Peristiwa

Kasus Kematian di Penginapan Kabupaten Solok, CHSE Harus Lebih Diperhatikan

11
×

Kasus Kematian di Penginapan Kabupaten Solok, CHSE Harus Lebih Diperhatikan

Sebarkan artikel ini

PEKANBARU, HANTARAN.Co–Kasus meninggalnya istri dari pasangan pengantin baru di salah satu penginapan di Alahan Panjang, Kabupaten Solok Sumatera Barat, akibat dugaan keracunan karbon monoksida (CO) dari water heater berbahan gas LPG, mendapat perhatian serius dari Ir. Ulul Azmi, ST., M.Si., CST., IPM., ASEAN Eng., seorang Praktisi Nasional Keinsinyuran, K3, dan Pemerhati Keselamatan Publik.

Ulul Azmi juga merupakan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Provinsi Riau sekaligus Ketua Wilayah Termuda se-Indonesia.

“Kami sangat berduka atas peristiwa ini. Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pengelola hotel, penginapan, dan glamping di Indonesia untuk lebih memperhatikan aspek keselamatan publik, terutama penerapan prinsip CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” ujar Ulul Azmi di Pekanbaru, Sabtu (11/10/2025)

Menurutnya, kasus tersebut menggambarkan lemahnya pengawasan terhadap aspek keinsinyuran dan keselamatan instalasi energi di sektor wisata. Pemasangan water heater berbahan LPG di ruang tertutup tanpa ventilasi memadai sangat berbahaya karena dapat menghasilkan gas karbon monoksida yang tidak berbau, tidak berwarna, dan mematikan.

Ia menjelaskan, gas karbon monoksida dapat menyebabkan kematian dalam hitungan menit jika terakumulasi di ruang tertutup. Karena itu, instalasi berbahan bakar gas wajib mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) serta regulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perindustrian, di bawah pengawasan tenaga ahli K3 dan insinyur bersertifikat.

Ulul Azmi menegaskan, prinsip CHSE harus diterapkan secara menyeluruh dan bukan hanya formalitas administratif. Unsur “Safety” dalam CHSE mencakup pemeriksaan sistem kelistrikan, gas, air panas, ventilasi, hingga proteksi kebakaran.

“Keselamatan publik tidak boleh sebatas slogan. Setiap hotel dan penginapan wajib diaudit secara berkala oleh auditor bersertifikat agar keamanan benar-benar terjamin,” tegasnya.

Ia juga menyoroti dasar hukum yang sudah mengatur hal ini. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran telah mengamanatkan bahwa setiap kegiatan teknik, termasuk instalasi energi dan bangunan publik, harus dilakukan oleh insinyur profesional yang berizin praktik serta bertanggung jawab secara etika dan hukum.

Sebagai langkah pencegahan, Ir. Ulul Azmi merekomendasikan tiga hal utama: pertama, melarang penggunaan water heater berbahan LPG di ruang tertutup tanpa ventilasi atau sistem pembuangan gas buang; kedua, mewajibkan audit CHSE dan keinsinyuran sebelum izin operasional diberikan kepada hotel, vila, dan glamping; ketiga, meningkatkan edukasi publik serta pelatihan teknis mengenai bahaya karbon monoksida dan pentingnya detektor gas.

“Keselamatan publik adalah tanggung jawab bersama. CHSE bukan sekadar sertifikat, tetapi sistem perlindungan kehidupan yang wajib diterapkan. Jangan biarkan kenyamanan wisata berubah menjadi tragedi akibat kelalaian teknis dan lemahnya pengawasan,” tutup Ir. Ulul Azmi.