Jakarta, hantaran.Co — Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menyoroti derasnya peredaran produk fesyen impor asal China dengan harga sangat murah di pasar Indonesia. Salah satu produk yang disorot adalah jilbab yang dibanderol hanya sekitar Rp 2 ribu hingga Rp 3 ribu per potong.
Maman menilai, situasi ini telah memukul pelaku usaha lokal dari sisi harga dan daya saing. UMKM di sektor tekstil dan fesyen semakin tertekan karena harus berhadapan dengan produk impor murah yang membanjiri pasar, baik di pusat perbelanjaan maupun platform e-commerce.
“Barang-barang impor dari China itu dijual seribu sampai dua ribu perak. Contohnya jilbab, itu kurang lebih dua ribu sampai tiga ribu rupiah. Hancur pengusaha-pengusaha kita, produsen-produsen UMKM kita. Mereka mengadu ke mana? Ke Menteri UMKM,” ujar Maman, Kamis (6/11/2025).
Tak hanya pakaian murah baru, UMKM juga harus bersaing dengan produk pakaian bekas impor ilegal yang masih marak beredar. Masalah tersebut, menurut Maman, menjadi keluhan yang sangat sering diterima pihaknya dari para pelaku usaha di berbagai daerah.
Selain jilbab, produk batik printing dan batik stamping dari China juga disebut memasuki pasar Indonesia dengan harga yang tidak masuk akal. Hal tersebut tidak hanya merugikan sektor ekonomi, tetapi juga mengancam kelestarian warisan budaya Indonesia yang selama ini dilindungi melalui industri batik lokal.
“Yang paling besar ini adalah impor produk-produk pakaian dari Cina yang harganya sudah nggak wajar. Jilbab, batik, bayangkan, batik itu sudah ada yang dijual versi printing, harganya nggak karuan. Kalau dibiarkan, habis UMKM kita,” tegas Maman.
Maman menegaskan bahwa pemerintah harus segera memperketat regulasi impor terhadap produk yang sebenarnya sudah mampu diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri. Menurutnya, pengendalian impor menjadi langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan UMKM nasional yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Produk-produk lokal yang sudah bisa kita produksi di dalam negeri wajib dilindungi. Nggak boleh kita biarkan barang-barang dari luar masuk seenaknya. Supaya UMKM kita terlindungi,” katanya.
Meski begitu, Maman menyebut impor masih diperbolehkan untuk jenis produk yang belum bisa diproduksi oleh pelaku usaha lokal. Namun ia menekankan, kebijakan impor harus tetap diawasi dan dikelola secara ketat agar tidak mengganggu pasar dalam negeri.
“Yang belum bisa kita produksi, itu boleh diimpor. Tapi yang sudah bisa dibuat UMKM, harus diprioritaskan. Ini bukan soal anti-impor, tapi soal keberpihakan terhadap industri nasional,” tutupnya.
Hingga kini, pemerintah tengah menggodok sejumlah kebijakan untuk memperkuat pengawasan perdagangan termasuk melalui kolaborasi lintas kementerian dan lembaga, serta kerja sama dengan pemerintah daerah dalam mengawasi distribusi barang impor. Pelaku UMKM berharap langkah konkrit segera dilakukan untuk menghentikan banjir produk murah yang semakin menggerus daya saing industri dalam negeri.





