Oleh : Juli Ishaq Putra
Jika setiap amanah dijawab dengan dedikasi tinggi dan tanggung jawab sepenuh hati, maka penghargaan dan rasa hormat akan datang tanpa diundang. Salah satu contohnya, ambillah iktibar pada sosok Almarhum Nasrul Abit (NA), Wakil Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) 2016-2021 yang kepergiannya pada Sabtu (28/8/2021) lalu membuat Sumbar merasa sangat kehilangan.
Iring-iringan mobil melaju dari Kota Padang menuju Air Haji, Pesisir Selatan. Di salah satu mobil ambulans pada iring-iringan itu, jenazah almarhum dibawa ke peristirahatan terakhir di kampung halamannya. Tampak di sepanjang perjalanan, ramai warga berdiri di tepi jalan memberi salam penghormatan pada kepala daerah paling berpengalaman di sepanjang sejarah pemerintahan daerh di Sumbar.
Banyak yang tertegun tak menyangka, tokoh bergelar adat Datuak Malintang Panai itu akan pergi usai tersiar kabar bahwa kesehatannya mulai membaik, setelah nyaris sepekan dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno yang kebetulan tengah kunjungan kerja di Sumbar, menyatakan kesedihan teramat dalam.
“Beliau sahabat saya. Beliau sosok yang lemah lembut. Saya sangat bersedih. Masyarakat Sumatra Barat tengah berduka dalam,” kata Sandiaga saat ikut melepas jenazah Nasrul Abit ke peristirahatan terakhir di Air Haji, Pessel.
Dalam kesempatan yang sama, di sela prosesi pemakaman, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah menekankan bahwa Nasrul Abit adalah salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki oleh Sumatra Barat. “Kita berdoa semoga seluruh amal ibadah beliau diterima oleh Allah,” ucap Gubernur Mahyeldi di Air Haji.
Kepergian Nasrul Abit setelah berjuang melawan sakit sekaligus paparan Covid-19, turut diantar oleh doa-doa dari banyak orang. Kepergian yang betul-betul menyisakan rasa kehilangan akan sosok panutan yang kerap dipanggil “Ayah” oleh sebagian orang yang mengenal baik dirinya. Kehilangan itu ikut tergambar di media sosial, yang dibanjiri ucapan doa keselamatan dan selamat jalan bagi suami bagi Wartawati, serta Ayah bagi Nia Widyanti, Denis Saputra, dan Nasta Oktavian tersebut.
NA, Definsi dari Dedikasi
Sebagai pamong dan kepala daerah, Nasrul Abit adalah sosok yang dicintai oleh atasan, bawahan, serta rekan kerja di dalam mau pun luar pemerintahan. Bahkan, Gubernur Sumbar 2016-2021 Irwan Prayitno yang didampingi almarhum selama lima tahun mengakui betapa bersahajanya sosok seorang Nasrul Abit.
“Saya memiliki banyak kenangan yang baik dengan almarhum. Sulit bagi saya mengungkapkannya dalam beberapa kalimat. Ringkasnya, Pak NA adalah orang baik. Sebagai sahabat dan mitra kerja selama lima tahun, dukungan beliau kepada saya sangat luar biasa untuk mewujudkan Sumbar yang sejahtera,” ucap Irwan.
Perihal dedikasi dan tanggung jawab dalam menjalankan amanah, sosok Nasrul Abit memang layak menjadi contoh. Bahkan, bukan contoh bagi kalangan ASN, pamong, atau kepala daerah semata. Melainkan layak dicontoh oleh orang-orang dari berbagai ragam profesi dan pekerjaan.
Tengok saja saat menjabat Wagub Sumbar, Nasrul Abit yang kala itu sudah berusia 64 tahun tak berpikir panjang untuk terbang ribuan kilometer ke daerah konflik Wamena, Papua, guna memastikan bahwa perantau Minang di sana dalam keadaan terjamin keamanannya. Bahkan, NA kemudian menjalin komunikasi agar para perantau di sana yang hendak pulang ke Sumbar karena khawatir, agar dapat dipulangkan secara gratis.
Nasrul Abit juga kepala daerah yang ditugasi Gubernur Irwan Prayitno untuk fokus mengurus Teluk Tapang di Pasaman Barat, mengurai masalah pembangunan jalur tol Padang Pariaman-Pekanbaru, hingga memacu Kabupaten Kepulauan Mentawai agar segera lepas dari status. Sehingga, tak terhitung lagi sudah berapa kali Nasrul Abit menikmati pelayaran ke Bumi Sikerei.
Salah seorang warga asal Siberut Utara bernama Maru (46), bahkan mengaku telah iseng mencatat jumlah kunjungan Nasrul Abit ke Mentawai. “Anai leu Ita di Mentawai, Pak (Selamat datang untuk ke sekian kalinya, Pak). Saya catat sudah, 37 kali Pak Nasrul Abit ke Mentawai. Ke pelosok-pelosok, yang kami orang Mentawai saja belum pernah kesana,” kata Maru saat kunjungan terakhir Nasrul Abit ke Mentawai.
Bahkan, usai rentetan gempa kecil hingga sedang pada akhir 2020 di perairan Sumbar, Nasrul Abit memilih berlayar ke Bumi Sikerei, untuk menghilangkan trauma serta memastikan kondisi masyarakat Mentawai dalam keadaan baik-baik saja, dan tetap siaga menyikapi berbagai kemungkinan.
