Buya Gusrizal Gazahar (Ketua MUI Sumbar)
Ketika ditanya tujuan berpuasa, jawaban yang terlintas di pikiran kita umat muslim adalah akhir surat Al-Baqarah : 163, yaitu menjadi orang yang bertaqwa. Lalu, apakah taqwa itu sebenarnya?
Taqwa berasal dari kata Wuqoyah yang artinya memelihara. Dalam artian memelihara yang ada di dalam diri manusia sehingga terhindar dari amarah Allah SWT. Secara sederhana para ulama mengatakan taqwa itu berarti mematuhi perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
Kebanyakan orang saat bicara taqwa, terfokus pada aspek lahiriyah, yaitu melakukan apa yang disuruh dan menjauhi apa yang dilarang. Rasulullah pernah mengatakan “taqwa itu di sini,” dengan tangannya kemudian menunjuk ke arah dada.
Lalu, apa hubungannya berpuasa dengan yang dikatakan Rasulullah taqwa itu ada di dalam dada? Maka, taqwa sendiri adalah kekuatan dalam diri yang dapat mencegah kita agar tidak terjatuh dalam kemaksiatan dan tetap berada dalam ketaatan.
Seumpama berpuasa, ada rasa takut dari dalam diri jika makan dan minum di siang hari, ada rasa takut melakukan maksiat, sehingga ada keinginan kuat untuk menahan hawa nafsu. Kekuatan itulah yang membawa kita pada derajat taqwa. Adanya perasaan takut jika melakukan perbuatan yang dilarang Allah.
Semoga puasa kita di bulan ramadan ini membawa kita semua kepada derajat taqwa. Menyambut bulan ramadan 1442 Hijriah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar mendorong umat untuk mencapai derajat taqwa dengan meningkatkan iman, menambah ilmu dan meningkatkan ibadah serta menghentikan segala perbuatan maksiat.
Maksimalkanlah shiyam dan qiyam dengan cara meningkatkan ibadah-ibadah yang disyari’atkan baik secara berjamaah maupun pribadi. Gunakan kesempatan berkumpulnya keluarga sebagai ajang pembinaan akidah, ibadah dan akhlak sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim AS dan Ya’qub AS terhadap anak-anaknya. (*)