Ekonomi

Koperasi Merah Putih untuk Perkuat Kolaborasi Ekonomi

3
×

Koperasi Merah Putih untuk Perkuat Kolaborasi Ekonomi

Sebarkan artikel ini

Jakarta, hantaran.Co–Gelombang pembangunan ekonomi desa kembali mengemuka setelah pemerintah secara serius mendorong percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP). Namun, langkah besar ini tidak lepas dari sorotan berbagai pihak, terutama soal dampaknya terhadap pelaku usaha kecil yang telah lama menopang denyut ekonomi di tingkat desa.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menegaskan bahwa kehadiran Koperasi Merah Putih (KMP) bukan untuk menyingkirkan pelaku usaha yang sudah eksis. Menurutnya, koperasi justru dihadirkan sebagai instrumen untuk memperkuat kolaborasi ekonomi di tingkat akar rumput.

“Ini tidak perlu ditakutkan. Pemerintah sedang mengatur formulanya agar UMKM yang ada, ekosistem ekonomi di desa bisa bersinergi, bisa bersama membangun ekonomi di desa,” ujar Andre Rosiade Jumat (7/11/2025).

Berdasarkan data dari situs resmi KDKMP, hingga November 2025 tercatat 82.467 koperasi telah berbadan hukum. Dari jumlah tersebut, 25.322 gerai aktif tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dan 18.954 di antaranya sudah memiliki setidaknya satu gerai fisik. Angka ini menunjukkan ekspansi yang sangat cepat dalam kurun waktu singkat.

Tidak hanya itu, lebih dari 1,19 juta warga desa dan kelurahan kini telah tercatat sebagai anggota aktif KMP. Pemerintah memandang data ini sebagai bukti nyata meningkatnya partisipasi masyarakat dalam gerakan ekonomi berbasis gotong royong.

Keseriusan pemerintah dalam memperkuat gerakan koperasi tersebut ditegaskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025. Regulasi ini menekankan percepatan pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi 80.000 Koperasi Merah Putih secara terkoordinasi dan terintegrasi di seluruh Indonesia.

Langkah itu diperkuat lagi lewat Inpres Nomor 17 Tahun 2025, yang menugaskan PT Agrinas Pangan Nusantara untuk membangun fasilitas fisik berupa gerai, gudang, dan infrastruktur pendukung koperasi. Artinya, pemerintah ingin memastikan bahwa keberadaan koperasi bukan sekadar simbol, melainkan kekuatan nyata dalam distribusi ekonomi nasional.

Namun, di balik semangat besar tersebut, muncul kekhawatiran dari kalangan legislatif. Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, mengingatkan agar program KDKMP tidak justru menjadi ancaman bagi pelaku usaha kecil yang selama ini bertahan di desa.

Menurut politisi PDI-Perjuangan itu, koperasi seharusnya hadir sebagai mitra, bukan pesaing. Ia menilai penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa model bisnis Koperasi Merah Putih tidak mengambil alih ruang usaha warga yang sudah ada.

“Saya setuju dengan percepatan pertumbuhan ekonomi desa. Tapi jangan sampai tujuan itu mengabaikan kehidupan toko-toko kelontong dan masyarakat kecil yang sudah lebih dulu berusaha di sana,” ujarnya.

Estu, sapaan akrabnya, bahkan memberikan contoh konkret agar kekhawatiran itu lebih mudah dipahami. “Jangan sampai toko Yu Jem, Yu Yem, Pak No, Pak Jan itu mati karena kalah bersaing. Toko kelontong seperti itu justru yang menjaga sirkulasi ekonomi di desa,” ujarnya.

Lebih lanjut, Estu mendorong agar pemerintah menempatkan koperasi sebagai penggerak dan fasilitator, bukan pemain utama yang mengambil pasar. Ia menyarankan agar Koperasi Merah Putih diarahkan menjadi agen atau supplier yang memperkuat rantai pasok di desa, terutama dalam mendukung program sosial seperti makanan bergizi gratis (MBG).

“Ada satu aturan yang bisa dibuat, misalnya KMP menjadi supplier bagi dapur-dapur MBG. Dengan begitu, koperasi tetap berperan besar tanpa mematikan toko-toko kelontong yang sudah ada,” jelasnya.

Kritik dan saran ini sejatinya bukan untuk menghambat pembangunan koperasi, melainkan agar konsepnya tidak melenceng dari semangat pemberdayaan masyarakat. Menurut Estu, koperasi harus tumbuh berdasarkan potensi ekonomi lokal dan karakter masyarakat setempat agar berkelanjutan.

“Harapan saya, cita-cita besar membangun ekonomi desa melalui KMP benar-benar bisa terwujud. Tapi jangan pernah berpikir untuk mengorbankan dana desa sebagai jaminan bila koperasi gagal bayar. Yang dibutuhkan adalah tata kelola yang baik dan keberpihakan pada rakyat kecil,” pungkasnya.