PADANG, hantaran.co—Gubernur Sumbar Mahyeldi menyatakan bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Wilayah Sumbar terkait dugaan penyimpangan atau penggunaan anggaran pananganan Covid-19 di Sumbar senilai belasan miliar yang tidak sesuai dengan ketentuan, akan ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku.
Hal itu disampaikan Mahyeldi di sela agenda pelantikan Pejabat Eselon II dan Pelantikan Pejabat Administrator di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar, Jumat (21/5). Mahyeldi juga mengaku telah merima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sumbar Tahun Anggaran 2020, yang memuat rekomendasi atas temuan tersebut.
“BPK sudah memberikan rekomendasi, kita akan menjalankan dan menegakkannya sesuai aturan,” ujar Mahyeldi.
Namun demikian, Mahyeldi enggan berkomentar lebih banyak terkait detail temuan yang disampaikan oleh BPK tersebut. Menurutnya, BPK Wilayah Sumbar adalah pihak yang lebih mengetahui terkait detail temuan dan rekomendasi yang disampaikan kepada Pemprov Sumbar.
Meski pun demikian, Mahyeldi menegaskan bahwa dirinya akan terus melakukan pengawasan dalam pelaksanaan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19 di Sumbar secara ketat. “Untuk pengawasan dana Covid-19, kita tetap harus lanjutkan sesuai aturan,” ujarnya lagi.
Sementara itu dalam rilis pers BPK Sumbar yang diterima Haluan, Anggota V BPK Wilayah Sumbar Bahrullah Akbar menyatakan, bahwa pihaknya menemukan sejumlah permasalahan dalam pemeriksaan atas LKPD Sumbar tahun 2020, dan didukung dengan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas kepatuhan dalam penanganan pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
“Antara lain, pembayaran kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dalam jaringan pada Dinas Pendidikan sebesar Rp516,79 juta yang tidak sesuai ketentuan, serta pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 di BPBD Provinsi Sumatra Barat sebesar Rp12,47 miliar yang tidak sesuai ketentuan,” ujar Bahrul dalam siaran pers tersebut.
Bahrul menambahkan, BPK menilai BPBD Sumbar tidak merancang dan melaksanakan suatu pengendalian yang memadai untuk memastikan pengadaan barang dalam penanganan Covid-19 telah memenuhi ketentuan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Padahal, BPBD mestinya membuat pengendalian yang memadai, agar seluruh proses pengadaan dapat memenuhi ketentuan sehingga tidak terjadi kecurangan.
Meski demikian, sambung Bahrul, temuan dan permasalahan dalam pelaksanaan anggaran itu tidak akan mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan. Oleh karena itu, BPK Sumbar kembali memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Pemprov Sumbar untuk kesembilan kalinya secara berturut-turut pada tahun ini.
Sebelumnya, Anggota DPRD Sumbar, Nofrizon menyebutkan, pihaknya akan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengusut temuan BPK tersebut. Ia menyatakan, saat ini dirinya tengah menyiapkan bahan-bahan untuk menyurati lembaga antirasuah tersebut.
“Atas nama pribadi, dalam waktu dekat saya akan melaporkan ini kepada KPK. Biar aparat penegak hukum yang berbicara,” ucapnya.
Nofrizon yang sebelumnya adalah Wakil Ketua Pansus Kepatuhan Penanganan Covid-19 mengatakan, temuan tersebut adalah bukti awal bahwa telah terjadi penyelewengan uang negara. Oleh sebab itu, ia meminta KPK mengusut masalah ini hingga tuntas.
Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan terhadap dana APBD, apalagi dana yang dialihkan untuk penanganan Covid-19, adalah perbuatan yang tak bisa ditoleransi. Sebab, uang yang diduga diselewengkan tidaklah sedikit, dan hal ini dilakukan saat ekonomi masyarakat terpuruk karena pandemi.
Sementara itu, Anggota DPRD Sumbar, Muzli M. Nur yang merupakan anggota Pansus Kepatuhan Penanganan Covid-19 mengatakan, setiap ada temuan dari BPK, ia melihat tidak ada kata akhir atau langkah penyelesaian yang dilakukan. Salah satu contohnya, katanya, dugaan mark up pengadaan handsanitizer senilai Rp4,9 miliar oleh BPBD Sumbar yang belum menampakkan titik terang.
“Untuk temuan yang pertama, Alhamdulillah Kapolda Sumbar memang sudah meresponsnya. Tapi ujungnya sampai sekarang kita kan belum tahu. Ditambah lagi dengan temuan baru ini. Kalau selama 60 hari tidak ditindak lanjuti oleh Gubernur, saya akan sarankan DPRD membentuk pansus lagi. DPRD pastinya sangat siap untuk itu,” ujar Muzli.
Dugaan Penyimpangan Nasional
Sementara itu, penyidik KPK Novel Baswedan sebelumnya membuat heboh publik setelah membeberkan dugaan terjadinya penyimpangan bantuan sosial (bansos) Covid-19 hingga Rp100 triliun secara nasional. Pernyataan Novel pun mendapatkan respon dari Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin.
Senator muda itu meminta, agar aparat penegak hukum, khususnya KPK, tetap mempelajari sekaligus meneliti pernyataan tersebut. “Perlu pendalaman lebih lanjut dari yang disampaikan Novel Baswedan. Jika terbukti dengan memiliki indikasi kuat, maka aparat hukum mesti ambil tindakan,” ujar Sultan, dikutip dari merdeka.com.
Respons Istana
Sementara itu, Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pemulihan Ekonomi Nasional (Monev PEN) Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menilai, pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan soal dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) senilai Rp100 triliun adalah spekulatif dan kontroversial. Jika memang terdapat dugaan, semestinya diusut sesuai prosedur yang berlaku, dan bukan melempar pernyataan spekulatif.
“Kalau memang ada dugaan korupsi, silakan diusut sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Dalam upaya penegakan hukum, pernyataan seperti itu sama sekali tidak produktif,” kata Edy Priyono melalui keterangan tertulisnya, sebagaimana dikutip dari kompas.com, Jumat (21/5).
Menurut Edy, dugaan yang disangkakan Novel tidak jelas. Hingga saat ini, tidak diketahui apakah Rp100 triliun yang dimaksud Novel merupakan angka dugaan korupsinya atau nilai proyek bansosnya. Jika yang dimaksud adalah nilai dugaan korupsi, kata Edy, rasanya sulit diterima akal sehat. Begitu pun jika yang dimaksud adalah nilai proyek atau program bansos.
Edy menyebut, dari total anggaran PEN 2020 yang besarnya Rp 695,2 triliun, alokasi untuk klaster perlindungan sosial sebesar Rp 234,3 triliun. Sementara, bansos yang merupakan bagian dari klaster perlindungan sosial tersebut nilainya tidak mencapai Rp 100 triliun.
“Jadi proyek apa yang dimaksud (Novel)?,” kata Edy lagi.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP itu pun meminta Novel untuk menghindari pernyataan-pernyataan yang cenderung spekulatif dan mengundang kontroversi. Apalagi, masih ada dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani penegak hukum, termasuk pungutan liar (pungli) bansos.
“Itu yang kami sangat sayangkan. Padahal Presiden sudah berkali-kali memberi peringatan agar tidak korupsi. Kita serahkan sepenuhnya kasus tersebut pada penegak hukum,” kata Edy.
(Darwina/Hantaran.co)






