PADANG, HANTARAN.Co—Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) terus mematangkan skema penerbitan sukuk (surat berharga syariah) daerah. Sumber pendanaan alternatif guna mendukung pembangunan daerah itu diharapkan dapat terealisasi pada 2027 mendatang.
Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar, Yuda mengungkapkan bahwa gagasan penerbitan Sukuk ini lahir dari kesadaran akan pentingnya creative financing atau pembiayaan kreatif. Langkah ini menjadi respons atas dorongan pemerintah pusat agar daerah lebih inovatif dalam menggali sumber pembiayaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kalau kami tidak kreatif dalam mencari sumber pembiayaan lain, tentu akan sulit melaksanakan pembangunan. Karena mulai 2026 nanti, transfer keuangan dari pusat akan jauh berkurang,” ujar Yuda kepada Haluan, Selasa (14/10).
Di tengah keterbatasan fiskal saat ini, Pemprov Sumbar memandang sukuk syariah atau obligasi berbasis prinsip bagi hasil sebagai instrumen yang tepat untuk mendukung pembangunan daerah.
Skema ini memungkinkan masyarakat ikut berpartisipasi langsung dalam pembangunan melalui pembelian kupon sukuk yang akan memberikan imbal hasil. “Kalau di obligasi ada bunga, di sukuk ada sistem bagi hasil. Jadi publik Sumbar bisa berkontribusi langsung dalam proses pembangunan daerah,” ucapnya.
Yuda, menyebut Pemprov Sumbar menargetkan penerbitan sukuk daerah ini bisa terealisasi pada awal tahun 2027 mendatang. Sementara pada tahun 2025 hingga 2026 nanti, Pemprov akan berfokus kepada tahapan kajian dan persiapan teknis.
Di sisi lain, ia mengakui bahwa hingga kini proyek yang akan didanai melalui sukuk memang masih dalam tahap identifikasi. Namun, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah telah memberikan arahan agar proyek-proyek yang dipilih bersifat produktif dan memiliki potensi keuntungan yang jelas. Beberapa proyek yang tengah dikaji di antaranya adalah pengembangan ruang operasi RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi dan RSUD Solok serta opsi penyertaan modal ke Bank Nagari.
Dalam hal ini, skema usulan sukuk daerah Pemprov Sumbar brupa estimasi kupon 10 persen. Adapun total dana penerbitan adalah Rp1 triliun, dengan rincian Rp750 miliar akan dialokasikan sebagai penyertaan modal ke BUMD, yakni unit syariah Bank Nagari serta Rp250 miliar untuk pembangunan ruang operasi RSUD Ahmad Muchtar Bukittinggi dan RSUD Solok.
Selanjutnya, sumber pembiayaan hasil penerbitan sukuk akan masuk ke komponen pendapatan pembiayaan APBD Sumbar. Sementara itu, pemanfaatan dividen dari unit usaha syariah Bank Nagari akan digunakan kembali untuk pembangunan infrastruktur daerah serta pembayaran kupon kepada investor.
“Selama ini dividen dari Bank Nagari untuk Pemprov cukup besar. Jadi, penyertaan modal lewat sukuk ini diharapkan dapat memperkuat fungsi Bank Nagari sebagai penggerak ekonomi daerah,” kata Yuda.
Ia menegaskan, prinsip utama pembiayaan lewat sukuk adalah profitability. Proyek yang dipilih harus feasible, menghasilkan pendapatan, dan mampu mengembalikan dana serta memberikan bagi hasil kepada investor.
Meskipun kondisi fiskal Sumbar saat ini masih berada di kategori rendah, namun Yuda memastikan hal itu bukan halangan mutlak untuk menerbitkan sukuk. Menurutnya, kuncinya adalah penyesuaian nominal dan proyek yang dibiayai dengan kemampuan fiskal daerah.
“OJK memang mensyaratkan kondisi fiskal yang sehat. Tapi bukan berarti kita tidak bisa. Kita sesuaikan dengan kemampuan kita. Nilai sukuk dan proyeknya harus seimbang,” ujarnya.
