rekrutmen
Wisata

Desa Wisata Perlu Kemandirian Finansial

0
×

Desa Wisata Perlu Kemandirian Finansial

Sebarkan artikel ini
desa

Jakarta, hantaran.Co–Anggota Komisi VII DPR RI Athari Gauthi Ardi menegaskan pentingnya strategi khusus untuk mendorong kemandirian finansial desa wisata agar tidak terus bergantung pada APBN maupun APBD. Ia menilai banyak desa wisata hanya berkembang pada masa pendampingan, namun kemudian melambat setelah program selesai.

Athari menjelaskan, fenomena stagnasi itu kerap terjadi setelah euforia Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) mereda. Menurutnya, keberhasilan awal yang diraih desa wisata sering tidak berlanjut lantaran tidak adanya sistem pengembangan yang berkelanjutan.

“Saya lihat desa wisata itu rentan mengalami stagnasi setelah adanya program pendampingan dan ADWI berakhir. Jadi setelah ada event ini, biasanya desa wisatanya stagnan, gitu-gitu saja,” ujar Athari dalam Rapat Kerja dengan Menparekraf di Gedung Nusantara I, Senayan, Senin (17/11/2025).

Ia menilai masih terdapat persoalan mendasar terkait akses pembiayaan yang dialami kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Banyak Pokdarwis, katanya, ditolak perbankan karena dianggap tidak bankable dan tidak memiliki dokumen finansial memadai.

Kesulitan mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga menjadi hambatan bagi pelaku wisata lokal. Minimnya agunan, laporan keuangan yang tidak terstruktur, serta status legalitas yang belum jelas membuat banyak permohonan KUR tidak dapat direalisasikan.

Untuk itu, Athari meminta Kemenparekraf menjalin koordinasi lebih intens dengan kementerian lain guna membuka akses pembiayaan yang lebih inklusif bagi pelaku pariwisata. Menurutnya, penguatan ekosistem finansial menjadi kunci keberlanjutan desa wisata.

Selain persoalan pendanaan, Athari menyoroti rendahnya kemampuan UMKM pariwisata dalam memanfaatkan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI). Ia menilai terdapat kesenjangan besar antara kebutuhan industri pariwisata yang semakin digital dengan kompetensi talenta lokal.

Berdasarkan dialognya dengan UMKM di Sumatera Barat, Athari menemukan banyak pelaku usaha yang telah menjual produk hingga ke luar negeri, namun pemasaran di dalam negeri sendiri masih belum maksimal. Hal tersebut disebabkan keterbatasan perangkat dan kemampuan teknologi.

“Masih banyak UMKM dan pengelola wisata yang tidak punya perangkat memadai, keterbatasan biaya, serta minim pengetahuan untuk memanfaatkan teknologi AI dan digital,” jelasnya.

Athari mendorong UMKM untuk menggandeng influencer lokal guna memaksimalkan pemasaran digital. Ia menekankan bahwa teknologi AI seharusnya dimanfaatkan sebagai alat analisis pelanggan, personalisasi layanan, dan peningkatan efisiensi operasional.

Namun demikian, ia mencatat bahwa pelaku UMKM masih menganggap investasi AI cukup mahal. Persepsi itu membuat adopsi teknologi digital berjalan lebih lambat, terutama pada UMKM berskala kecil.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Athari meminta Kemenparekraf memperkuat kolaborasi multisektoral dengan kementerian lain, seperti Kominfo dan Kemendikbud. Ia juga berharap adanya kerja sama dengan perusahaan teknologi untuk menyediakan solusi dan pelatihan terkait AI, cloud computing, serta sistem digitalisasi lainnya.

Mengakhiri penyampaiannya, Athari mengapresiasi kinerja Kemenparekraf yang dinilainya telah menunjukkan hasil positif. “Selamat sekali lagi atas kinerjanya. Insyaallah pariwisata kita akan membaik ke depannya,” tutupnya.