Fokus

Berharap Hantaman Pandemi Segera Berakhir

6
×

Berharap Hantaman Pandemi Segera Berakhir

Sebarkan artikel ini
Pengunjung
?SEPI PENGUNJUNG—Suasana salah satu sudut Pasar Raya Padang tampak sepi dari pengunjung, Kamis (5/8/2021). Berbagai sektor terdampak akibat pandemi yang masih terjadi termasuk usaha masyarakat kecil. IRHAM

“Jika tidak cepat mencari sumber kehidupan baru, saya khawatir nanti pendidikan anak tidak berlanjut. Tidak tega kita jika anak-anak saya putus kuliah,”

Arman

Sopir Bus Pariwisata

PADANG, hantaran.co — Krisis akibat pandemi Covid-19 terus memukul kehidupan masyarakat yang terus berdampak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Berbagai upaya untuk tetap bisa bertahan dikerjakan oleh warga yang terdampak, mulai dari menjadi penjual gorengan mendadak, hingga menjadi kuli di kebun sawit.

Seperti yang dialami oleh Roni warga Pasaman Barat yang kehilangan mata pencaharian akibat pandemi Covid-19. Sebelum krisis melanda ia merupakan pedangang kaki lima jajan kecil untuk anak-anak di sekolah, namun sejak kebijakan untuk sekolah dari rumah ketika pandemi maka ia tidak bisa lagi berjualan.

“Saya pedagang kaki lima makanan ringan di salah satu sekolah dasar. Semenjak pandemi Covid-19 ini saya tidak lagi berjualan. Untuk bisa tetap bertahan sekarang saya harus menambah penghasilan dengan menjadi kuli sawit,” ujar Roni Kamis (5/8/2021).

Namun, sambung Roni, sebagai kuli sawit juga harus siap dengan kondisi panen sawit yang juga tidak ada setiap hari hanya tiga kali dalam seminggu.

“Sekarang pekerjaan apapun akan saya lakukan, yang penting bisa makan,”katanya.

Nasib yang sama juga dialami warga Pasaman Barat lainnya, yaitu Naldi, salah seorang Tenaga Harian Lepas (THL) di salah satu dinas di Pemerintahan Daerah. Ia terpaksa dirumahkan oleh atasan lantaran anggaran untuk membayar gaji tidak mencukupi.

Naldi kemudian harus mencari peluang untuk mendapatkan mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sekarang ia pun mencoba jualan nasi goreng pada sore hingga malam hari.

“Saya dijanjikan untuk dipanggil kembali awal Agustus. Tapi, belum juga sampai sekarang. Sekarang saya jualan nasi goreng untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,”katanya.

Krisis yang sama juga dihadapi oleh warga Batusangkar, Arman yang bekerja sebagai sopir bus pariwisata harus mengalami dampak pandemi sejak awal melanda pada tahun lalu. Arman pun harus kehilangan sumber mata pencahariannya karena bus pariwisata di perusahaannya tidak lagi beroperasi.

Sekarang Arman harus berkerja di luar daerah dengan bergabung dengan usaha kuliner keluarga. Menurutnya, untuk bertahan di Batusangkar cukup berat karena sulitnya memperoleh pekerjaan maupun menjalankan usaha lain.

“Belum beberapa bulan corona melanda, saya langsung mencari usaha baru, alhamdulillah keluarga di luar daerah ada usaha kuliner yang masih beroperasi dan saya bergabung di sana, anak-anak masih di Batusangkar sekolah, saya bersama istri sekarang terpaksa di rantau,” katanya.

Arman menilai kondisi krisis ini amat berat jika tidak segera mencari pilihan lain untuk menambah pendapatan. Apa lagi saat ini tiga anaknya sedang menempuh pendidikan yang membutuhkan biaya yang cukup besar.

“Jika tidak cepat mencari sumber kehidupan baru, saya khawatir nanti pendidikan anak tidak berlanjut, anak saat ini kuliah dua orang biayanya tentu lumayan besar, tidak tega kita jika anak-anak saya putus kuliah,” kata pria asal Lintau itu.

Sementara itu, pedagang mukena di Pasar Aur Kuning Bukittinggi, Deserita (48) mengaku usaha yang telah dirintis sejak sejak puluhan tahun lalu sekarang dalam ancaman gulung tikar, akibat krisis pandemi yang masih terjadi.

“Di mana-mana ada penyekatan. Objek wisata ditutup, otomatis pasar menjadi sepi. Biasanya kita jualan setiap hari, sekarang kita hanya jualan setiap Rabu dan Sabtu. Itu pun jarang ada yang beli,” katanya.

Deserita mengaku, pernah mendapat bantuan dari pemerintah pada pelaksanaan PSBB 2020 lalu sebesar Rp600 Rabu. Namun setelah itu ia tidak ada lagi mendapatkan bantuan hingga saat ini.

Sementara itu, salah seorang warga Padang Panjang Ardi beserta keluarga, terpaksa pulang kampung ke Padang Panjang dari Jakarta akibat pandemi. Di rantau ia berprofesi menjadi pedagang dan sekarang harus kehilangan pekerjaan tersebut.

“Sejak pandemi, kami sangat terkena dampak, usaha perdagangan pun merosot tajam. Penghasilan yang sangat turun ditambah harus membayar sewa rumah dan biaya sekolah anak yang cukup besar di Jakarta membuat kami harus kembali ke kampung,” ujar Ardi.

Sebelum pandemi, kata Ardi, dirinya mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan dapat menabung dari penghasilannya berdagang. Namun sekarang ia harus berjualan buah di kampung halaman.

“Kini kami harus memulai usaha baru di kampung, yakni berdagang buah, kami langsung membeli buah dari para petani – petani buah untuk di jual di pasar. Alhamdulillah pekerjaan baru ini setidaknya mampu memenuhi kebutuhan hari-hari,” tutur Ardi.

Hal yang sama juga dialami oleh Anton pedagang keliling  di kabupaten Sijunjung mengaku semenjak Pandemi Covid 19, omzet pendapatan terus menurun. Kini ia lebih sering di rumah ketimbang berjualan.

“Mau gimana lagi Pak, mau jualan, anak anak pada libur sekolah. Kalau kita pakasakan berjualan,biaya keluar dengan hasil didapatkan tidak sesuai apa yang diharapkan. Sementara itu, bantuan dari pemerintah juga tidak ada buat kita,” tuturnya.

Krisis pandemi juga memberi dampak yang cukup berat pada pelaku UMKM, seperti yang dialami oleh Pademi juga Vera Siswati (41), di mana pendapatannya menurun drastis sejak wabah melanda.

” Untuk menambah penghasilan, saya akhirnya memilih usaha kecil kecilan menjual gorengan didepan rumah, untuk bisa menambah kebutuhan harian,” kata Ibu dari dua anak tersebut.

Vera mengaku pernah mendapatkan Banpres pelaku usaha mikro(BPUM) sebesar Rp.1,2 juta. Uang tersebut ia manfaatkan untuk awal untuk membuka usaha jualan gorengan.

Di Padang, pelaku UMKM juga dihadapi krisis, salah satunya dialami oleh Yosma Basrita (26) pengelola Kafe Gomawo Corner Korean Food. Ia mengakui pendapatan kafenya anjlok 50 persen selama pandemi Covid-19 ini. Ia pun harus menggunakan uang pribadi untuk menutupi biaya operasional usahanya. “Ya berusaha mati-matian untuk mencukupi kebutuhan hidup. Berat memang, tapi harus tetap dijalani, karena berjualan satu-satunya cara untuk bertahan hidup,” ujarnya lagi. (*)

hantaran.co