Hingga kini, Pemprov terus berdiskusi secara intensif dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Dewan Syariah Nasional. Hasilnya, seluruh pihak memberikan dukungan atas inisiatif Sumbar ini.
Menariknya, dari seluruh daerah di Indonesia yang sempat menyatakan minat menerbitkan sukuk, kini hanya Sumbar yang masih menunjukkan keseriusan. Daerah lain seperti Jawa Barat dan Sumatera Selatan (Sumsel), yang sebelumnya juga menyatakan minat, diketahui telah mengundurkan diri dari rencana tersebut. “Jika ini berhasil, Insya Allah Sumbar akan menjadi daerah pionir penerbitan sukuk daerah di Indonesia,” ujar Yuda.
Untuk mewujudkan hal ini, Gubernur Mahyeldi telah membentuk Tim Sembilan yang bertugas mengawal timeline, menyusun target, dan menyiapkan seluruh dokumen yang diperlukan hingga tahap penerbitan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal 2027 mendatang.
Yuda meyakini, sukuk daerah tidak hanya sekadar instrumen pembiayaan, melainkan juga motor penggerak ekonomi Sumbar. Dana hasil penerbitan sukuk yang disalurkan melalui Bank Nagari diharapkan dapat memperluas penyaluran kredit dan mempercepat perputaran uang di sektor produktif.
“Kondisi ekonomi kita memang sedang lesu. Tapi kalau sukuk ini terealisasi, penyertaan modal ke Bank Nagari bisa menjadi stimulan ekonomi. Kredit akan mengalir dan aktivitas ekonomi bisa menggeliat lagi,” katanya.
Fiskal Daerah Harus Sehat
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa penerbitan obligasi atau sukuk daerah hanya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) yang memiliki kapasitas atau kondisi fiskal yang sehat. Selain itu, penggunaan dana dari obligasi daerah harus diarahkan untuk kegiatan produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan layanan publik, bukan untuk belanja rutin yang bersifat konsumtif.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, ketentuan yang harus dipenuhi pemda ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 87 Tahun 2024.
“Pengaturan ini dapat mencegah terjadinya risiko gagal bayar maupun risiko sistemik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional, sekaligus memperkuat kredibilitas pasar obligasi daerah di Indonesia,” katanya, Jumat (10/10/2025) kemarin.
Dalam prosedurnya, pemda yang berencana melakukan penawaran umum obda/sukda wajib menyampaikan dokumen pernyataan pendaftaran kepada OJK. Salah satu dokumen utama yang harus dilampirkan dalam pernyataan pendaftaran adalah persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait rencana penerbitan obligasi daerah (obda) atau sukuk daerah (sukda).
“Dalam melakukan penelaahan atas dokumen pernyataan pendaftaran tersebut, OJK akan berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk memastikan bahwa penerbitan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan tujuan penggunaan dana telah ditetapkan secara jelas,” kata Inarno.
Kemenkeu akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi fiskal daerah dan rencana penggunaan dana sebelum memberikan persetujuan penerbitan obligasi daerah. Langkah ini dilakukan guna memastikan bahwa penerbitan obligasi atau sukuk daerah telah memenuhi ketentuan dalam PMK Nomor 87 Tahun 2024.
Salah satu persyaratan yang termuat dalam PMK Nomor 87 Tahun 2024 ialah kewajiban pemenuhan rasio kemampuan keuangan (debt service coverage ratio/DSCR) minimal 2,5 kali. Hal ini untuk memastikan pemerintah daerah memiliki kapasitas fiskal yang cukup untuk memenuhi kewajiban bunga dan pokok utang.
Syarat lain adalah pembatasan pembiayaan utang daerah maksimum 75 persen dari pendapatan dari APBD tahun sebelumnya yang tidak ditentukan penggunaannya, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2024, untuk menjaga keberlanjutan fiskal daerah. Selanjutnya, kewajiban pengalokasian dana cadangan pelunasan dalam APBD, sehingga kemampuan bayar daerah terjamin tanpa mengganggu belanja prioritas.