Sumbar

PDPAI Bukittinggi Gelar Seminar HIV/AIDS

16
×

PDPAI Bukittinggi Gelar Seminar HIV/AIDS

Sebarkan artikel ini
PDPAI Cabang Kota Bukittinggi  menggelar seminar sehari HIV-AIDS di Rocky Hotel Bukittinggi, Sabtu (6/5). Gatot

BUKITTINGGI, hantaran.co – Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI) Cabang Kota Bukittinggi, bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bukittinggi, menggelar seminar sehari HIV-AIDS di Rocky Hotel Bukittinggi, Sabtu (6/5).

Seminar diikuti oleh tenaga kesehatan, perawat dan mahasiswa, dengan tema “Penataanlaksanaan HIV/Aids Terkini”. Hadir sebagai pembicara dalam seminar Ketua PDPAI Pusat, Samsuridjal Djauzi, PDPAI Cabang Padang, Raveinal, PDPAI Bukittinggi, Deddy Herman, dan Perwakilan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Khaterina Welong.

Ketua PDPAI Bukittinggi Yunita mengatakan, seminar yang dilaksanakan merupakan kegiatan ilmiah PDPAI Bukittinggi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan penatalaksanaan, dalam upaya melakukan penananggulangan dan pencegahaan terhadap segala aspek penyakit HIV/AIDS.

Menurut Yunita, stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih sering ditemukan diberbagai lingkungan. Tindakan diskriminasi ini membuat masyarakat enggan untuk melakukan tes HIV, dan enggan mengetahui hasil tes mereka. Untuk itu sangat penting menghilangkan diskriminasi pada pengidap HIV.

“Untuk menekan kasus HIV/AIDS, diperlukan upaya  yang sistematif dan komprehensif agar penyebaran kasusnya tidak semakin meluas. Melalui program Three Zero, yakni Zero New Infection, Zero AIDS Related Deaths, dan Zero Discrimination, diharapkan dapat membantu penanggulangan AIDS di Bukittinggi guna mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera dan terbebas dari HIV/AIDS,” kata Yunita.

Ia menjelaskan Zero New Infection adalah menurunkan jumlah kasus baru HIV/ AIDS serendah mungkin. Zero AIDS Related Deaths adalah menurunkan angka kematian akobat HIV/ AIDS serendah mungkin. Sedangkan Zero Discrimination adalah bagaimana menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien HIV AIDS.

“Target akhir kita adalah bagaimana mensukseskan program pemerintah menuju Indonesia bebas AIDS pada 2030 melalui program Three Xero tersebut. Dengan harapan tidak ada lagi HIV yang baru, tidak ada lagi kematian akibat HIV, dan tidak ada lagi diskriminasi dalam memberikan pelayanan yang sepatutnya terhadap Orang Dengan HIV,” ujar Yunita.

Ketua PDPAI Pusat Samsuridjal Djauzi, mengatakan, sebelum tahun 1987, penyakit HIV/AIDS ini adalah penyakit yang mematikan. Meski ada obatnya waktu itu yakni Anti Retroviral (ARV), namun harganya cukup mahal karena obat paten dari penelitian. Obat ini dinilai efektif menurunkan angka kematian akibat HIV/AIDS.

Akibat mahalnya obat AIDS waktu itu yang mencapai Rp 15 Juta, maka banyak negara di luar negeri termasuk Indonesia, meminta kepada WHO supaya obat HIV/AIDS ini bisa disedikan dalam bentuk generik, sehinga harganya  bisa turun dari 15 juta menjadi Rp 300 ribu.

“Karena HIV/AIDS ini  dianggap  menjadi suatu masalah yang serius oleh pemerintah, maka pada tahun 2005 obat  yang harganya 300 ribu itu ditanggung oleh pemerintah, dan obatnya diberikan secara gratis bagi penderita HIV/AIDS,” ujar Samsuridjal Djauzi.

Menurutnya, saat ini upaya penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia dan beberapa negara lainnya di luar negeri sudah  berjalan baik dan mengalami kemajuan. Pemerintah Indonesia dengan melibatkan banyak Kementerian telah melakukan berbagai upaya dalam pencegahan dan penanggulanganya. Termasuk pemberian obat gratis sejak tahun 2005.

“Penanganan HIV/AIDS harus dari hulu ke hilir. Apabila seseorang teridentifikasi HIV/AIDS, maka pemerintah wajib memberikan penanganan secara menyeluruh.Saat ini di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 500 ribuan penderita yang sudah tes HIV /Aids, dan 300 ribu diantarannya positif,” katanya.

Samsuridjal Djauzi berharap, agar seluruh pihak berperan aktif dalam menyukseskan program Three Zero pada 2030 mendatang, yang menjadi target Pemerintah agar negeri ini terbebas dari  HIV/AIDS. Masyarakat dan tenaga kesehatan juga diminta untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap ODHA.

Gatot/hantaran.co