HukumNasional

Buntut Kasus ACT, Mensos Risma Bentuk Satgas Pengawas Lembaga Filantropi

8
×

Buntut Kasus ACT, Mensos Risma Bentuk Satgas Pengawas Lembaga Filantropi

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, hantaran.co – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini angkat bicara terkait dugaan penyelewengan dana oleh lembaga filantrofi, Aksi Cepat Tanggap (ACT). Mensos Risma menyebut, sempat menegur ACT karena menyalurkan dana ke luar negeri.

“Sebetulnya saat awal jadi menteri sudah saya ingatkan dia (ACT). Sudah saya buatkan surat peringatan, karena saat itu kalau enggak salah ada sumbangan ke luar negeri, terus saya tegur,” ujar Risma di Kantor Kemensos Cawang, Jakarta.

Diketahui, Tri Rismaharini baru dilantik jadi Menteri Sosial pada akhir Desember 2020. Walaupun dirinya sempat melayangkan teguran, akan tetapi ACT masih tetap beroperasi di tahun 2020 sampai kasus dugaan korupsi terungkap pada awal Juli 2022.

Politikus PDIP ini menuturkan, pengawasan yang dilakukan kepada lembaga filantropi masih lemah. Dengan demikian Kemensos akan membentuk tim monitoring atau satgas khusus guna mengawasi pergerakan sejumlah filantrofi di Indonesia.

“Saat itu, mekanisme pengawasan kita masih lemah. Ini saya mau siapkan tim untuk monitoring lembaga filantrofi secara rutin,” ucapnya lagi.

Menurut Risma, tim monitoring lembaga filantrofi tersebut nantinya bakal melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk pengawasan penyaluran dana di dalam negeri dan Interpol untuk penyaluran dana ke luar negeri.

“Ya, kami juga melibatkan itu. Jadi, nanti tim akan lebih lengkap,” katanya.

Sebelumnya, Kemensos RI resmi mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT Tahun 2022, Selasa (5/7/2022). Hal itu dikarenakan ACT menggunakan 13,7 persen dana donasi untuk kebutuhan operasional.

Sementara, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, lembaga pengumpulan barang dan uang hanya diperbolehkan menggunakan 10 persen dana donasi untuk operasional.

PPATK juga menemukan bahwa aliran dana ACT mengalir ke sejumlah negara yang berisiko tinggi dalam pembiayaan terorisme. Pada akhirnya, penyidik menetapkan Pendiri dan mantan Presiden ACT Ahyudin (A) sebagai tersangka, bersama Ibnu Khajar (IK) yang juga menjabat Presiden ACT aktif.

Kedua tersangka lainnya, Hariyana Hermain (HH) yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk dalam mengurusi keuangan. Dan Novariandi Imam Akbari (NIA), selaku Ketua Dewan Pembina ACT.

hantaran/rel