Pesisir Selatan – Polemik pengeluaran lima siswa oleh Kepala Sekolah SDN 34 Siguntur Tua, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, akhirnya mendapat respons resmi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat.
Tindakan kepala sekolah yang mengeluarkan siswa tanpa melalui koordinasi dengan orang tua, komite sekolah, maupun instansi terkait menuai kecaman dari publik, termasuk dari anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dilapangan, Kepala SDN 34 Siguntur saat ini dijabat oleh Ermaida, M.Pd. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai kepala sekolah di SDN 06 Kampung Pansur, SDN 04 Nanggalo, dan SDN 17 Cumateh. Riwayat mutasinya disebut selalu bermasalah atau terjadi setelah adanya penolakan dan demonstrasi dari masyarakat setempat.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Selatan, Salim Muhaimin, menjelaskan bahwa pihaknya langsung mengambil tindakan setelah kasus ini mencuat ke publik pada Rabu (14/5/2025) pukul 09.00 WIB.
“Ya, kami segera mengutus Kasi Peserta Didik untuk turun ke lokasi dan memfasilitasi mediasi antara pihak sekolah dan perwakilan orang tua siswa,” ujar Salim pada wartawan, Minggu (18/5).
Hasil mediasi tersebut, kata dia, membawa persoalan itu ke rapat komite sekolah yang digelar keesokan harinya, Kamis (15/5/2025). Rapat ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Anggota DPRD Pesisir Selatan Dapil 2 Robi Binur, Wali Nagari Siguntur, Ketua Bamus, Ketua Komite, Ketua Pemuda, serta perwakilan dari Dinas Pendidikan.
Dari hasil rapat, disepakati beberapa poin penting: Kepala sekolah mencabut kembali surat pengeluaran lima siswa, Kelima siswa aktif kembali pada Jumat (16/5/2025), Video viral yang diambil oleh orang tua siswa akan dihapus dari media sosial, Pihak sekolah akan melakukan perubahan sistem dalam melayani siswa dan masyarakat, Kepala sekolah akan dibina oleh Dinas Pendidikan pada 16 Mei 2025.
Salim menjelaskan, dalam proses pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Ermaida mengakui kekeliruan dalam mengeluarkan siswa tanpa prosedur yang semestinya.
“Kepala sekolah berkomitmen melakukan konsolidasi internal demi perbaikan layanan kepada siswa dan masyarakat. Jika dalam satu bulan tidak ada perubahan signifikan, kami akan ambil tindakan tegas,” tegas Salim.
Sementara itu, Anggota DPRD Pesisir Selatan, Robi Binur, turut menyatakan keprihatinannya atas kasus ini.
“Saya meminta Dinas Pendidikan mengevaluasi kinerja kepala sekolah. Pendidikan bukan tempat menghukum, tapi tempat membina,” katanya.
Robi menegaskan, tindakan sepihak seperti ini berpotensi mencoreng citra pendidikan daerah. Ia juga menyoroti isi surat pemberhentian yang menyebutkan kalimat tidak etis: “Anak yang tidak bisa dibina akan dibinasakan.”
“Pendidikan adalah hak dasar setiap anak. Jangan sampai hanya karena dicap nakal, anak-anak kehilangan hak untuk belajar. Dampaknya bisa fatal bagi masa depan mereka,” ujar Robi.
Sebelumnya, Siti Ayu Zah (35), orang tua salah satu siswa kelas 6 yang dikeluarkan, mengaku terpukul dengan keputusan sepihak tersebut. Ia mengetahui anaknya dikeluarkan setelah adik dari anak tersebut menceritakan kejadian di sekolah.
“Saya baru tahu setelah anak saya bercerita. Kepala sekolah pun tidak mau berdialog ketika saya datang ke sekolah,” kata Ayu.
Rekaman peristiwa penolakan dialog ini kemudian diunggah ke media sosial dan viral, memicu reaksi luas dari masyarakat.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh satuan pendidikan di Kabupaten Pesisir Selatan agar menjalankan tugas dengan mengedepankan pendekatan edukatif dan sesuai prosedur. Dinas Pendidikan menegaskan akan terus memantau perbaikan layanan di SDN 34 Siguntur.