Ekonomi

Sumbar Harus Ambil Langkah Konkret Pacu Pertumbuhan Ekonomi

0
×

Sumbar Harus Ambil Langkah Konkret Pacu Pertumbuhan Ekonomi

Sebarkan artikel ini
Sumbar

Padang, hantaran.Co–Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) pada triwulan III tahun 2025 masih berada pada angka 3,36 persen. Capaian yang tergolong rendah ini mesti menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah (pemda).

Ekonom Universitas Andalas (Unand), Prof. Elfindri menyebut perlambatan ini bukan hanya soal angka ekonomi semata, melainkan juga cerminan dari akar masalah yang jauh lebih kompleks. Mulai dari mandeknya proyek infrastruktur, melemahnya daya saing industri, minimnya investasi pada sektor strategis, hingga meluasnya aktivitas ekonomi tak tercatat (unofficial economy) terus menggerus produktivitas masyarakat.

Menurut Guru Besar Ekonomi Pembangunan Unand itu, tanda-tanda pelemahan ekonomi Sumbar terlihat jelas dari terhentinya sejumlah proyek strategis yang selama ini menjadi penopang daya beli dan pembukaan lapangan kerja. “Pengurangan anggaran rutin dari pusat terasa betul pada kuartal ketiga. Proyek-proyek fisik yang tahun sebelumnya cukup menopang aktivitas masyarakat kini terhenti,” ujarnya kepada Haluan, Senin (17/11/2025)..

Jalan Tol Padang–Pekanbaru yang baru tuntas sebagian, rehabilitasi Jalan Batang Anai yang sudah selesai, serta proyek jalan Trans Solok–Pesisir Selatan yang kini tak lagi terlihat aktivitas lanjutannya, menjadi indikator bahwa mesin fiskal daerah melemah. Tak hanya itu, dunia usaha lokal juga menunjukkan gejala penurunan. Prof. Elfindri menyoroti kinerja industri strategis seperti PT Semen Padang yang menurutnya “semakin memble” karena kalah bersaing dan minim inovasi turunan.

“Pabrik semen cetakan yang seharusnya menjadi turunan industri induk tak pernah muncul. Yang muncul justru gagasan menjadikan Semen Padang sebagai heritage. Saku bolong, tapi yang dijahit justru pisak celana,” ujarnya.

Ia juga melihat fenomena ekonomi tak tercatat yang semakin besar di Sumbar, seperti peredaran emas ilegal, judi online, narkoba, serta tingginya konsumsi rokok. Semua ini menggerus sumber daya masyarakat yang semestinya dapat menjadi modal produktif.“Potensi dana masyarakat menguap ke aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Ini kontraksi yang tidak tertangkap oleh data BPS, tetapi dampaknya sangat nyata,” katanya.

Sektor pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung PDRB Sumbar dengan kontribusi 21 persen pun juga dinilai stagnan. Padahal ada peluang besar di komoditas kopi, kelapa, hingga kelapa sawit. “Tawaran Menteri Pertanian untuk membuka 20.000 hektare kebun kopi dan peremajaan kelapa tidak bisa ditangkap daerah. Semua seperti hilang akal,” kata Prof. Elfindri.

Tidak hanya itu, menurutnya Sumbar juga mengalami penurunan pada sektor pariwisata, terutama kunjungan untuk seminar, pertemuan organisasi profesi, dan iven nasional—segmentasi yang sebelumnya sangat kuat.

“Efek fiskal nasional terasa lebih besar ke Sumbar. Sementara stimulan jangka pendek seperti kebijakan Menkeu Purbaya belum terlihat dampaknya, bahkan berpotensi menimbulkan distorsi,” katanya.

Ia mengatakan, Sumbar tak punya pilihan lain selain bergerak cepat mengaktifkan kembali motor ekonomi. Ia menawarkan beberapa langkah strategis. Salah satunya menuntaskan dan mendorong kembali proyek infrastruktur strategis seperti kelanjutan Tol Padang–Pekanbaru, pembangunan Fly Over Sitinjau Lauik, dan proyek konektivitas lintas kabupaten. “Infrastruktur itu darah pembangunan. Tanpa ini pergerakan ekonomi akan tetap lambat,” tuturnya.

Ia juga meyakini, Sumbar harus membangkitkan industri berbasis sumber daya lokal, seperti industri turunan semen, pengolahan minyak sawit dan oleochemical, serta realisasi tambang dolomit, emas, dan mineral lainnya.

“Semua potensi itu ada, tetapi tidak bergerak. Begitupun di bidang kelautan dan agromarine seperti tambak udang, budidaya ikan kerapu, hingga pengembangan rantai industri pakan ternak,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan perlunya integrasi sektor peternakan sapi, ayam, dan komoditas lain dipacu sebagai pendukung rantai pasok pangan daerah. Di samping itu, ia juga mendorong pemerintah melibatkan perantau dalam skema bisnis-ke-bisnis (business-to-business/B2B) antara ranah dan rantau. Tak hanya untuk UMKM, tetapi juga untuk kegiatan sosial produktif yang dapat membuka lapangan kerja baru.

“Kemudian jalankan skema wakaf produktif dan bisnis syariah. Skema ini sudah lama menjadi wacana, tetapi belum dieksekusi. Tanpa eksekutor, semua tinggal konsep,” katanya.

Prof. Elfindri menegaskan, dalam kondisi seperti inilah saatnya gubernur dan seluruh bupati/wali kota duduk bersama untuk menyusun langkah konkret dan terukur. “Targetkan kepastian minggu demi minggu, bulan demi bulan. Jika tidak, Sumbar akan terus tertinggal,” katanya.