Feature

Sirene Peringatan Tsunami Berbunyi,Warga Padang Bagai Tak Takut Mati.

37
×

Sirene Peringatan Tsunami Berbunyi,Warga Padang Bagai Tak Takut Mati.

Sebarkan artikel ini

Laporan : Fauzi

Padang, hantaran.Co–Gerimis masih turun pelan di langit Padang, Rabu pagi (5/11/2025). Di Simpang Jamria depan kantor Bappeda Sumbar tak jauh dari Masjid Raya Khatib Al Minangkabawi, suara sirene meraung panjang. Dentingnya menusuk, menandakan kegiatan simulasi Tsunami Drill yang digelar Pemerintah Kota Padang.

Disela Ruangan Sirine yang memekakkan telinga, pemandangan yang muncul justru mengundang tanya. Mobil-mobil tetap melaju, sebagian pengendara motor hanya menepi sejenak lalu melanjutkan perjalanan.

Beberapa pedagang di Pasar Raya sempat menengadah, tapi tak lama kemudian kembali menata dagangan. Seolah sirene itu hanya suara latar biasa di kota yang sudah terlalu sering mendengar ancaman bencana.

“Ndak takuik urang ko Jo Tsunami do mah, ” celetuk seorang relawan muda di tepi jalan sambil memandangi kerumunan yang tak beranjak.

Tsunami drill yang digelar kali ini memang berlangsung di 55 kelurahan, melibatkan ribuan pelajar dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Di sekolah-sekolah, simulasi berlangsung tertib. Anak-anak berbaris, berjalan menuju titik kumpul, sebagian bahkan membawa tas darurat yang disiapkan guru.

Namun di luar pagar sekolah, kesibukan warga berlangsung seperti biasa. Tak ada tanda evakuasi, tak ada langkah terburu-buru menuju tempat aman. Di beberapa kawasan seperti Sawahan, Padang Selatan, hingga Teluk Kabung, sebagian warga bahkan mengaku baru tahu pagi itu bahwa simulasi sedang dilakukan.

“Kirain cuma uji sirene biasa. Saya malah lagi jualan. Kalau tsunami sungguhan, ya semoga masih sempat lari,” ujar Rini, pedagang gorengan di kawasan Bungus, sambil tertawa kecil.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa meski Kota Padang sudah dikenal sebagai kawasan rawan megathrust Mentawai yang menyimpan potensi gempa berskala 8,8 Skala Richter, namun kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana masih rendah.

Wali Kota Padang, Fadly Amran, menyadari hal tersebut. Ia mengaku simulasi kali ini memang belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat, namun menjadi momentum penting untuk membangun budaya sadar bencana.

“Yang paling penting itu awareness, awareness, awareness. Kalau masyarakat mulai bertanya, mulai peduli, itu sudah langkah awal yang bagus,”ujarnya.

Fadly menyebut, kegiatan simulasi tetap berjalan baik meskipun cuaca kurang mendukung. “Kita lihat sendiri, walau gerimis, titik kumpul di sekolah-sekolah ramai. Forkopimda, BMKG, BNPB, semua ikut terlibat,” katanya.

Meski begitu, ia mengakui masih banyak hal yang perlu dibenahi, terutama dalam penyediaan shelter evakuasi dan akses menuju titik aman.

“Shelter tidak boleh ada yang dikunci. Kita sudah siapkan 55 denah shelter di setiap kelurahan, termasuk masjid, sekolah, dan kantor pemerintah yang tahan gempa,” ujarnya.

Hingga kini, Pemko Padang telah memetakan sekitar 2.000 titik evakuasi sementara di seluruh kelurahan. Namun, belum semua titik memiliki akses jalan yang memadai. Dalam kondisi darurat, jalan sempit dan padat di kawasan pesisir bisa menjadi jebakan bagi warga yang berusaha menyelamatkan diri.

“Kita akan evaluasi. Jalan evakuasi harus jadi prioritas satu. Jangan sampai nanti saat bencana sungguhan, jalannya justru tidak bisa dilalui,” ujar Fadly menegaskan.

Ia menambahkan, hasil evaluasi simulasi kali ini akan dilaporkan kepada BNPB dan Pemprov Sumbar termasuk usulan pembangunan shelter baru di daerah-daerah yang belum memiliki tempat perlindungan aman.

Bagi sebagian warga Padang, suara sirene Tsunami kali ini mungkin tidak terlalu penting, bahkan hanya jadi bahan tontonan, namun ini juga menjadi ironi kota rawan bencana, Kesiapsiagaan masih jauh dari harapan.

Namun bagi pemerintah, justru di situlah pentingnya latihan. “Kita ingin masyarakat terbiasa, bukan panik. Tapi terbiasa bukan berarti abai,” kata Fadly.

Ia berharap, simulasi tidak hanya menjadi agenda tahunan, tetapi bagian dari rutinitas edukatif.

Setidaknya, menurutnya, simulasi seperti ini harus digelar setahun sekali di seluruh kawasan pesisir, dan idealnya sebulan sekali di titik-titik rawan.

Keterlibatan masyarakat masih menjadi tantangan terbesar. “Kita butuh partisipasi warga. Pemerintah bisa siapkan peta, shelter, dan sirene. Tapi tanpa kesadaran kolektif, semua itu tidak cukup,” ujar Fadly.

Jika Tsunami Itu Nyata

Kota Padang berada di depan zona subduksi Mentawai–Siberut, wilayah yang secara ilmiah berpotensi melahirkan gempa besar dengan magnitudo di atas 8 dan tsunami setinggi 5–8 meter. Menurut kajian BMKG, waktu tiba gelombang ke darat diperkirakan hanya 20–30 menit setelah gempa utama.

Dalam skenario seperti itu, setiap detik bagi tebasan pedang malaikat maut. Setiap desaubkesadaran akan menyelamatkan banyak nyawa, dan Masa Depan. (**).