Padang, hantaran.Co–Sumatera Barat (Sumbar) tidak bisa lagi bergerak biasa-biasa saja. Perubahan ekonomi global menuntut daerah bertindak lebih cepat, lebih inovatif, dan lebih berani mengambil terobosan. Hal itu disampaikan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah saat membuka Temu Responden dan Diseminasi Laporan Perekonomian Sumbar 2025 di Aula Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumbar, Rabu (19/11/2025).
Acara yang mengusung tema “Transformational Leadership & Resilient Entrepreneurship for West Sumatra’s Economic Resurgence” itu menjadi forum penting untuk mengukur denyut ekonomi daerah sekaligus merumuskan arah kebijakan di tengah tekanan ekonomi global.
“Dengan potensi alam, budaya, dan sumber daya manusia (SDM) yang kita miliki, Sumbar tidak boleh hanya mengikuti arus. Kita harus membuat lompatan dan menghadirkan terobosan,” ujarnya.
Namun lompatan itu tidak datang tanpa tekanan. Berdasarkan RPJMD Sumbar 2025–2029, pemerintah pusat menargetkan pertumbuhan ekonomi Sumbar mencapai 7,3 persen pada tahun 2029, dengan PDRB per kapita sebesar Rp94,85 juta. Untuk mengejar ambisi tersebut, Sumbar membutuhkan investasi jumbo sekitar Rp80–120 triliun dalam empat tahun mendatang.
“Tantangannya berat. Ruang fiskal sempit, kebutuhan besar. Tapi orang Minang tidak pernah kalah oleh keadaan,” kata Mahyeldi, menyiratkan kesadaran bahwa target tersebut akan sulit tercapai tanpa transformasi besar-besaran.
Pada kesempatan itu, Mahyeldi memaparkan tiga fondasi pembangunan Sumbar. Pertama, akan fokus jangka panjang kepada sektor unggulan, seperti pertanian, perdagangan, UMKM, pariwisata, dan ekonomi hijau.
Kedua, penguatan inovasi digital dan kolaborasi lintas sektor. Ketiga, efisiensi dan akuntabilitas pemerintahan. Fondasi ini harus memastikan pertumbuhan ekonomi benar-benar dirasakan oleh rakyat, bukan hanya tercatat di laporan statistik.
Namun, sejumlah kalangan menilai Sumbar masih menghadapi persoalan klasik seperti produktivitas pertanian stagnan, iklim investasi belum kompetitif, konektivitas logistik terbatas, dan sebagian infrastruktur vital membutuhkan revitalisasi.
Mahyeldi pun mencoba menjawab tantangan itu lewat lima strategi utama, yakni mendorong kualitas investasi, terutama hilirisasi dan manufaktur; melakukan reformasi regulasi dan perizinan agar lebih ramah investor; serta meningkatkan digitalisasi ekonomi, terutama bagi UMKM dan petani.
Kemudian, mempercepat pembangunan infrastruktur strategis seperti Pelabuhan Teluk Bayur, jalur kereta api Sawahlunto–Padang, serta pengembangan Bandara BIM sembari menguatkan kapasitas SDM dan kewirausahaan. Tidak hanya itu, ia juga menargetkan sektor pariwisata menjadi lokomotif pertumbuhan baru. Alasannya, pariwisata memiliki efek pengganda ke sektor kuliner, akomodasi, transportasi, hingga UMKM.
Data BPS menunjukkan, pertanian masih mendominasi PDRB Sumbar dengan kontribusi 21,76 persen, disusul perdagangan 16,41 persen yang sebagian besar digerakkan oleh UMKM. Dengan struktur yang sangat agraris, transformasi menuju basis industri dan jasa bernilai tambah tinggi masih menjadi perjalanan panjang. “Pembangunan bukan hanya soal jalan dan jembatan, tapi membangun martabat rakyat,” ujar Mahyeldi
Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Sumbar, Mohamad Abdul Majid Ikram menekankan bahwa seluruh rekomendasi kebijakan yang disusun dari Temu Responden harus berbasis data faktual, bukan asumsi kertas. “Kebijakan yang dihasilkan tidak hanya bersandar pada teori, tetapi berpijak pada fakta dan dinamika yang terjadi di lapangan,” ujarnya.
BI menilai sinergi dengan pemerintah daerah menjadi kunci menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga, dua aspek yang belakangan menjadi sorotan publik karena tekanan inflasi komoditas pangan.








