MATARAM, hantaran.co – Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Pol Djoko Purwanto resmi menghentikan kasus korban begal yang berujung tersangka.
Djoko Purwanto menyebut, pihaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait perkara Murtede alias Amaq Sinta yang menjadi korban begal yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.
Ia menjelaskan, penyetopan proses hukum atau SP3 kasus Amaq Sinta yang menjadi korban begal namun ditetapkan sebagai tersangka tersebut diambil setelah dilakukan proses gelar perkara yang dihadiri oleh jajaran Polda dan pakar hukum.
“Ya, hasil gelar perkara disimpulkan, peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan terpaksa sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil ataupun materil,” kata Kapolda dalam keterangan resminya pada wartawan, Sabtu (16/4/2022).
Menurut Djoko, keputusan dari gelar perkara tersebut berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
“Peristiwa yang dilakukan oleh Amaq Sinta merupakan untuk membela diri sebagaimana dalam Pasal 49 Ayat (1) KUHP soal pembelaan terpaksa,” ucapnya lagi.
Penghentian proses penyidikan atau SP3 tersebut, dilandasi pertimbangan unsur formil menghilangkan nyawa orang lain sesuai pasal 338 sub 352 ayat 3 KUHP telah terhalang pasal 49 ayat 1 KUHP pembelaan terpaksa, sementara unsur materil perbuatan Amaq Sinta dinilai wajar dilakukan dalam situasi tersebut.
Selain itu polisi juga merujuk, peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Dengan penghentian penyidikan kasus ini secara otomatis mencabut status tersangka yang disandang Amaq Sinta.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan, penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian, dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.
“Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan nesesitas,” ucapnya.
hantaran/rel