JAKARTA, hantaran.co – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyoroti aliran dana pungutan sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS). Kejagung menilai, kebijakan minyak goreng sawit berbasis perdagangan tidak efektif menjaga pasokan dan harga bagi masyarakat, pelaku usaha mikro dan usaha kecil.
Dikutip CNBC Indonesia, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menyebut, perubahan kebijakan berbasis perdagangan ke industri akan memberi ruang bagi pemerintah untuk mengatur bahan baku, produksi, dan distribusi minyak goreng curah lebih baik. Sehingga pasokannya selalu tersedia sesuai harga eceran tertinggi (HET).
“Namun yang menjadi perhatian kita adalah sejak 2015 sampai dengan akhir 2021, perolehan dana pungutan ekspor BPDPKS mencapai sekitar Rp139,2 triliun. Terhadap subsidi biodiesel, ternyata sebagian besar hanya dinikmati oleh beberapa perusahaan besar saja, sehingga kita perlu memastikan apakah dalam pelaksanaan semua penyaluran dana pungutan tersebut sudah tepat sasaran, dan apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Febrie dalam keterangan persnya, Senin (27/6/2022).
Menurut Febrie, jika dalam penyaluran ditemukan penyimpangan hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara dan atau kerugian perekonomian negara, maka akan dilakukan audit khusus.
Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi melalui surat Nomor B-2185/MENKO/MARVES/HM.01.00/VI/2022 tanggal 09 Juni 2022 perihal audit dan pemeriksaan terhadap beberapa perusahaan kelapa sawit dan surat dari Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia Nomor PE.04.01/S.533/K/D5/2022 tanggal 23 Juni 2022 perihal Tim Khusus Audit Tata Kelola Industri Kelapa Sawit, dan Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan Audit Tata Kelola Industri Kelapa Sawit, sehingga dalam hal ini Kejaksaan RI dan BPKP membentuk tim khusus.
Febrie menyebut, objek pemeriksaan audit khusus diantaranya Realisasi Distribusi Minyak Goreng terkait dengan kebijakan DMO yang mewajibkan seluruh produsen minyak goreng untuk mengalokasikan sejumlah produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.
“Insentif biodiesel sebesar Rp110 trilliun, Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau Replanting sebesar Rp6,59 triliun, dan Restitusi Pajak,” ucapnya.
hantaran/rel





