Sumbar

Polemik Lahan Plasma, Pemkab Pasbar Upayakan Solusi Damai

0
×

Polemik Lahan Plasma, Pemkab Pasbar Upayakan Solusi Damai

Sebarkan artikel ini
plasma

Pasbar, hantaran.Co–Suasana tegang sempat menyelimuti kawasan kantor Bupati Pasaman Barat (Pasbar) pada Rabu (13/11/2025), ketika puluhan masyarakat Mandiangin melakukan aksi orasi menuntut kejelasan pengelolaan lahan plasma yang dikelola Koperasi Perkebunan Mandiangin Langgam Kinali Sejahtera (MLKS). Aksi itu kemudian berujung pada mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah bersama unsur Forkopimda dan pihak perusahaan PT LIN di auditorium kantor bupati setempat.

Sekretaris Daerah Pasbar, Doddy San Ismail, yang memimpin langsung jalannya mediasi, meminta kedua belah pihak agar tetap menjaga kondusivitas dan tidak terprovokasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah berupaya mencari titik temu agar konflik yang sudah berlarut antara masyarakat dan koperasi segera menemukan penyelesaian.

“Kami minta semuanya menahan diri. Sampaikan pendapat dengan kepala dingin dan jangan ada gesekan di lapangan. Pemda bersama Forkopimda akan mencari solusi terbaik agar masalah ini tidak meluas,” tegas Sekda.

Mediasi tersebut merupakan tindak lanjut dari peristiwa dugaan pengeroyokan terhadap Ketua Koperasi MLKS, H. Horizon, yang terjadi di lahan plasma Mandiangin, Kecamatan Kinali, Sabtu siang (8/11/2025). Insiden itu menimbulkan ketegangan antara kelompok pengurus koperasi dan sebagian masyarakat yang menuntut pembubaran MLKS. Kasus tersebut kini telah ditangani pihak kepolisian.

Asgul, selaku pengawas koperasi, menuturkan bahwa pada hari kejadian dirinya bersama Horizon dan beberapa pengurus koperasi berada di lokasi plasma atas undangan dari manajemen PT LIN. Mereka diminta menjelaskan status lahan plasma yang diklaim kelompok masyarakat dipimpin Nurul Hidayat Cs. Namun, sebelum sempat memberi keterangan, rombongan koperasi diserang massa.

“Mereka datang beramai-ramai mencari Horizon. Bahkan satpam yang mencoba melerai ikut jadi korban,” ungkap Asgul. Ia mengaku pihaknya ketakutan dan tidak mampu berbuat banyak saat insiden itu berlangsung.

Menurutnya, klaim kelompok masyarakat terhadap lahan plasma yang selama ini dikelola MLKS tidak berdasar. “Selama ini mereka tidak ikut mengelola kebun, tapi tiba-tiba mengaku berhak atas lahan sawit tersebut,” ujarnya.

Asgul menegaskan, koperasi siap terbuka dan bersedia diklarifikasi oleh pihak manapun. Ia menjelaskan bahwa pengelolaan plasma masih di bawah PT LIN, sedangkan koperasi hanya menjalankan fungsi administratif dan membantu produksi. “Kami rutin menggelar RAT bersama Dinas Koperasi, bahkan laporan keuangan diaudit auditor independen,” tambahnya.

Lebih jauh, ia menjelaskan kondisi keuangan koperasi yang masih menanggung utang kepada perusahaan sebesar Rp38 miliar untuk pembangunan kebun. Dari jumlah itu, Rp13,5 miliar telah dibayarkan melalui Bank CNB. Dari total lahan plasma seluas 475 hektar, sekitar 244 hektar rusak akibat banjir tahun 2016, sehingga kini hanya 231 hektar yang bisa dikelola. “Bunga pinjaman tetap berjalan, dan sebagian lahan yang rusak justru dikuasai masyarakat,” ungkapnya. 

Sejak 2016 hingga kini, koperasi baru mampu membagikan hasil panen sebanyak sepuluh kali. Anggota resmi koperasi berjumlah 500 orang dengan pembagian Rp500 ribu per anggota, sementara masyarakat non-anggota menerima Rp100 ribu per kepala keluarga.

Namun, pasca insiden pengeroyokan, koperasi mengaku kehilangan hasil panen akibat pencurian Tandan Buah Segar (TBS) di lokasi plasma. “Kami punya bukti dan akan melaporkannya ke pihak berwajib,” tegas Asgul.

Di sisi lain, Nurul Hidayat Nakhodo Rajo bersama tokoh masyarakat Mandiangin menuntut pembubaran Koperasi MLKS. Mereka menilai pengurus tidak transparan dan tidak pernah menggelar RAT sebagaimana mestinya. “Kami sudah tidak percaya lagi pada Horizon dan Asgul Cs. Keuangan tidak jelas, bahkan kebun dijual ke pihak lain tanpa sepengetahuan anggota,” ujarnya.

Menurut Nurul, kemarahan warga yang berujung pada aksi kekerasan merupakan akumulasi kekecewaan atas pengelolaan koperasi yang tidak transparan. “Sejak 2016 plasma berproduksi, tapi anggota hanya menerima Rp100 ribu per keluarga. Itu tidak masuk akal,” katanya. 

Ia juga menuturkan bahwa masyarakat pernah melaporkan dugaan penggelapan dana koperasi ke Polres Pasbar pada Januari 2025, namun laporan itu dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. “Karena itu kami menuntut keadilan. Kami akan tetap menduduki lahan sampai pemerintah dan Forkopimda turun tangan menyelesaikan persoalan ini,” tutupnya.