“Hujan hanya mengakibatkan banjir. Banjir bandang dan longsor justru mengeluarkan seluruh bukti adanya illegal logging (pembalakan liar). Daerah yang curah hujannya tinggi tetapi hutannya terjaga hanya akan mengalami banjir, bukan kehancuran seperti ini,” katanya.
Selain penegakan hukum terhadap illegal logging, Eri menilai kebijakan tata ruang dan tata kelola sumber daya alam (SDA) perlu dirombak total. Sejauh ini ia melihat banyak kajian lingkungan yang disusun pemerintah hanya berhenti sebagai dokumen tanpa implementasi.
“Aturan kajian lingkungan hidup strategis banyak yang diproyekkan sehingga hanya menjadi pekerjaan di atas meja. Dulu ada tim yang rutin turun memonitor kondisi lapangan. Sekarang semua dibatasi atas nama efisiensi, sehingga terjadi salah kaprah yang membuat bentang alam berubah dan hasilnya kita lihat hari ini,” ujarnya.
Di lain pihak, terkait banyaknya korban jiwa, Prof. Eri menilai sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) banjir dan longsor belum berjalan efektif. Menurutnya, EWS bukan hanya harus berfungsi, tetapi juga dipahami masyarakat.
“Kemarin sistem itu tidak berfungsi, padahal sebelumnya pemerintah daerah (pemda) sudah melakukan simulasi evakuasi. Hasilnya nihil. Ini tidak boleh hanya seremonial, harus ada sosialisasi berkala yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat,” katanya.






