PADANG, hantaran.co — Sepanjang tahun 2021 Pengadilan Agama (PA) Padang Kelas 1 A menerima 2.240 perkara perceraian. Angka tersebut meningkat 12 persen dibandingkan dengan perkara yang terjadi pada 2020 lalu sebanyak 1.989 perkara.
Ketua PA Padang Kelas 1 A, Mhd Nuh kepada Haluan mengatakan perkara perceraian yang diterima pihaknya didominasi perkara cerai gugat atau gugatan yang diajukan pihak istri dengan jumlah perkara 1.232. Sementara untuk cerai talak berjumlah 442.
“Pada 2020 lalu, cerai gugat itu berjumlah 440 artinya meningkat dua perkara pada 2021. Untuk cerai gugat pada 2020 itu sebanyak 1.123 meningkat menjadi 1.232 pada 2021. Secara keseluruhan perkara perceraian yang diterima PA Padang Kelas 1 A itu meningkat 12 persen dibanding tahun 2020,” katanya saat ditemui Haluan di PA Padang Kelas 1 A, Rabu (26/1).
Nuh menyebutkan mayoritas penyebab terjadinya perceraian di Kota Padang disebabkan perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga. Faktor perselisihan tersebut di antaranya disebabkan masalah ekonomi, tanggung jawab, dan terdapat pihak ketiga, termasuk karena salah satu pihak murtad, narkoba dan judi.
“Untuk murtad ini sepanjang 2021 itu terjadi 3 perkara. Jadi, salah satu pihak mengajukan ke PA, kemudian PA akan memproses dengan melakukan pemanggilan kedua belah pihak untuk memastikan itu. Bukti atau kepastiannya bisa diperoleh dari pengakuan, saksi yang merupakan tetangga atau kerabat dekat yang bersangkutan, dan pernyataan dari tempat pembaptisan. Setelah ditemukan bukti yang cukup dan meyakinkan bahwa yang bersangkutan murtad dan itu menyebabkan rumah tangganya tidak rukun, maka PA baru bisa mengabulkan,” ungkapnya.
Dalam ajaran Islam, kata Nuh, jika salah satu pihak dalam pernikahan telah murtad atau keluar dari Islam maka pernikahannya secara otomatis tidak sah karena telah berbeda keyakinan. Jika diteruskan berumah tangga maka hukumnya sudah masuk ke perzinaan.
“Meskipun sesudah salah satu pihak murtad tapi keluarga atau rumah tangganya tetap rukun, secara hukum agama pernikahannya tidak lagi sah,” katanya.
Sementara untuk penyebab paling dominan terjadinya perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi di rumah tangga. Dari 1.989 perkara, 1.362 di antaranya disebabkan perselisihan dan pertengkaran.
“Kemudian 131 perkara disebabkan karena satu pihak telah meninggalkan keluarganya. Karena ekonomi ada 14 perkara, karena salah satu pihak di penjara itu ada 9 perkara. Kemudian karena kawin paksa, poligami, dan KDRT itu masing-masing ada 2 perkara. Terakhir ada 1 perkara penyebabnya karena salah satu pihak sering berjudi,” katanya menutup. (*)
Riga/hantaran.co






