PADANG, hantaran.co — Pemerintah Daerah diminta menyiapkan skema kerja sama dalam proses pembebasan lahan yang masih menjadi momok bagi para investor untuk menanamkan modal usaha. Selain momok pembebasan lahan, Pemda juga diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya melibatkan investor dalam pembangunan.
“Tidak hanya di Sumbar, masalah lahan, terutama pembebasan lahan, memang menjadi salah satu kendala utama investasi di Indonesia. Di Sumbar misalnya, pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru yang berjalan lambat karena kendala pembebasan lahan. Ini adalah contoh faktual yang masih terjadi hingga kini,” ujar Ronny kepada Haluan, Senin (26/6).
Menurut Ronny, pengelolaan lahan atau aset pemerintahan di Indonesia dari awal memang berbeda dengan sejumlah Negara, dalam memfasilitasi peluang invesatasi. Ia memisalkan China dan Vietnam, yang pemerintahannya memiliki lahan resmi yang bisa dimanfaatkan kapan saja untuk investasi.
Sementara di Indonesia, kata Ronny, pemerintah bisa dibilang bukan pemilik lahan, sehingga harus melakukan pembebasan lahan kepada masyarakat yang memiliki kuasa atas lahan tersebut. Proses pembebasan lahan ini, tidak berjalan dengan ideal sehingga sering terjadi permasalahan saat pembebasan berlangsung.
Ronny berpendapat, bahwa akar dari masalah pembebasan lahan bukan hanya pada masyarakat sebagai pemilik, tetapi juga pada pemerintahan yang belum mampu memberikan pemahaman yang cukup kepada masyarakat atas kebijkan-kebijakan yang berkaitan dengan investasi.
“Persoalan-persoalan tersebut, seperti pembebasan lahan, sebenarnya tidak seluruhnya terletak di tangan pemilik lahan. Hambatan utama sebenarnya ada pada persoalan kapasitas pemerintah yang cukup lemah dalam men-delivery berbagai kebijakan investasi,” ujarnya.
Selain itu, sambung Ronny, tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah juga bisa memicu ketidaksamaan pemahaman dalam pembebasan lahan tersebut. Terutama terkait urgensi dari sebuah investasi, apakah sudah berpihak pada kesejahteraan rakyat atau tidak.
“Jika saja rakyat di lokasi itu percaya sepenuhnya kepada pemerintah, baik soal urgensi proyek, nilai ganti rugi, dan bahwa pemerintah memang sedang bekerja untuk kemajuan daerah, bukan untuk kepentingan orang per orang para elit, maka pembebasan lahan ini akan berjalan lebih mudah,” ujarnya.
Menurut Ronny, dalam beberapa kasus pembebasan lahan untuk investasi, bisa berjalan dengan lancar, bahkan pada proyek yang melibatkan tanah adat. Seperti sebuah industri sawit yang melakukan kerja sama atas penggunaan lahan dengan suatu kaum.
Namun, kata Ronny, skema kerja sama pengelolaan tersebut tidak merugikan kedua belah pihak, terutama bagi masyarakat. Sebab, fakta di lapangan yang terjadi selama ini, masyarakat selalu dirugikan dalam proses pembebasan lahan yang bermasalah.
“Berkaca pada beberapa investasi terdahulu, sudah ada beberapa bentuk patnership kaum dengan investor, seperti di bidang perkebunan sawit. Saya kira, jika pemerintah mampu memberikan kerja sama yang sama-sama bisa dirasakan keuntungan antara masyarakat adat, investor, dan pemerintah, tentu akan lebik untuk dunia investasi ke depan,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Pakar Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol Padang, Huriyatul Akmal, bahwa pembebasan lahan untuk sebuah proyek investasi tidak mesti mencabut hak kepemilikan atas tanah masyarakat. Menurutnya, di beberapa daerah skema kerja sama dalam pengelolaan lahan bisa berjalan tanpa merugikan kedua belah pihak.
“Mekanisme investasi yang membutuhkan lahan itu tidak mesti mencabut hak masyarakat adat yang ada di dalamnya. Lihat di Bali yang sudah puluhan tahun menerapkan kerja sama pengelolaan lahan adat, aman-aman saja. Tinggal disepakati, mekanisme yang saling menguntungkan investor dan masyarakat,” tuturnya.
Di samping itu, kata Akmal, kunci dari pembebasan lahan adalah pola komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat. Terutama dalam pembebasan lahan ulayat. Sebab menurutnya, kendala dalam pembebasan lahan selama ini karena komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah belum tepat.
“Pemda harus pandai-pandai memetakan wilayah potensial dan membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, terutama yang terkait lahan yang sifatnya ulayat adat,” ujarnya.
Sorotan dari Menteri
Sebelumnya, Menteri Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan sejumlah kendala yang menyebabkan investasi di daerah tersendat, salah satunya terkait pembebasan lahan. Ia menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah pusat dan daerah dalam menangani kendala investasi, khususnya terkait ketersediaan lahan.
Hal tersebut disampaikan Bahlil dalam Rapat Koordinasi Investasi Wilayah I Sumatra di Kota Padang, yang dihadiri para Kepala Daerah dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di wilayah Sumatra.
“Dalam rapat koordinasi ini, saya mau ada pembagian tugas yang jelas. Mana yang tugas pemerintah daerah, mana yang pemerintah pusat. Karena pusat tidak bisa mengurus tanah di daerah, yang tahu kan Gubernur dan para Bupatinya,” katanya.
Selain itu, Bahlil juga menyinggung pembangunan infrastruktur program nasional di Sumatra. Ia berharap dengan adanya pemerataan pembangunan tersebut, dapat menjadi daya tarik bagi investor, sehingga invesatasi ke depan tidak hanya terpaku di Pulau Jawa.
“Untuk itu pada 2021 ini, pemerintah pusat mendorong investasi tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa. Pembangunan infrastruktur yang merata di bawah pemerintahan Presiden Jokowi akan memudahkan hal itu. Ini terlihat dari mulai tertariknya investor menanamkan modal di luar Jawa, termasuk di Sumatra,” ujar Bahlil.
Bahlil meminta, agar pembangunan di daerah dimanfaatkan sebagai peluang bagi gubernur dan bupati/wali kota untuk menggali potensi investasi di daerah masing-masing. Sebab, seiring dengan pembangunan infrastruktur tersebut, maka investor akan mulai datang untuk mencari potensi-potensi investasi di daerah-daerah.
Selain itu, sambung Bahlil, dengan masuknya investor ke suatu daerah, tentu akan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Di samping itu, juga berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. “Ini adalah peluang yang harus ditangkap oleh kepala daerah, demi meningkatkan perekonomian dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya,” katanya. (*)
Yesi/hantaran.co