Belum lagi saat badai Covid-19 melanda sejak Maret 2020 lalu, Nasrul Abit berdasarkan arahan dan koordinasinya dengan Gubernur, senantiasa berada di garis depan untuk menenangkan warga, menghilangkan kepanikan, memastikan terlaksananya protokol kesehatan, memastikan ketersediaan sarana bagi laboratorium dan rumah sakit, dan lain sebagainya. Bahkan, usai tak lagi menjabat Wagub, Nasrul Abit masih ilir mudik membantu pemerintah menyukseskan program vaksinasi Covid-19.
Sosok Dekat dan Hangat
Semasa hidup dan bergaul dengan berbagai kalangan, Nasrul Abit dinilai meninggalkan kesan yang sangat baik. Sehingga wajar, banyak yang tersentak atas kabar kepergiannya, seraya bersaksi bahwa sosok Nasrul Abit adalah orang yang sangat baik.
Tak terkecuali dari kalangan wartawan. Banyak yang menilai Nasrul Abit telah menjadi contoh ideal bagaimana seorang kepala daerah bersikap dan menjawab keresahan publik. Aidil Ichlas, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang menyebutkan, Nasrul Abit adalah kepala daerah yang terus berusaha memahami berbagai persoalan, sehingga jawaban yang diberikan untuk setiap pertanyaan wartawan adalah jawaban yang “berisi”.
Hal senada juga dirasakan Hamdani, Asisten Redaktur Harian Haluan yang cukup sering berinteraksi dengan almarhum. Menurutnya, selain memahami persoalan, Nasrul Abit juga sosok yang dekat dengan berbagai kalangan, termasuk para wartawan yang sering diajak berdiskusi dan sering diajak makan siang semeja.
“Beberapa kali ikut makan siang dengan nasi bungkus dengan Pak Nasrul Abit. Sambil bercerita pekerjaan, pemerintahan, atau sekadar bercanda gurau. Pak Nasrul Abit suka makan siang dengan wartawan. Kebiasaan itu sudah dilakukannya sejak masih kepala daerah di Kabupaten Pesisir Selatan. Bagi belai tak berlaku kata eksklusif,” kata Hamdani.
Apa yang dirasakan Aidil Ichlas dan Hamdani, mungkin juga dirasakan sebagian besar wartawan yang pernah berkomunikasi dengan almarhum. Selain makan bersama, almarhum adalah sosok pejabat yang suka menelfon balik wartawan setelah menerima pertanyaan lewat pesan WA, almarhum hobi memancing ke tengah laut lepas atau bersepeda dan senam pagi di akhir pekan, yang semuanya berlangsung dalam pembauran bersama warga.
Penulis sendiri ikut mencatat kekhasan seorang Nasrul Abit saat bekerja di hadapan wartawan, di mana pada setiap jawaban yang disampaikan atas pertanyaan yang datang, selalu dialasi atau ditimpali dengan kata koodinasi dan komunikasi dengan gubernur sebagai atasannya.
“Saya sudah ngomong dengan Pak Gubernur, sudah dapat arahan. Atau, nanti saya laporkan kepada Pak Gubernur, tunggu arahan beliau,” ucap Nasrul Abit dalam berbagai kesempatan yang terekam dalam ingatan penulis.
Selain itu, Nasrul Abit juga kepala daerah yang khas dengan buku catatannya. Buku yang selalu dibawa saat bertemu warga, yang di dalam buku itu tercatat berbagai keluhan, keresahan, dan harapan warga. “Kalau tidak dicatat, bisa lupa, nanti masyarakat kecewa,” kata Nasrul Abit perihal buku catatannta.
Tunai Sudah Pengabdian
Nasrul Abit kecil tidak lahir dari kalangan berada. Bahkan, anak dari pasangan Abit dan Syamsinar itu sempat putus sekolah dan merasa masa depannya adalah laut dengan profesi sebagai nelayan. Dalam satu sesi wawancara dengan penulis, NA mengaku beruntung “diselamatkan” oleh salah seorang gurunya, sehingga ia bersekolah kembali dan kemudian memetik mimpi demi mimpi. “Kalau bukan karena guru itu, entah jadi siapa saya,” ujarnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Kota Padang, Nasrul Abit lantas merantau ke Lampung hingga bekerja sebagai PNS di Departemen Kesehatan. Kabar soal karirnya yang melesat dan prestasi kerja yang memikat, membuat ia menjadi harapan bagi kampung halamannya Pesisir Selatan. Jadilah, pada tahun 2000, ia dilantik sebagai Wakil Bupati Pessel, mendampingi Bupati Pessel Darizal Basir.
Usai menjabat Wabup, pada dua periode berikutnya Nasrul Abit memimpin Pessel sebagai Bupati. Pada 2005 hingga 2010, ia berpasangan dengan birokrat senior Syafrizal, dan kemudian pada 2010 hingga 2015 bergandengan dengan Editiawarman. Salah dua buah karya fenomenal Nasrul Abit untuk Pessel adalah objek wisata Pantai Carocok dan Kawasan Mandeh.
Keberhasilannya membangun Pessel membuat Gubernur Petahana Sumbar, Irwan Prayitno, memilihnya sebagai Calon Wakil Gubernur pada Pilgub 2015. Selanjutnya, pada 2019, Nasrul Abit maju sebagai Calon Gubernur, berpasangan dengan Bupati Agam dua periode Indra Catri, dan berhasil meraih 30,3 persen suara, tetapi kalah tipis dari pasangan Mahyeldi-Audy yang saat ini menjabat kepala daerah Sumbar.
Sabtu dini hari kemarin, sosok bersahaja dan penuh dedikasi itu berpulang ke pangkuan Allah. Tunai sudah pengabdiannya bagi Sumatra Barat. Semoga amal ibadah dan doa-doa menjadi kendaraan baginya untuk berkumpul bersama-sama dengan para kekasih Allah lainnya. Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’un. Lahul Fatihah. Selamat jalan, Pak NA. (*)