Bermodal Mesin Penetas yang Rusak, Pemuda Pariaman Ini Kini Raup Rp2,5 juta per Minggu

penetas

Arif Syaputra (30) saat menyusun telur di peternakan miliknya di Pariaman

Oleh Yuhendra

Arif Syaputra (30) tidak pernah membayangkan akan dirinya akan menjadi pengusaha dibidang peternak ayam yang terbilang sukses di Kota Pariaman.

Pria menyandang gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) dari Fakultas Dakwah UIN Imam Bonjol Padang ini setelah tamat pada 2015 lalu itu juga telah melanglang buana mengadu nasib. Pada tahun 2017 ia memutuskan mencoba untuk melakoni usaha ternak yang bernama Labuang Jaya. Kini usaha yang ia rintis tersebut dia bisa meraup untuk sekitar Rp2,5 juta rupiah per minggu.

Arif yang merupakan warga Dusun Padang Kunyik, Desa Sikapak Timur, Kota Pariaman ini mencerita awalnya bagaimana upayanya merintis usaha yang saat ini digelutinya.

“Pada tahun 2015 saya tamat kuliah di UIN Imam Bonjol Padang dengan Jurusan Bimbingan Konseling Islam. Sebagai seorang muda saya berfikir untuk bekerja selepas tamat kuliah,” kata Arif saat dijumpai di kawasan usaha miliknya, Rabu (30/9).

Ia menyampaikan, pada 2015 itu ia mencoba mengadu nasib ke perantauan, sebagaimana kebanyakan anak muda di Minang yang mencoba peruntungan sukses di rantau orang. Pertama, pertama kali rantau yang dituju adalah adalah Kota Batam.

“Tidak lama setelah tamat kuliah saya melangkah untuk mencari untung di Batam,” katanya.

Bermodal ijazah dan tekat, Arif mencoba keberuntungannya di kota kepulauan Riau itu. Upaya mendapatkan kerja telah dicoba, pun menyodorkan ijazahnya pada perusahaan telah dilalui.

“Namun tak mudah mendapatkan kerja di sana. Sampai pada suatu ketika saya mencari peluang ditempat lain yaitu ke Pulau Jawa atau Jakarta,” ungkap Arif yang mempunyai istri bernama Yani.

Tidak sampai disana, karena belum bertemu dengan peruntungan di Pulau Batam. Pada 2016 Arif menapakan kaki di Jakarta.

“Sampai di Jakarta hal serupa juga saya lakukan. Mencari kerja ke sana ke sini. Namun tidak menuai hasil. Saya masih seorang sarjana yang menganggur,” kata dia.

Hampir setahun Arif mencoba keberuntungan di tanah Jawa, sampai ia memutuskan untuk pulang ke kampung halaman.

“Lantaran susah mendapatkan kerja di rantau saya memutuskan pulang kampung. Sampai di rumah sekitar awal 2017 saya mencari cara untuk memulai usaha,” jelas Arif.

Sampai dikampung, kata Arif, dia melihat kotak untuk menetaskan telor ayam milik temannya dalam keadaan rusak. Arif mencoba mencari informasi tentang mesin dan bagaimana cara mempelajarinya.

“Dari melihat kotak penetas yang rusak itu saya melihat peluang untuk usaha. Kebetulan kawan saya itu bersedia memberikan kotak rusak itu pada saya,” jelas Arif.

Kotak penetas yang rusak tersebut dibawanya ke rumah. Keras hati-nya untuk memperbaiki kotak tersebut.

“Saya perbaiki kotak itu dengan cara belajar dari video youtube, bagaimana tentang lampu, aliran listrik dan pengetahuan lainnya terkait kotak penetas telor,” jelas Arif.

Sampai pada saat kotak penetas berhasil diperbaikinya dan Arif memulai langkah awal usaha penetasan telor. Untuk memperoleh telur ia berkeliling di kapung untuk membeli telur tetangga yang ada di kawasan itu.

“Percobaan awal saya mendapat 100 butir telor ayam dan menetaskan dengan mesin penetas. Dari 100 itu berhasil menetas sekitar 70 ekor. Hal ini membuat saya tambah bersemangat,” kata Arif.

Lantas melihat peluang seperti itu, Arif memberanikan diri untuk melakukan penetasan sebanyak 250 telor, dengan harapan bisa lebih berkembang dengan usahanya itu.

“Langkah ke dua bisa dikatakan gagal, dari 250 butir telor cuma belasan saja yang menetas. Ternyata ini pelajaran berharga bagi saya bahwa telor yang akan ditetaskan jangan sampai berusia lima hari sebab tidak akan bisa menetas,”ujar Arif.

Dari pelajaran awal itu, Arif lebih bersemangat menggali ilmu perihal menetaskan telor ayam dan ilmu terkait lainnya.

“Di mana saya tau ada peternak ayam, saya belajar ke sana. Hari demi hari pengetahuan terus bertambah hingga saat ini terkait langkah-langkah cara penetasan hingga pemeliharaan anak ayam yang baru menetas sudah saya pahami,” jelas Arif.

Ada beberapa langkah untuk penetasan telor yang dikatakan Arif. Mulai dari pemilihan telor, membersihkan telor, memasukan ke kotak penetas, mengatur suhu kotak penetas serta membolak balikan telor.

Terlepas langkah teknis itu semua yang jelas saat ini Arif telah meraup untung yang bisa dikatakan lumayan dari usahanya itu.

“Alhamdulillah, rata-rata per minggunya ada sekitar dua setengah juta rupiah untung dari penjualan anak ayam. Satu ekor ayam dijual seharga enam ribu rupiah. Selain menjual anak ayam saya juga jual ayam dengan bermacam ukuran namun fokus pada bibit ayam,” ungkap Arif.

Diketahui dari Arif, di kawasan itu cuma dia yang melakoni pekerjaan tersebut. Hal itu berdampak pada pasar atau pembeli yang menjadikan usaha Arif sebagai sentral pembibitan ayam.

Terlepas itu semua, Arif bermaksud untuk berbagi ilmu serta menilik peluang usaha untuk generasi muda lainnya yang tertarik.

“Jadi bagi kawan-kawan atau anak muda lainnya yang ingin belajar silakan datang ke sini. Atau bagi yang membutuhkan bibit ayam bisa beli ke sini,” kata Arif.

Mendengar perjalanan usaha seorang sarjana tersebut menjadi sebuah teori yang menyatakan bahwa peluang usaha tidak ditentukan oleh gelar atau jalur cabang ilmu yang dituntut. Arif yang merupakan sarjana sosial bisa berlabuh pada usaha peternakan yang terbilang sukses.

Exit mobile version