BeritaFokusHukumPeristiwaSumbarviral

Polres Pesisir Selatan Telusuri Dugaan Pembalakan di Perbatasan Solok–Pessel, Ini Hasil Penyelidikannya

12
×

Polres Pesisir Selatan Telusuri Dugaan Pembalakan di Perbatasan Solok–Pessel, Ini Hasil Penyelidikannya

Sebarkan artikel ini

Pesisir Selatan — Menindaklanjuti informasi yang beredar di media sosial terkait dugaan pembalakan liar di kawasan Sariak Bayang, perbatasan antara Kabupaten Solok dan Kabupaten Pesisir Selatan, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pesisir Selatan melakukan pengecekan dan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait.

Penyelidikan ini dilakukan menyusul unggahan anggota DPRD Pesisir Selatan dari Fraksi PAN, Novermal, melalui akun Instagram @novermalyuska. Dalam unggahannya, ia menyuarakan desakan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menghentikan aktivitas penebangan kayu yang dinilai berpotensi merusak daerah tangkapan air Sungai Batang Bayang.

Kasubsi PIDM Si Humas Polres Pesisir Selatan, Aiptu Doni Santoso, menyampaikan bahwa jajaran Polres telah melakukan pengecekan langsung ke lokasi bersama Kapolsek Bayang, perangkat Nagari, serta pihak terkait lainnya. Dari hasil pengecekan dan koordinasi lintas wilayah, diketahui bahwa lokasi aktivitas pemanfaatan kayu tersebut berada di wilayah administrasi Kabupaten Solok.

“Kami sudah cek langsung ke lapangan bersama Kapolsek dan perangkat Nagari. Lokasi aktivitas pemanfaatan kayu itu berada di wilayah Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Hal ini juga sudah kami koordinasikan dengan pihak Polres Solok dan pemangku kegiatan setempat,” ujar Doni Santoso.

Berikut beberapa poin hasil pengecekan di lapangan:

Berdasarkan keterangan Wali Nagari Muaro Aia, Ridomaireza Putra, SHi, batas wilayah administratif antara Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok berada di antara Kenagarian Muaro Aie (Bayang, Pesisir Selatan) dan Kenagarian Simpang Tanjung Nan Ampek (Danau Kembar, Solok), dengan batas alami berupa Titian Urek Kayu atau hulu Batang Aie Sosang.

Batas wilayah ini telah diverifikasi bersama pihak Balai Pengelola Jalan Nasional Wilayah Sumatera Barat saat proses perencanaan pembangunan Jalan Provinsi Alahan Panjang–Bayang.

Aktivitas pengolahan kayu yang dimaksud, menurut informasi dari Wali Nagari Muaro Aie, berlokasi sekitar lima kilometer dari batas wilayah administratif, tepatnya di Kenagarian Simpang Tanjung Nan IV, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok.

Dari koordinasi lintas instansi antara Satreskrim Polres Pesisir Selatan, Polres Solok, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Pesisir Selatan, diketahui bahwa kegiatan pemanfaatan kayu dilakukan oleh PT Global Resource. Perusahaan tersebut memiliki izin resmi atas nama pemilik lahan, Syamsir Dahlan.

PT Global Resource disebut telah mengantongi izin pemanfaatan kayu dari Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah III Kementerian LHK, berdasarkan Hak Atas Tanah (PHAT), serta sertifikat legalitas hasil hutan yang dikeluarkan sejak 2 Maret 2023.

Polres Pesisir Selatan menegaskan komitmennya untuk terus memantau kegiatan tersebut guna memastikan tidak terjadi pelanggaran, termasuk pengambilan kayu di luar areal izin yang bisa memicu dampak ekologis seperti banjir dan longsor.

Sebelumnya, dalam pernyataannya pada Rabu (16/7/2025), anggota DPRD Pessel, Novermal, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi lingkungan di sekitar hulu Sungai Batang Bayang akibat aktivitas penebangan. Ia menilai, kegiatan tersebut sangat berpotensi menyebabkan bencana di wilayah hilir.

“Penebangan di perbukitan dengan kelerengan terjal itu telah merusak lingkungan. Kalau tidak dihentikan, akan memicu bencana besar bagi masyarakat di daerah hilir,” katanya.

Ia juga meminta KLHK mengevaluasi pemanfaatan kayu yang tercatat dalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) serta menindak tegas pelanggaran yang ditemukan di lapangan.

Lebih lanjut, Novermal mendesak agar status Areal Penggunaan Lain (APL) seluas sekitar 1.000 hektare yang sebelumnya merupakan kawasan konservasi dikaji ulang. Menurutnya, perubahan status lahan yang dilakukan pada 2013 menjadi tidak relevan karena proyek jalan tembus Solok–Pesisir Selatan yang menjadi alasan utama perubahan tersebut belum terealisasi.

“Kalau jalan tidak jadi dibangun, tidak ada alasan mempertahankan status APL. Kawasan itu harus dikembalikan menjadi hutan konservasi dan segera direboisasi,” ucapnya.

Ia pun mengajak Kementerian LHK untuk bersama-sama menjaga kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Bayang dari kerusakan lebih lanjut.

“Selamatkan masyarakat Bayang dari ancaman banjir bandang, Pak Menteri,” pungkasnya.