rekrutmen
Sumbar

Pemerintah Perkuat Koordinasi dan Kesiapsiagaan Karhutla

0
×

Pemerintah Perkuat Koordinasi dan Kesiapsiagaan Karhutla

Sebarkan artikel ini
Karhutla

Padang, hantaran.Co–Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menjadi ancaman serius bagi Sumatera Barat (Sumbar) saat musim kemarau melanda. Hampir seluruh kejadian karhutla,mendekati 100 persen, disebabkan oleh ulah manusia. Kondisi ini menegaskan bahwa masalah bukan hanya soal alam, tetapi juga perilaku dan lemahnya pengawasan di lapangan.

Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Karhutla Provinsi Sumbar 2025 di Padang, Senin (24/11/2025), Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah melalui Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Ferdinal Asmin, menegaskan bahwa penanganan karhutla harus dilakukan secara terstruktur dan terintegrasi. Upaya sporadis tak lagi relevan menghadapi kompleksitas ancaman saat ini.

Berdasarkan data dan evaluasi sepanjang 2025 serta prediksi puncak musim kemarau dari BMKG yang terjadi pada Juli–Agustus lalu, risiko karhutla dinilai nyata dan berdampak luas terhadap kesehatan, ekonomi, dan stabilitas sosial masyarakat.

Ferdinal mengungkapkan adanya lima catatan kritis yang perlu menjadi perhatian bersama. Masalah pertama adalah meningkatnya titik panas (hotspot). Kawasan rawan seperti Pesisir Selatan, Limapuluh Kota, Pasaman, Sijunjung, Pasaman Barat, Dharmasraya, Solok, Agam, Solok Selatan, dan Tanah Datar kembali menjadi titik paling sensitif terhadap potensi karhutla.

Masalah kedua, peningkatan kejadian karhutla secara langsung. Sepanjang tahun ini, sejumlah kabupaten/kota mencatat kenaikan signifikan. Di antaranya, Agam (6 titik), Limapuluh Kota (19 titik), Kabupaten Solok (33 titik), Sijunjung (2 titik), Pasaman (3 titik), Kota Solok (7 titik) dan Kota Sawahlunto (2 titik). Selain itu, Kota Padang, Dharmasraya, Kota Payakumbuh, Tanah Datar, serta Pesisir Selatan juga mengalami kejadian meski dalam jumlah lebih kecil.

Catatan ketiga adalah keterbatasan sumber daya. Dinas Kehutanan mengakui bahwa SDM dan peralatan pemadam kebakaran masih jauh dari ideal, terutama di tingkat kabupaten/kota yang menjadi garda terdepan penanganan awal. Catatan keempat yaitu minimnya partisipasi masyarakat. Kesadaran dan keterlibatan warga dalam pencegahan dini dinilai masih rendah, bahkan beberapa kasus dipicu langsung oleh pembukaan lahan dengan cara membakar yang seharusnya sudah ditinggalkan.

Catatan kelima adalah koordinasi lintas sektor yang belum optimal. Menurut Ferdinal, tanpa kerja bersama yang solid, upaya pengendalian karhutla akan berjalan lamban dan kehilangan efektivitas saat bencana terjadi. Menatap 2026, Ferdinal menegaskan kembali mandat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2020 yang menempatkan Gubernur sebagai Komandan Satgas Pengendalian Karhutla di tingkat provinsi. Meski demikian, diperlukan motor penggerak operasional yang kuat agar komando berjalan efektif.

“Melalui SK Gubernur Sumbar Nomor 360-733-2025, BPBD Provinsi Sumbar ditetapkan sebagai koordinator lapangan penanggulangan karhutla. BPBD dinilai memiliki struktur dan pengalaman penanganan bencana yang memungkinkan respons cepat dan sistematis,” katanya.

Gubernur menginstruksikan BPBD dan instansi terkait untuk melakukan langkah taktis, mulai dari pengumpulan dan analisis data, pemantauan hotspot secara real-time, penyebaran informasi risiko, hingga pendataan personel satgas di masing-masing instansi. Seluruh upaya harus berjalan cepat dan akurat.

“Langkah lanjutan meliputi penyusunan rencana kontingensi, penguatan alur komando antarinstansi, dan memastikan kesiapan logistik serta peralatan pemadam. Pemeliharaan alat juga menjadi poin penting agar semua sarana siap digunakan saat bencana datang tanpa permasalahan teknis,” ujarnya.

Di lapangan, BPBD diminta bertindak sebagai koordinator operasional, memimpin tim reaksi cepat, serta memastikan respons terhadap setiap insiden berlangsung efektif. Selain itu, penguatan Desa Tangguh Bencana (Destana) di wilayah rawan menjadi strategi penting meningkatkan kapasitas masyarakat.

Dalam forum itu, Ferdinal mewakili Gubernur juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah bekerja mengendalikan karhutla sepanjang 2025. Namun ia mengingatkan, tantangan ke depan akan semakin berat seiring perubahan iklim dan peningkatan aktivitas manusia di kawasan rentan.

Pada 2026, strategi penanganan akan difokuskan pada tiga pilar utama: peningkatan koordinasi lintas institusi, pencegahan dini melalui patroli terpadu serta edukasi masyarakat, dan penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran. “Jangan menunggu api membesar. Karhutla adalah bencana prioritas, dan prosedur birokrasi tidak boleh menghambat penanganan darurat,” ,” tegasnya.

Rakor tersebut dihadiri perwakilan Kodam XX/Imam Bonjol, Polda Sumbar, para bupati/wali kota, Kementerian Kehutanan, serta jajaran OPD dan mitra kehutanan lainnya