SIJUNJUNG, HANTARAN.CO – Di tengah instruksi tegas Presiden Prabowo Subianto agar TNI dan Polri menindak tegas tambang ilegal di seluruh Indonesia, pemandangan kontras justru tampak di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar).
Hanya sepelemparan batu dari rumah dinas pejabat dan bahkan di belakang kantor bupati, aktivitas tambang ilegal diduga masih berjalan bebas seolah tanpa rasa takut terhadap hukum.
Video dan foto aktivitas tambang ilegal di Sijunjung kembali viral di media sosial setelah diunggah akun padang_tv lima hari lalu. Unggahan itu memicu gelombang komentar pedas dari netizen yang menuding adanya permainan antara aparat dan pengusaha tambang.
Beberapa warganet menuliskan komentar tajam seperti, “Aparat hukum dan aparat desa ida kerja sama,” serta, “Berapa puluh juta nyiramnya tuh per bulan, pengelola akamsi!” Bahkan, ada yang menandai akun resmi Gubernur, Wakil Gubernur, dan Humas Polda Sumbar sambil menulis, “Lamaaah banaaa. Apo ado yang main???”
Meski Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan 15 Agustus 2025 telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk menumpas tambang ilegal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa arahan tersebut belum berjalan efektif. Hingga 50 hari usai perintah Presiden, tambang ilegal di Sumatera Barat justru kian masif, termasuk di Aia Dingin, Muaro Kalaban (Kota Sawahlunto), serta sejumlah titik lain di sepanjang aliran sungai.
Warga melaporkan alat berat masih bebas bekerja, bahkan di sekitar pemukiman dan halaman rumah penduduk. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Dampaknya tidak main-main, dari korban jiwa, rusaknya tatanan sosial dan adat istiadat, hingga lenyapnya sumber penghidupan masyarakat. Ekologi setempat pun terancam hancur akibat eksploitasi tanpa kendali. Selain itu, negara dirugikan secara ekonomi akibat kebocoran pendapatan dari sektor tambang yang tidak resmi.
Rapat-rapat Forkopimda Provinsi Sumatera Barat, serta pertemuan khusus antara Gubernur dengan para bupati dan wali kota belum membuahkan hasil yang berarti. Masyarakat menilai penegakan hukum di daerah terkesan mandul, bahkan “tak berdaya” menghadapi para pemodal besar.