JAKARTA, hantaran.co – Nilai tukar rupiah tampak lesu sejak Senin. Begitu pula perdagangan dibuka rupiah langsung jeblok hingga 0,55% ke Rp14.435/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 6 Desember 2021 lalu.
Apa penyebabnya?
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto menyebut, penyebab utama pelemahan rupiah berasal dari kondisi Amerika Serikat (AS). Khususnya pernyataan dari pejabat Bank Sentral AS the Fed.
“Trigger oleh statement dari pejabat Fed yang sangat hawkish dan sangat confident untuk menaikkan FFR 50 bps di Mei,” ujar Edi dikutip CNBC Indonesia.
Menurutnya, beberapa pejabat The Fed sudah menunjukkan dukungan untuk bertindak lebih agresif guna meredam inflasi membuat dolar AS terus melesat. Bahkan, salah satu Presiden The Fed Minneapolish, Neel Kashkari, pejabat elit yang paling dovish kini membuka peluang kenaikan suku bunga lebih agresif.
Berdasarkan perangkat Fed Watch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 99,6% The Fed akan menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 0,75% sampai 1% pada 4 Mei mendatang (waktu setempat).
“Pasar memperkirakan sampai September 2022 bakal ada 200 bps kenaikan FFR. Hal tersebut mendorong index DXY naik di atas level 101 an, dan Pasar NDF IDR di pasar NY juga melemah cukup signifikan. Dan hal yang sama juga terjadi untuk mata uang emeging market lainnya,” kata Edi menjelaskan.
Pelemahan ini memang tidak dialami rupiah saja. Mata uang negara berkembang, terutama di Asia juga melemah terhadap dolar AS. Antara lain Filipina, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia.
Selain itu, pelemahan nilai tukar ini juga dipengaruhi oleh situasi dalam negeri. Di mana Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengumumkan kebijakan larangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO).
“Ditambah di domestik dengan adanya pelarangan ekspor CPO ikut mempengaruhi sentimen di pembukaan pasar Forex, sehingga IDR di sesi pembukaan dan sampai pagi ini cukup mengalami pelemahan,” tuturnya.
BI memastikan akan berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar melalui mekanimse yang ada.
“Ya, BI memastikan akan berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik, dan menjaga gejolak nilai tukar rupiah tidak bergejolak sangat tinggi yang nantinya berpotensi mengganggu mekanisme pasar,” ucapnya.
hantaran/rel