Kendari, HANTARAN.CO — Di tengah riuh lantunan ayat suci di arena Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) Nasional XXVIII di Kendari, Sulawesi Tenggara, ada sosok yang mencuri perhatian dengan caranya sendiri. Namanya Emir M. Kassidy, peserta cabang Tahfiz 30 Juz putra asal Sumatera Barat.
Ia tidak banyak bicara, tak pandai mengekspresikan kata, namun suaranya ketika melantunkan ayat Al-Qur’an membuat hati yang mendengar ikut bergetar. Emir tak seperti anak seusianya yang bercengkrama manja dan mengeja kata bersama sang ibu.
Emir adalah bukti bahwa mukjizat tidak selalu datang dalam wujud besar. Dari kesunyian seorang anak yang dahulu tak banyak bicara, kini mengalir lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang menenangkan. Ia tumbuh bersama kasih ibunya, dibimbing guru yang sabar, dan dipeluk cahaya firman Ilahi.
Lahir di Pariaman, 27 September 2005, Emir adalah anak keempat dari empat bersaudara. Ia tumbuh di Kampung Baru, Pariaman Tengah — dalam keluarga sederhana, penuh kasih, dan tabah.
Ayahnya telah tiada sejak ia kecil, meninggalkan ibunya yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan mendampingi Emir melewati hari-hari panjang penuh keajaiban kecil.
“Dulu Emir belum bisa bicara. Supaya ia bisa mengucap, saya ajarkan doa-doa dan bacaan salat dari kecil,” tutur sang ibu dengan mata berbinar. Dari doa-doa itulah perjalanan suci itu dimulai.
Perlahan, huruf-huruf hijaiyah menjadi sahabat pertamanya. Ia mengenal huruf dari buku Iqra dan Juz ‘Amma yang dibacanya berulang kali. Tak sekadar membaca — Emir menulis ulang setiap ayat dalam buku catatannya, hingga satu per satu ayat itu menempel dalam ingatan.
Dengan kondisi yang masih belum merangkai kata, kisah sang ibu saat berusia sebelas tahun, ia sudah hafal satu juz. Dari situ, semangatnya tak pernah surut.
“Setiap malam setelah Magrib, kami menghafal bersama. Saya menuntunnya sedikit-sedikit, sampai akhirnya di usia 15 tahun hafalannya sudah 14 juz,” kenang ibunya.
Hingga akhirnya, di penghujung tahun 2020 — di tengah masa pandemi — mukjizat itu datang. Emir menuntaskan hafalannya, 30 juz tanpa cela. Sejak itu, dunia hafalan menjadi bagian dari hidupnya. Ia pun mulai mengikuti berbagai lomba, hingga kini tampil di panggung nasional membawa nama Provinsi Sumatera Barat pada ajang STQH Nasional di Kendari.
Meski termasuk anak berkebutuhan khusus, Emir tampil percaya diri di hadapan dewan hakim. Di babak penyisihan cabang tafsir bahasa Arab putra, ia memperlihatkan kemampuan luar biasa hanya dengan satu bel. Sebuah capaian yang tak hanya membanggakan, tetapi juga menginspirasi.
Plt. Kakanwil Kemenag Sumbar melalui Kabid Penais Zawa, Abrar Munanda, menyampaikan rasa haru dan bangganya atas penampilan Emir.
“Emir adalah bukti bahwa keistimewaan bukan batasan untuk berprestasi. Ia mengajarkan kita arti kesungguhan, ketekunan, dan cinta kepada Al-Qur’an,” ujarnya.
Kini, nama Emir tak sekadar mewakili daerah, tapi juga menghadirkan pesan spiritual yang menembus batas kata. Emir mengajarkan, bahwa mukjizat tidak hanya turun dari langit, tetapi juga tumbuh dari kesabaran seorang ibu dan keajaiban Al-Qur’an yang mengetuk hati. (*)