Material longsoran berupa tanah, batu, dan pepohonan meluncur menuju lembah, menyapu permukiman dan infrastruktur yang berada pada jalur alirannya. “Dalam waktu bersamaan, sungai-sungai kecil di hulu mengalami debit puncak secara tiba-tiba, memicu banjir bandang ke wilayah hilir,” ujarnya.
Salah satu fenomena yang paling mencolok dan menjadi perhatian publik adalah banyaknya kayu gelondongan berukuran besar yang terbawa oleh aliran banjir bandang. Menurut Prof Pakhru Razi, keberadaan kayu dalam jumlah masif menunjukkan terganggunya fungsi ekologis hutan di hulu daerah aliran sungai.
“Material sebesar itu tidak mungkin muncul tanpa sumber vegetasi yang signifikan, baik akibat pohon tumbang alami di lereng labil maupun aktivitas pembalakan dan pembukaan lahan yang memperlemah daya ikat tanah,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan Prof Pakhru, kayu gelondongan tersebut bukan hanya bukti hilangnya penyangga alami ekosistem, tetapi juga menjadi elemen yang memperburuk kerusakan. Dalam aliran banjir bandang, kayu berperan sebagai penghantar energi yang meningkatkan daya rusak arus.
“Selain itu, saat tersangkut pada jembatan atau penyempitan sungai, kayu membentuk bendungan sementara yang kemudian jebol dan menghasilkan gelombang banjir yang lebih destruktif. Penyumbatan itu juga menyebabkan backwater flooding yang memperluas area genangan,” paparnya.






