SOLOK, hantaran.Co– Di tengah suasana hangat pelatihan politik kreatif dan inovatif masyarakat Tanah Datar yang digagas oleh Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, Zuldafri Darma, S.H di Kayu Tanam (11/11/2025), menjadi momentum tersendiri bagi anak muda asal Kabupaten Solok. Supri Ardi, S.Kom., M.I.Kom hadir sebagai salah satu pembicara pada kegiatan tersebut. Ia bukan politisi, bukan pula tokoh masyarakat yang punya panggung megah. Ia hanya seorang ASN disabilitas dari Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Solok dan pegiat media sosial.
Namun diberi amanah sebagai penyunting buku “Jejak Langkah Zuldafri Darma: Surau, Lapau dan Terminal”. Dari sosok yang tenang dan visioner ini, peserta seakan diingatkan kembali bahwa keterbatasan fisik tidak pernah membatasi kekuatan gagasan.
Dalam sesi bertajuk “Literasi Digital dan Politik di Era 5.0”, Supri Ardi menegaskan bahwa masa depan kepemimpinan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan berpidato di podium, tetapi juga kemampuan beradaptasi dan beretika dalam ruang digital.
“Era 5.0 bukan lagi soal siapa yang paling cepat menyebarkan informasi, tapi siapa yang paling bijak mengelolanya. Literasi digital hari ini bukan sekadar kemampuan teknis, tapi kemampuan berpikir kritis dan berempati dalam berkomunikasi,” ujar Supri Ardi.
Sebagai ASN yang aktif mengedukasi masyarakat dalam bidang komunikasi publik, Supri memandang dunia digital sebagai ruang perjuangan baru bagi birokrasi dan politisi untuk menjaga kepercayaan publik.
“Jika di masa lalu kejujuran diuji lewat kata-kata, maka di era digital kejujuran diuji lewat jejak digital. Tidak cukup hanya cerdas berbicara, tapi juga harus konsisten dalam tindakan,” katanya.
Kehadiran Supri Ardi di forum tersebut bukan sekadar formalitas kehadiran ASN, melainkan simbol kolaborasi antar anak daerah dan lintas peran. Kabupaten Solok dan Tanah Datar, dua daerah dengan akar budaya yang kuat dan masyarakat yang kritis.
Dengan kekuatan teknologi mereka dipertemukan dan mulai bersinergi dalam membangun ekosistem literasi politik dan digital yang sehat. Sebagai penyunting buku “Jejak Langkah Zuldafri Darma”, Supri mengaku banyak belajar dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
“Buku ini tidak hanya bicara tentang perjalanan seorang tokoh, tapi tentang bagaimana nilai-nilai surau, lapau, dan terminal masih relevan di dunia digital hari ini sebagai tempat orang berinteraksi, beradu argumen, dan mencari makna,” ungkapnya.
Ia berharap generasi muda tidak hanya menjadi konsumen konten, tetapi juga produsen gagasan. Bahwa teknologi tidak boleh hanya menjadi alat hiburan, tetapi juga alat peradaban.
“Kalau dulu surau tempat menimba ilmu, maka hari ini media sosial bisa menjadi surau digital asal digunakan dengan niat yang benar,” ucap Supri dengan tenang namun penuh makna.
Dalam pandangan Supri Ardi, politik dan teknologi seharusnya tidak dipisahkan.Politik membutuhkan teknologi untuk menjangkau dan mendengar rakyatnya, sementara teknologi membutuhkan nilai politik agar tetap berpihak pada kemanusiaan. “Politik tanpa teknologi akan tertinggal, tetapi teknologi tanpa nilai politik akan kehilangan arah,” katanya tegas.
Ia juga menyinggung bahaya hoaks dan manipulasi digital yang seringkali mencederai semangat demokrasi. Menurutnya, literasi digital harus menjadi gerakan moral, bukan sekadar proyek kegiatan.
ASN, tokoh masyarakat, dan generasi muda harus bersama-sama membangun ekosistem digital yang sehat, santun, dan beradab.
“Setiap klik adalah keputusan moral. Setiap unggahan adalah cermin integritas kita. Maka bijaklah di dunia digital, karena dari sanalah kepercayaan publik dibangun,” ujarnya menutup sesi dengan nada reflektif.
Kehadiran Supri Ardi pada forum politik dan literasi itu juga menjadi pengingat bagi banyak orang bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berkontribusi.
Dalam dunia yang serba cepat ini, kehadirannya adalah oase. Ketenangan yang datang dari kesadaran bahwa makna hidup tidak diukur dari sempurnanya tubuh, tetapi dari tajamnya akal fikiran dan beningnya niat.
Ia adalah representasi dari semangat baru ASN berdaya, berilmu, dan berani tampil dengan karya. Dari Kabupaten Solok, ia menularkan energi positif untuk seluruh Sumatera Barat, bahwa birokrasi bisa menjadi bagian dari perubahan, jika mau membuka diri terhadap ilmu dan teknologi.






