PESSEL, hantaran.co – Diduga tidak mengantongi izin alias ilegal, aktivitas galian tanah tepatnya di Sawah Liat, Nagari Kapuh Utara, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), meresahkan warga sekitar dan pengendara.
Pantauan wartawan dilapangan, debu yang dihasilkan oleh kendaraan berat pengangkut hasil galian tanah tersebut jelas sangat menggangu pengendara lainnya, begitupun masyarakat yang tinggal disekitar lokasi. Mobil bermuatan tanah itu terlihat lalu lalang melintasi jalan Raya Padang-Painan, terlebih saat cuaca panas.
Ujang (48 tahun), warga sekitar menyebut, praktik penambang galian tanah ilegal itu sudah berjalan lebih kurang sekitar satu minggu. Sebelumnya, kata dia, warga setempat sudah menolak adanya aktivitas yang diduga ilegal tersebut, karena bisa mengakibatkan rusaknya lingkungan.
“Ya, kami berharap kepada dinas terkait pemerintah provinsi dan kabupaten agar segera menutup aktivitas galian tanah yang diduga tidak ada izin ini,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (12/4/2022).
Terpisah, Ketua LSM Tim Pencari Fakta, Buya M.Noor, mengaku sudah mendapat informasi terkait adanya aktivitas penambangan yang diduga kuat tidak berizin, dan sangat meresahkan masyarakat serta pengendara.
Menurutnya, banyak warga yang mengeluh atas kegiatan penambangan galian tanah tersebut. Pasalnya, debu yang dihasilkan kendaraan berat yang melintasi, jelas sangat mengganggu aktivitas keseharian masyarakat.
“Selain jalan yang rusak, kekhawatiran yang terbesar dari masyarakat setempat adalah pencemaran lingkungan akibat debu yang berterbangan yang dilalui dump truck pengangkut tanah ini,” ujarnya.
Lebih lanjut kata dia, tanggung jawab pelaku usaha pertambangan yaitu melakukan reklamasi pasca tambang yang merupakan kewajiban bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selanjutnya, pengerukan tersebut hingga kini masih berlangsung, seolah-olah tidak ada masalah saat di datangi.
“Sedangkan truk bertonase berat banyak sekali hilir mudik berseliweran keluar masuk lokasi galian tersebut,” ucapnya lagi.
M.Noor sangat menyayangkan kegiatan yang jelas ilegal itu belum mendapat tindakan tegas dari penegak hukum ataupun dinas terkait. Ia menilai, pihak terkait seolah-olah menutup mata dengan kegiatan tersebut, sehingga pengusaha tak merasa takut melaksanakan kegiatan walau tak mengantongi izin sama sekali.
“Belakangan ini kami melihat banyak usaha penambangan baru bermunculan. Meski diduga tak mengantongi izin, mereka tetap nekad beraktivitas secara terang-terangan tanpa menghiraukan siapapun, dan seolah-olah tidak ada rasa bersalah,” ucapnya.
Menurutnya, kegiatan itu sepertinya sudah terbiasa dan masih aman-aman saja, karena terpantau truk pengangkut hasil penambangan lalu lalang di jalan dan di lokasi tambang. Tak hanya itu, penambangan ilegal tersebut juga kerap menggunakan alat berat di lokasi, bahkan sampai menggunakan hingga dua alat berat eskavator.
M.Noor menuturkan, tanah warga yang dikeruk tersebut di jual untuk kepentingan proyek-proyek yang membutuhkan terutama untuk DI Batang Tarusan.
Terkait kondisi itu, ia meminta Gubernur Sumbar melalui dinas terkait, agar memaksa pemilik tambang untuk berhenti merusak lingkungan, sekaligus menyeret pemilik tambang ilegal ke ranah hukum.
“Jelas kegiatan ini sudah banyak merugikan berbagai pihak,” ujarnya.
Untuk diketahui, berdasarkan UU No 4 Tahun 2009 dan PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan termasuk memuat tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pertambangan Batuan. Komoditas pertambangan, dikelompokkan dalam 5 golongan yaitu mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara.
Setiap Pertambangan Batuan wajib memiliki izin yang meliputi, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selain itu, perusahaan tersebut wajib mematuhi ketentuan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya.
Ketentuan pidana pelanggaran UU No 4 Tahun 2009, seperti tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp10 miliar.
hantaran/okis






