Opini

Pengasuhan Bersama sebagai Kunci Kesejahteraan Orang Tua dan Anak

2
×

Pengasuhan Bersama sebagai Kunci Kesejahteraan Orang Tua dan Anak

Sebarkan artikel ini
pengasuhan

Indonesia masih terus menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan sosial, yang meliputi tingginya angka kekerasan dan perundungan, kenakalan dan perilaku berisiko remaja (kehamilan di luar nikah, penggunaan obat-obatan terlarang), tingginya angka putus sekolah, kekerasan rumah tangga, kemiskinan, hingga permasalahan kesehatan mental. Penelitian secara konsisten telah menunjukkan bahwa akar permasalahan dari konidisi tersebut sebagian besar bermula dari praktik pengasuhan dan dinamika keluarga yang disfungsional.

Pengasuhan yang berkualitas, penuh kehangatan, responsif, konsisten, dan terdapat pembinaan emosional terbukti dapat mendukung perkembangan keterampilan anak secara positif (seperi pengendalian diri, empati, keterampilan sosial, dan regulasi emosi) yang dapat melindungi anak dari berbagai risiko sosial.

Sebaliknya, pengasuhan yang tidak berkualitas, meningkatkan risiko anak mengalami permasalahan emosional, permasalahan perilaku, trauma yang tidak terselesaikan, dan apabila tidak tertangani dengan baik, akan terulang kembali dengan pola yang sama saat anak membentuk keluarga dimasa depan.

Hal inilah yang akan menjadikan permasalahan ini sebagai permasalahan lintas generasi dan turun temurun. Maka dari itu, pengasuhan tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai kegiatan rutinitas belaka melainkan menjadi faktor utama yang menjadi sumber kekuatan dan pendukung tercipatanya masyarakat yang berkualitas, serta bagian dari strategi pembangunan sosial.

Kesadaran akan pentingnya memperkuat keberfungsian keluarga dan kualitas pengasuhan sudah mulai meningkat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti rencana strategis Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga tahun 2025-2029 yang berfokus pada peningkatan ketahanan dan kesejahterahan keluarga dan terbentuknya berbagai program pendampingan pada keluarga.

Akan tetapi, program-program tersebut masih menunjukkan kelemahan yang perlu untuk terus ditingkatkan. Salah satunya adalah banyaknya program-program yang masih berpusat pada ibu terkait keterampilan dan pengetahuan pengasuhan dasar, sedangkan masih sedikitnya melibatkan peran dan kontribusi ayah, serta pengasuhan bersama (ibu dan ayah).

Proses pengasuhan bersama atau sering disebut sebagai coparenting merupakan proses kolaboratif antara ibu dan ayah, di mana pengasuhan tidaklah berjalan sendiri-sendiri. Pengasuhan yang efektif bergantung pada hubungan pengasuhan bersama yang sehat dan para pengasuh saling mendukung, berkoordinasi, dan menghormati peran masing-masing. Feiberg (2003) menjelaskan dimensi-dimensi utama dari coparenting yang berkualitas meliputi adanya dukungan, minimnya saling menjatuhkan, terlaksananya pembagian peran dan tugas, serta koordinasi yang jelas.

Dukungan dapat dalam bentuk informasi, emosional, atau praktik perilaku langsung yang diberikan antar-orang tua pada satu sama lain. Orang tua yang mendapatkan dukungan dari pasangan akan menunjukkan stres yang lebih rendah, keterlibatan pengasuhan yang lebih baik, dan menciptakan iklim emosional keluarga yang lebih aman.

Sebaliknya, apabila ayah dan ibu menunjukkan pertentangan dan saling meremehkan keputusan pengasuhan satu sama lain, maka akan memicu konflik yang lebih tinggi dan menurunkan kualitas kerja sama. Dimensi selanjutnya adalah pembagian kerja di mana tanggung jawab pengasuhan dibagi dan dilakukan secara bersama-sama.

Dalam konteks Indonesia, masih banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ibulah yang menjadi pihak yang mendapatkan beban dan tuntutan pengasuhan lebih banyak (Mafaza dkk., 2022). Hal ini menciptakan persepi ketidakseimbangan tugas, perasaan kewalahan, dan ketidakpuasan terhadap pasangan. Pembagian kerja yang baik, dapat membantu mengurangi kelelahan ibu, meningkatkan ikatan ayah dan anak, serta memperkuat stabilitas emosional di dalam rumah tangga.

