rekrutmen
BeritaFeaturePeristiwa

Ketika Jembatan Hilang, Warga Muaro Busuak Koto Hilalang Solok Bertahan dengan Harapan

0
×

Ketika Jembatan Hilang, Warga Muaro Busuak Koto Hilalang Solok Bertahan dengan Harapan

Sebarkan artikel ini
Ketika Jembatan Hilang, Warga Muaro Busuak Koto Hilalang Solok Bertahan dengan Harapan
Ketika Jembatan Hilang, Warga Muaro Busuak Koto Hilalang Solok Bertahan dengan Harapan. ist

AROSUKA, HANTARAN.CO — Di balik gemuruh hujan yang tak henti turun selama lebih dari sepekan terakhir, suara lain terdengar di Nagari Koto Hilalang, Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Suara patahnya jembatan yang selama ini menjadi nadi kehidupan warga Jorong Muaro Busuak. Pada Selasa dini hari (25/11/2025), derasnya arus Batang Kambang dan Batang Gawan menyeret putus satu-satunya akses menuju permukiman.

Bagi 56 kepala keluarga di jorong itu, pagi yang biasanya dimulai dengan langkah menuju kebun, sekolah, dan pasar, berubah menjadi pagi yang dipenuhi kecemasan.

“Air sudah naik sekitar jam dua malam. Gelap, deras, kami hanya bisa menunggu,” cerita beberapa warga. Ketika hari mulai terang, yang tersisa hanyalah cerita tentang potongan jembatan yang tak lagi terhubung.

Camat Kubung, Acil Fasra, menggambarkan kondisi itu sebagai salah satu yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir. “Ketinggian air di sejumlah titik mencapai satu meter lebih. Warga tidak hanya terjebak banjir, tetapi benar-benar terputus aksesnya,” ujarnya.

Bagi masyarakat Muaro Busuak, jembatan bukan sekadar bangunan. Ia adalah urat nadi yang menghubungkan kehidupan, mengantar anak ke sekolah, membawa hasil panen keluar, dan menjadi jalur utama menuju fasilitas kesehatan.

Ketika meninjau langsung lokasi kerusakan, Bupati Solok Jon Firman Pandu tak menutupi kekhawatirannya. Sembari berteriak melambaikan tangan ia meminta warga di seberang yang terisolasi untuk tetap bersabar dengan ujian ini.

Suara yang terdengar sayup, berpacu dengan derasnya arus yang masih berwana coklat pekat. Satu kalimat tegas namun sarat harapan, kerusakan yang cukup parah membuat pemerintah daerah harus mengambil langkah cepat.

“Ini harus segera kita tangani. Jangan sampai masyarakat terputus aksesnya untuk beraktivitas sehari-hari,” tegas Bupati.

Dalam kondisi seperti ini, waktu adalah persoalan nyata, semakin lama dibiarkan, semakin besar risiko warga terisolasi total.
Instruksi kemudian meluncur, bangun jembatan darurat dan pastikan kebutuhan warga terpenuhi.


Tak butuh waktu lama, sejumlah personel TNI, Polri, dinas terkait, dan warga nagari bahu-membahu membangun jembatan darurat dari bambu. Suara ketukan palu bersahut-sahutan dengan deru arus sungai. Di antara lumpur dan sisa banjir, gotong royong menjadi pemandangan yang justru menghangatkan suasana.

“Jembatan darurat harus segera berfungsi agar warga tidak lagi terisolasi. Kita upayakan dengan segala sumber daya yang ada,” ujar Bupati.

Meski sederhana, jembatan ini menjadi tumpuan harapan agar aktivitas warga bisa kembali bergerak, setidaknya sampai jembatan permanen dibangun.

Sambil jembatan dikerjakan, bantuan logistik juga mengalir. Dinas Sosial bergerak mendistribusikan 102 paket sembako ke daerah terdampak. Dari Koto Hilalang hingga Koto Sani, dari Paninggahan hingga Selayo, semua menerima pasokan bahan pangan untuk bertahan di tengah situasi tak menentu.

“Setiap paket berisi 10 kilogram beras, 2 kilogram minyak goreng, satu dus mi instan, dan 30 butir telur. Kita berharap ini dapat meringankan beban warga,” kata Desmalia Ramadhanur melalui Kabid Perlindungan dan Jaminan Sosial, Beni Dharwata.

Di beberapa titik, dapur umum terus mengepul. Aroma makanan hangat yang dibagikan relawan menjadi tanda bahwa warga tidak sendirian menghadapi masa sulit ini.

Meski masih terkejut atas rusaknya jembatan, warga tidak kehilangan syukur. Bagi mereka, yang terpenting adalah ada upaya nyata untuk memulihkan kehidupan.

“Alhamdulillah pemerintah cepat datang. TNI, Polri turun tangan. Setidaknya kami merasa diperhatikan,” ujar seorang warga. Di tengah bencana, perhatian dan kepedulian menjadi energi yang tak kalah penting dari bahan pangan.

Kejadian di Muaro Busuak adalah potret bagaimana bencana selalu menyisakan cerita tentang kerentanan, tetapi juga tentang kekuatan sosial masyarakat. Banjir mungkin datang dengan cepat dan membawa kerusakan, namun gotong royong dan aksi sigap membuat masyarakat tidak dibiarkan menghadapi semuanya sendirian.

Di tepi sungai yang masih meluap, jembatan bambu yang sedang dibangun itu berdiri sebagai simbol sederhana, bahwa kembali pulih adalah kerja bersama, bukan semata urusan pemerintah.(h/wnd)

Penulis: Wandi Malin