Sumbar

Irman Gusman Dengarkan Cerita Warga Pesisir yang Terabaikan

0
×

Irman Gusman Dengarkan Cerita Warga Pesisir yang Terabaikan

Sebarkan artikel ini
Irman Gusman

Agam,hantaran.C0–Anggota DPD RI asal Sumatera Barat, Irman Gusman, mendengarkan satu per satu cerita warga pesisir yang selama ini merasa terabaikan oleh kebijakan pembangunan. Sudah bertahun-tahun, Pantai Pasir Tiku, Kabupaten Agam, menjadi saksi perjuangan nelayan yang terus melaut tanpa kepastian dukungan infrastruktur. 

“Pantai Pasir Tiku sudah lama tidak tersentuh oleh program negara. Tidak ada kolam pelabuhan di sini. Karena itu, kita perlu kerja bersama antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat agar kesejahteraan nelayan bisa meningkat,” ujar Irman di hadapan para nelayan dan pejabat daerah Jumat (24/10).

Kunjungan Irman ke Tiku tidak dilakukan sendirian. Ia datang bersama Sekda Kabupaten Agam, kepala dinas terkait, camat, wali nagari, serta tokoh masyarakat. Dalam dialog terbuka di tepi pantai, Irman menyampaikan dua langkah konkret yang akan diperjuangkan di tingkat nasional. Pertama, melakukan pengerukan muara sungai agar kapal nelayan bisa keluar masuk dengan lancar. Kedua, mendorong agar program nasional Kampung Nelayan Merah Putih diterapkan di Tiku pada tahun 2026.

Ia menegaskan, keberhasilan program tersebut tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga kesiapan masyarakat. “Kami berharap masyarakat ikut menyiapkan lahan dan persyaratan lain. Kalau semua terpenuhi, insyaallah program ini bisa kita dorong di kementerian,” ucapnya.

Bagi masyarakat Tiku, pertemuan itu seolah membuka kembali lembaran harapan lama yang sempat pudar. Rosva Deswira, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKPP) Agam, mengakui bahwa kebutuhan utama nelayan saat ini adalah pelabuhan perikanan yang layak. Tanpa infrastruktur tersebut, aktivitas ekonomi pesisir sulit berkembang.

“Dulu kita punya pelabuhan, tapi karena langsung berhadapan dengan laut lepas, lama-kelamaan tergerus ombak dan kini tinggal nama. Sejak 2004 masterplan-nya sudah ada, lengkap dengan amdal dan sarana prasarana, tapi belum bisa terealisasi karena persoalan kewenangan dan anggaran,” kata Rosva.

Berulang kali pemerintah daerah mengajukan proposal pembangunan pelabuhan ke Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Namun, keterbatasan fiskal nasional membuat proyek ini belum masuk daftar prioritas pembangunan. Akibatnya, nelayan harus bertahan dengan fasilitas seadanya, bahkan sering kali menambatkan perahu mereka di muara sempit yang berisiko.

Zawirman, seorang tokoh masyarakat sekaligus nelayan senior di Tiku, mengaku lelah namun belum kehilangan harapan. Dari balik sorot matanya yang menatap laut, tergambar kisah panjang perjuangan dan kesetiaan pada ombak. “Kami sangat berharap pelabuhan dan kolamnya bisa dibangun lagi. Sekarang ini, perahu kami semakin sedikit karena tempat berlabuhnya tidak ada. Kalau pelabuhan hidup lagi, ekonomi pasti ikut tumbuh,” ujarnya.

Kondisi itu menjadi cermin bahwa pembangunan di sektor kelautan belum merata. Padahal, potensi perikanan di Tiku sangat besar. Setiap tahun, ribuan ton ikan tangkap bisa dihasilkan jika infrastruktur memadai. Namun tanpa pelabuhan, hasil tangkapan sulit didistribusikan dan harga jual pun kerap jatuh di tangan tengkulak.