Energi terbarukan memang masa depan. Tapi masa depan itu tak bisa dibangun dengan tergesa-gesa sembari menutup mata terhadap pengalaman buruk masa lalu. Begitu benarlah.
Tidak dapat dipungkiri, geothermal adalah peluang besar. Investasi masuk, kegiatan ekonomi tumbuh, tenaga kerja terserap, dan akses energi bersih semakin kuat. Kabupaten Solok sebenarnya bisa menjadi contoh sukses pengembangan geothermal di Sumatera Barat, jika prosesnya dilakukan dengan benar.
Namun, lembah hijau sebagai salah satu cadangan air dan hamparan ladang masyarakat tidak boleh hanya dilihat sebagai ruang investasi. Mereka adalah ruang hidup. Tanpa legitimasi sosial, proyek ini akan terus menghadapi resistensi. Investor pun akan berpikir dua kali masuk ke wilayah yang penuh potensi konflik.
Keberanian untuk membangun energi hijau harus diiringi dengan keberanian untuk berdialog jujur. Pemerintah daerah, termasuk Bupati, perlu mengakui sejarah konflik dan membuka ruang penyembuhan sosial disamping mengadakan konsultasi publik yang nyata, bukan formalitas administratif semata.
Di sisi lain, Pemkab Solok perlu Melibatkan lembaga independen untuk kajian lingkungan dan sosial dengan menjamin mekanisme benefit-sharing agar masyarakat merasakan manfaat langsung. Namun yang terpenting saat ini adalah menghentikan pendekatan keamanan dalam merespons protes masyarakat.
Proyek geothermal bukan sekadar urusan teknis, ini soal kepercayaan. Dan kepercayaan hanya tumbuh jika pemerintah hadir secara empatik, bukan sekadar administratif.
Masa depan geothermal di Kabupaten Solok bergantung pada keberanian semua pihak keluar dari pola lama. Jika pemerintah terus berjalan tanpa menoleh pada penolakan dan trauma masyarakat Salingka Gunung Talang, konflik akan berulang dan peluang investasi hijau akan terhenti di tengah jalan.
Namun jika dialog serius dibuka, jika masyarakat dilibatkan sebagai subjek pembangunan, bukan objek kebijakan, maka geothermal dapat menjadi kerja bersama, bukan sumber perpecahan. (*)
Oleh: Wandi Malin








