persoalan PDAM itu sudah selesai adalah logis. Sebab, terdakwa dalam kasus itu sudah menjalani proses hukuman sesuai putusan pengadilan.
“Mengenai pertimbangan hakim pada tingkat kasasi menyebutkan, salah seorang saksi bertanggung jawab terhadap perbuatan yang diputuskan menjadi beban terdakwa sebagai hukuman pada putusan hakim tingkat pertama dan dikuatkan pada tingkat banding menjadi gugur pada tingkat kasasi. Artinya, pertimbangan tersebut bukan memerintahkan saksi untuk mengembalikan, tapi menyatakan menjadi kewajiban saksi,” ucapnya lagi.
Hal senada juga disampaikan oleh Epi Sofyan seorang Advokat asal Pesisir Selatan. Ia mengatakan, bahwa Cawabup Nomor Urut 01 Nasta Oktavian tidak paham dengan persoalan hukum.
“Sepanjang kasus tersebut bergulir, Hendrajoni tidak pernah dipanggil sebagai saksi oleh pihak kejaksaan. Artinya, itu menandakan bahwa beliau bersih dari kasus tersebut. Lalu, pada proses persidangan tahap pertama, hakim meminta kesaksian beliau yang pernah menjabat selaku Bupati Pesisir Selatan tahun 2016-2021. Bahkan yang disebut-sebut sebanyak 240 juta itu, tidak pernah ada pembuktiannya,” ucap Epi Sofyan.
Bahkan, kata Epi, Nasta Oktavian seolah-olah “Tutup Mata” dengan kasus korupsi yang ada di Pesisir Selatan, terutama pada masa pemerintahan Rusma Yul Anwar sebagai Bupati Pesisir Selatan (2021-204) yang kini menjadi pasangannya di Pilkada Pessel.
“Sepanjang tahun 2021-2024 terdapat berbagai kasus korupsi di Pesisir Selatan. Sebut saja dugaan kasus korupsi pengadaan alat TIK pada Dinas Pendidikan Pesisir Selatan yang masih bergulir di Kejaksaan Painan, perjalanan dinas fiktif pada Dinas Pertanian. Selanjutnya, operasi tangkap tangan (OTT) di Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa yang dilakukan oleh Polres Pessel, bahkan 4 orang ASN menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Belum lagi 2 orang oknum wali nagari yang saat ini sudah ditahan karena kasus korupsi. Jadi, jangan kita tutup mata dengan kasus korupsi yang terjadi selama ini di Pesisir Selatan, khususnya selama pemerintahan Bupati Rusma Yul Anwar,” ucapnya lagi.