Informasi yang diterima Haluan dari Koordinator/Interpreter Bahasa Indonesia Program Jenesys 2025, Takagi Hitoshi, menyebutkan beberapa jurnalis Jepang juga diutus langsung untuk meliput ke lokasi bencana. Upaya ini dilakukan untuk memberikan laporan langsung dari Sumatra kepada publik Jepang.
Sementara itu, salah seorang reporter Metro TV yang tengah bertugas di Jepang, Rizki Naziah Aziz, mengatakan bahwa sorotan media internasional terhadap banjir di Sumatra menjadi momentum penting untuk membuka mata dunia terhadap skala bencana tersebut. Ia menilai publikasi semacam ini sangat membantu penyebaran informasi yang lebih luas. “Hal itu juga menunjukkan pemerintah Jepang peduli terhadap banjir di negara ASEAN lain,” katanya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa meskipun bencana di Sumatra belum ditetapkan sebagai bencana nasional, namun skala kerusakannya sudah seharusnya menjadi perhatian dunia. Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa bencana ini bukanlah peristiwa kecil.
“Ini menunjukkan ada bencana alam yang menyebabkan hampir ribuan orang meninggal dan hilang sampai hari ini. Bahkan beberapa binatang ikut terdampak,” ujarnya.
Ia menambahkan, bencana yang terjadi juga disayangkan karena dari banyak laporan, banjir besar tersebut dipicu oleh ulah manusia serta kerusakan lingkungan. “Karena yang kita tahu, Sumatra belum pernah banjir sebesar itu secara bersamaan. Dari bukti yang terlihat, deforestasi memicu banjir yang akhirnya menyebabkan banyak kerugian,” ucapnya menutup.






