Oleh Penikmat Lontong Malam
Popularitas bagi politikus adalah modal. Tangga untuk tampil di panggung politik. Bagi sebagian mereka ini wajib diraih.
Tak peduli apapun acaranya. Tak penting ia berjenggot berkopiah, atau tampil klimis bak pria bertulang lunak.
Jika nafsu politiknya sudah diubun-ubun, semua dilibas. Moral, dan etika minggir dulu.
Nebeng popularitas pilihan yang murah. Cara ini gampang, meski lebih ke arah begal. Karena pakai cara brutal. Dan wajib pakai muka tebal.
Tren ini bukan baru. Bahkan ada yang dinamai begal partai oleh sejumlah pemberitaan nasional. Dinarasikan diberita itu seorang pejabat yang hendak mengambil partai yang sudah memiliki legalitas.
Bagi pihak kepolisian begal lebih populer kepada pelaku kriminal yang merampas hak orang lain di jalan raya (tempat umum).
Nah, sekarang muncul begal berdasi. Baru-baru ini contohnya. Dalam pemberitaan ada yang mengaku wakil rakyat hendak mencari popularitas dengan mengancam menutup jalan yang akan dilalui kepala daerah di Sumatera Barat.
Bahkan nekat menantang secara pribadi. Miris! Begitu agungnya popularitas sampai kerja-kerja preman ia ambil alih.
Sangat percaya diri. Ancaman itu ia unggah di media sosial. Upaya provokasi ditebar dengan bawa-bawa nama masyarakat. Apa ingin merasakan zaman barbar?
Ia berdalih mewakili masyarakat. Entah masyarakat yang mana. Yang jelas warganya hanya butuh hidup tenang, lelah bertahun dikejar-kejar suntik vaksin.
Aksi provokasi ini jelas berbahaya. Letupan besar bisa saja mengancam kerukunan warga yang selama ini dirawat. Bukan tidak mungkin, di akar rumput ada gesekan jika tidak segera diatasi.
Belum hilang diingatan, bahkan masih tersimpan rapi di mesin pencari google, pada 2017 tentang seorang dokter Fiera Lovita yang viral karena harus dilindungi dan dibawa ke Jakarta karena mengaku diancam, dan diteror.
Entah benar atau tidak, kesan kota yang selama itu damai dan religius dianggap intoleran. Imbasnya, Kapolres pada waktu itu ikut dicopot.
Nah, moral begal berdasi inilah yang diwaspadai. Jika jalan umum saja berani akan ia blokir, ancam kepala daerah, dan provokasi warga, apalagi kalau ia berhadapan dengan pedagang kaki lima yang mengais rezeki di pinggir trotoar, bisa-bisa hangus itu lapak ia bakar.
Konyolnya lagi, aksi ini malah dibela dengan membalutnya dengan alasan hak imunitas anggota dewan. Aje gile!! kata Mogi Darusman.
Entah pola pikir apa yang ia pakai. Moral tiarap pun dibela. Apa ini orang yang dimaksud dungu oleh Rocky Gerung?
Sebagai orang yang dipilih masyarakat, hendaknya ia harus tahu tugas pokoknya, salah satunya pengawasan.
Awasi uang rakyat, hak rakyat harus sampai ke tangan rakyat. Jangan sampai ada pemerintah yang menjadi mitranya punya utang Rp300 juta, ia sendiri ga sadar.
Entah sibuk memoles citra sosialis berklimis duduk empuk di mobil berAC sambil mutar lagu Blackpink. Atau lagi bikin tanda pagar di media sosial #kamitidakcurut.
Dekadensi moral ini bisa masuk ke orang yang masih muda, dan matah, bahkan yang sudah dibranding menjadi sosok religius pun kena.
Lalu apa obatnya? Ya, mereka harus banyak menguyah literasi biar tak mudah disetir ke arah radikal.
Aristoteles dalam berkehidupan membagi kebajikan menjadi dua, yakni intelektual, dan moral.
Untuk intelektual dihasilkan dari pengajaran, pengalaman, dan waktu. Sementara moral adalah kebiasaan.
Begal-begal berdasi lainnya tak bekerja sendiri, juga ada yang berkelompok. Lagi-lagi ini untuk popularitas gerombolannya.
Contoh yang pernah terjadi dengan mengklaim hasil pembangunan.
Yup, dalam berita media massa beberapa waktu lalu, ada pengakuan pembangunan tanggul sungai di Sumatera Barat diklaim hasil kerja kelompoknya. Begitu rakusnya.
Harus waspada. Menjelang masuk tahun politik ini begal-begal berdasi bisa saja muncul bak jamur musim hujan. Padahal, banyak cara elegan yang bisa dipakai.
Di Minangkabau dulu pernah lahir seorang tokoh yang dipanggil Bung Kecil, bernama asli Sutan Sjahrir. Berbadan kecil tapi berwawasan besar.
Namanya mewangi, dan dikenang. Jago diplomasi bahkan tingkat internasional. Sekali lagi ia piawai diplomasi. Dan yang pasti ia bukan Bung Begal. **