HukumNasional

Koalisi Sipil Minta Polri Evaluasi Penggunaan Senpi Terkait Meninggalnya Brigadir J

12
×

Koalisi Sipil Minta Polri Evaluasi Penggunaan Senpi Terkait Meninggalnya Brigadir J

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, hantaran.co – Koalisi masyarakat sipil meminta instansi kepolisian melakukan evaluasi penggunaan senjata api pasca insiden meninggalnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Dikutip KOMPAS.com, Anggota koalisi sekaligus Direktur Indonesia Choice for Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, penggunaan senjata api yang serampangan dapat membuat polisi terlibat dalam berbagai masalah, paling fatal adalah kematian.

“Penyalahgunaan kewenangan ini mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas hak asasi manusia,” ujar Erasmus dalam konferensi pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2022).

Ia menjelaskan, pihak kepolisian perlu memperhatikan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 34 Tahun 1969 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum terkait kekerasan dan penggunaan senjata api.

Resolusi PBB, kata Erasmus, memiliki tiga asas utama dalam penggunaan kekerasan dan senjata api. Pertama, asas legalitas, kedua asas kepentingan, dan terakhir asas proporsional.

“Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, aparat penegak hukum harus mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan,” ucapnya lagi.

Dalam pandangan Erasmus, evaluasi perlu dilakukan karena penggunaan senjata api merupakan salah satu masalah di instansi kepolisian.

“Ini jelas sebagian kecil dari problem kewenangan besar kepolisian yang minim pengawasan dan kontrol sehingga berujung pada pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang lainnya,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Erasmus mendesak Presiden dan DPR untuk menjadikan perkara tewasnya Brigadir J sebagai catatan penting untuk membuat kebijakan terkait pengawasan di internal Polri.

Sebab, kata dia, tak jarang ada konflik kepentingan dalam pengungkapan perkara yang melibatkan anggota Polri.

“Adanya konflik kepentingan dan wewenang mutlak penyidikan Polri menjadi alasan untuk memikirkan sebuah mekanisme khusus atau lembaga eksternal independen yang diberi kewenangan menyidik kasus seperti ini,” tuturnya.

Diketahui, Brigadir J adalah polisi yang meninggal di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo.

Brigadir J, disebut pihak kepolisian tewas setelah adu tembak dengan Bharada E. Keduanya baku tembak setelah Brigadir J diduga melecehkan dan mengancam istri Sambo.

Masih menurut keterangan polisi, dalam aksi saling tembak itu, Bharada E menggunakan senjata api jenis Glock 17.

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Study (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto mengatakan senjata api tersebut mestinya tak dipakai oleh Bharada E.

Ia menyebut, Bharada E sebagai tamtama mestinya hanya boleh memegang senjata api laras panjang bukan pistol Glock 17.

Bambang menuturkan, mesti ada penyelidikan mendalam soal siapa pihak yang memberikan izin pemberian Glock 17 untuk Bharada E.

Di sisi lain, perkara ini tengah diusut oleh Polda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri.

Polda Metro Jaya menangani perkara soal dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Brigadir J pada istri Ferdy Sambo.

Sedangkan Bareskrim Polri tengah melakukan penyidikan dugaan pembunuhan berencana yang dilaporkan pihak keluarga Brigadir J.

hantaran/rel