TANAH DATAR, Hantaran.co–Suasana di dua nagari yakni Nagari Sumpur dan Padang Laweh Malalo Kabupaten Tanah Datar pada Senin (12/10) sempat mencekam. Puluhan warga yang emosi membakar belasan sepeda motor yang ada di lokasi aksi.
Dari keterangan Tokoh Pemuda Malalo Tigo Jurai Apriadi menyebutkan, sekitar 200 warga dari Malalo 3 Jurai sudah banyak yang berkumpul di titik batas wilayah mereka dengan membawa senjata tajam dan kayu untuk pelindung diri demi memperjuangkan hak mereka. Pemasangan plang merek di tanah yang masih sengketa menjadi pemicunya.
“Masyarakat Malalo Tigo Jurai tidak terima tanah ulayat mereka diklaim sepihak oleh beberapa orang dari Nagari Sumpur. Malahan tanah ulayat tersebut sudah disertifikatkan dan saat ini sedang dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri Padang Panjang,” kata Apriadi yang berada di lokasi.
Disampaikannya, meskipun tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, tetapi massa yang sudah tersulut emosi membakar belasan sepeda motor yang berada di dekat lokasi.
“Kami terus mencoba menenangkan massa yang bertambah banyak di lokasi, tetapi masyarakat yang sudah tersulut emosi tidak bisa ditahan. Untung pihak kepolisian dari Polsek Batipuh dan Koramil Batipuh segera datang ke lokasi untuk menenangkan massa,” sebut Apriadi.
Apriadi juga menyampaikan, menjelang Magrib tadi (kemarin-red), Kapolres Padang Panjang dan Dandim 0307 Tanahdatar telah datang ke lokasi dan membahas permasalahan tersebut dengan pihak-pihak yang terkait.
“Mudah-mudahan ada solusi dari permasalahan ini,” harapnya.
Sementara itu, Ketua Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) Malalo Masnaidi mengatakan, warga Malalo kecewa dengan Pemerintah Provinsi yang menerbitkan ijin ditanah yang masih dalam sengketa.
“Kami meminta kepada Gubernur untuk mencabut kembali surat keputusan yang telah dikeluarkan tersebut, yang mana surat keputusan itu menyangkut dengan tanah yang sedang bersangkutan,” tutur Masnaidi
Dikatakan Masnaidi, lokasi itu adalah tanah ulayat kaum Dt Kabasaran Nan Itam yang berada di Padang Laweh Malalo, yang mana sertifikat nya di palsukan oleh salah seorang warga Sumpu.
“Sertifikat tersebut nyata-nyata adalah suatu pemalsuan, dimana tanah yang berada di Wilayah Nagari Malalo, pengusulan sertifikat nya di keluarkan oleh Wali Nagari Sumpur,” tutur Masnaidi.
Terpisah, Wali Nagari Padang Laweh Malalo Akhyari Dt. Talarangan ketika dihubungi mengakui telah dilakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan tersebut, termasuk juga dari Kapolres, Dandim dan Ninik Mamak di kedua belah pihak.
Disampaikannya, pada Selasa tanggal 6 Oktober 2020 lalu, Ketua KAN Padang Laweh Malalo, Walinagari/Sekretaris Nagari Padanglaweh Malalo, empat orang wali jorong, ketua tim tapal batas dan ulayat, ketua pemuda mendatangi Kantor BPN Tanah Datar.
“Kami atas nama pemerintahan nagari Padang Laweh Malalo protes atas sertifikat tersebut. Apakah BPN tidak melihat di lokasi saat pengukuran. Lahan di Jorong Rumbai itu sudah kami kelola sejak turun temurun, sejak ratusan tahun,” kata Akhyari menjelaskan awal permasalahan tersebut.
Akhyari menyatakan pemerintahan nagari bersama Kerapatan Adat Nagari (KAN) Padang Laweh Malalo sudah mengirimkan surat penolakan ke BPN Tanah Datar dengan tembusan ke Polres Padang Panjang, Bupati Tanah Datar, Camat Batipuh Selatan, Wali Nagari Sumpur dan Polsek Batipuh Selatan.
Munculnya sertifikat tertanggal 13 Januari 2020 tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat sebab lokasi lahan itu sehari-hari adalah lahan pertanian berupa persawahan dan parak (kebun).
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) B Datuk Lelo Marajo mengatakan, lokasi yang disertifikatkan tersebut adalah tanah pusako tinggi dan berada di wilayah Nagari Padang Laweh Malalo.
Dt Lelo Marajo menyatakan, BPN tidak bisa hanya berdasarkan hitam putih di kertas menentukan syarat pembuatan sertifikat.
“Unsur historis, asal usul masyarakat hendaknya tidak dilupakan apalagi di ranah Minang,” katanya.
Ketua Tim Tapal Batas Malalo Tigo Jurai, Indrawan mengatakan, pihaknya menduga sertifikat keluar melalui proses yang tidak sesuai fakta lokasi. Sebab setelah sertifikat dibuat langsung dibeli oleh warga Jakarta yang diduga sebagai investor.
“Apa dasarnya sehingga tanah ulayat Malalo diklaim. Apa BPN tidak melihat dimana objek tanah yang akan diterbitkan sertifikatnya,” katanya.
Ia menyatakan, BPN tidak punya wewenang menentukan tapal batas administratif tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan negeri tetangga.
Indrawan mengaku mendengar kabar, di lokasi sawah dan parak yang masih digarap itu akan dibangun kawasan wisata.
Ia meminta pemerintah daerah bertindak untuk mengatasi persoalan itu.
“Kami juga meminta para pejabat dan aparat di Tanahdatar ini bersikap netral,” kata pria yang berprofesi wartawan itu.
Indrawan mengatakan, jika hal ini didiamkan, akan menjadi preseden buruk bagi Tanah Datar yang menjunjung tinggi adat istiadat termasuk ulayat.
Selain itu, tanah ulayat yang muncul sertifikat itu merupakan milik hampir semua suku dan kaum di Malalo sehingga hal ini memicu keresahan di tengah masyarakat.
(Apis/Hantaran.co)