Dimensi terakhir adalah koordinasi orang tua, yang menggambarkan seberapa baik orang tua berkoordinasi dalam menegakkan aturan, rutinitas, disiplin, komunikasi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Penelitian di Indonesia juga menunjukkan salah satu tantangan dari kerja sama pengasuhan adalah perbedaan pendapat antara ayah dan ibu tentang disiplin dan keputusan-keputusan lain terkait anak. Ketidaksamaan pandangan dan persepsi tentang pengasuhan yang tidak didukung dengan koordinasi akan memperburuk kualitas pengasuhan.

Kerja sama pengasuhan yang buruk dapat memicu konflik melalui masalah komunikasi dan ketidakpuasan terhadap pasangan. Konflik yang tinggi akan memicu iklim keluarga yang penuh luapan emosi negatif.

Pentingnya kerja sama pengasuhan ini telah didukung oleh hasil-hasil penelitian, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Coparenting ditemukan dapat mendukung perkembangan anak ke arah yang positif, melainkan juga dapat meningkatkan kesejahterahan psikologi orang tua (Mafaza & Sarry, 2022).

Manfaat yang dirasakan dari kerja sama pengasuhan dapat menyasar seluruh anggota keluarga. Bagi anak, pengasuhan bersama yang baik menurunkan risiko masalah perilaku dan emosional pada anak.

Ketika orang tua bekerja sebagai tim saling mendukung, berbagi tanggung jawab, dan menerapkan aturan yang konsisten, anak-anak mengalami lebih sedikit stres dan rutinitas yang lebih mudah diprediksi.

Kualitas kerja sama pengasuhan baik, maka akan memungkinkan anak-anak untuk memiliki hubungan dekat dengan kedua sisi orang tua. Sebaliknya, pengasuhan bersama yang buruk meningkatkan ketegangan keluarga, memicu kebingungan atas ketidakkonsistenan aturan, serta membuat anak rentan terpapar konflik. Hal tersebutlah yang sering memicu perilaku agresif, kecemasan, atau penarikan diri.

Bagi orang tua, coparenting ditemukan secara signifikan dapat meningkatkan kesejahteraan (well-being). Di tengah besarnya tuntutan dan tanggaung jawab terkait tugas membearkan anak, pengasuhan bersama yang suportif dan terkoordinasi mengurangi stres, berbagi beban pengasuhan, memperkuat kepercayaan diri orang tua, dan meningkatkan hubungan pasangan semuanya melindungi kesehatan mental dan meningkatkan kepuasan.

Sebaliknya, pengasuhan bersama yang buruk  atau tidak setara meningkatkan beban orang tua, konflik, dan keraguan diri, yang dapat mengikis kesejahteraan psikologis serta menyebabkan kelelahan atau tekanan emosional.

Dengan beralih dari intervensi yang berfokus pada individu ke intervensi berbasis sistem keluarga, program pengasuhan anak di Indonesia dapat lebih mendukung realitas keluarga modern dan berkontribusi pada masyarakat yang lebih tangguh, sehat, dan produktif. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan modul pengasuhan bersama ke dalam program pengasuhan nasional dan berbasis komunitas.

Modul mencakup bahasan mengenai komunikasi dan resolusi konflik, pengambilan keputusan bersama, rutinitas yang konsisten, dukungan emosional antarpasangan, serta negosiasi pembagian kerja. Selain itu, juga mempertajam strategi yang dapat meningkatkan keterlibatan ayah dalam keluarga.

Modul dari program terkait yang sudah berhasil memperkuat pengasuhan bersama dan dapat dijadikan rujukan adalah yang diterapkan oleh Family Foundation (Amerika Serikat), Triple P (Australia), dan Incredible Years (Inggris). Mengadaptasi ke dalam nilai lokal dengan mengintegrasikan poin-poin efektif juga dapat dijadikan opsi.

Oleh karena itu, intervensi yang efektif harus menargetkan hubungan antar-orang tua (ayah-ibu), bukan hanya keterampilan pengasuhan secara individu, karena perkembangan anak yang sehat bergantung pada kualitas kerjasama pengasuhan secara keseluruhan.

Program pengasuhan yang sudah ada saat ini belum secara sistematis menangani permasalahan pengasuhan bersama, sehingga beban pengasuhan ibu masih sangat tinggi, kurangnya keterlibatan ayah, anak-anak masih menerima aturan yang tidak konsisten, dan konflik keluarga masih berkelanjutan.

Maka, mengingat tingginya beban pengasuhan ibu di Indonesia, adanya pengaruh dari keluarga besar, dan limpahan stres dari subsistem perkawinan ke pengasuhan, penguatan pengasuhan bersama sangat penting untuk mencapai hasil pengasuhan yang optimal. (*)

Oleh:

Mafaza, S.Psi., M.Sc

Dosen Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Unand