PADANG, hantaran.co — Masih tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api (KA) di Sumatra Barat perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pihak dan pemangku kepentingan terkait, mulai dari PT KAI, pemerintah pusat melalui Kemenhub, hingga pemerintah daerah (Pemda).
Kepala PT KAI Divisi Regional (Divre) II Sumbar, Miming Kuncoro, mengatakan, selama tahun 2021, hingga Oktober, telah terjadi 29 kali kecelakaan yang melibatkan KA dan pengguna jalan raya. Kecelakaan tersebut seluruhnya terjadi di sepanjang rute Padang-Pariaman. Sementara untuk rute Padang-Indarung dan Padang-Pulau Aie, tercatat nihil kecelakaan selama 2021.
Hal ini, menurut Miming, lantaran 20 persen perlintasan sebidang di sepanjang rute Padang-Indarung dan Padang-Pulau Aie dijaga petugas penjaga perlintasan. Sementara untuk rute Padang-Pariaman, kurang dari tiga persen perlintasan sebidang yang dijaga.
“Angka 29 itu pun, baru yang tercatat secara resmi. Kalau dari catatan Divre II, setidaknya ada 34 kasus temperan selama 2021, termasuk juga kecelakaan antara KA dengan hewan ternak milik warga di sekitar rel,” katanya, Jumat (22/10/2021).
Berdasarkan data PT KAI Divre II Sumbar, total ada sebanyak 417 perlintasan sebidang KA di Sumbar, dengan rincian 34 perlintasan resmi dijaga, 60 perlintasan resmi tidak dijaga, dan 323 perlintasan liar. Perlintasan terbanyak berada di sepanjanng rute Tabing-Duku, dengan total 140 perlintasan yang terdiri dari dua perlintasan resmi dijaga, 11 perlintaan resmi tidak dijaga, dan 127 perlintasan liar.
Ia mengatakan, persoalan kecelakaan ini memang berakar dari perlintasan sebidang, terutama perlintasan liar dan tidak dijaga, Menurutnya, ada dua solusi utama untuk menekan angka kecelakaan di perlintasan sebidang. Pertama dengan menutup seluruh perlintasan liar dan tidak dijaga. Kedua, dengan memberdayakan masyarakat untuk menjadi penjaga perlintasan.
“Divre II sendiri saat ini memiliki 71 penjaga perlintasan resmi yang telah bersertifikat. Akan tetapi, jumlah ini tentu saja tidak cukup untuk menjaga seluruh perlintasan resmi. Untuk itu, kami juga meminta pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat sebagai penjaga perlintasan. Bagaimanapun, persoalan ini merupakan tanggung jawab bersama. Bukan hanya kami sealaku operator dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Balai Teknik Perkeretaapian, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemda selaku yang punya daerah,” tuturnya. (*)
hantaran.co