Padang

Polresta Akan Terus Buru Puluhan Jasa Prostitusi Gay di Padang

4
×

Polresta Akan Terus Buru Puluhan Jasa Prostitusi Gay di Padang

Sebarkan artikel ini
Sumbar
Ilustrasi Prostitusi

PADANG, hantaran.co — Pengusutan dugaan praktik prostitusi dalam jaringan (daring/online) gay yang melibatkan anak di bawah umur oleh Polresta Padang, telah sampai pada tahap penetapan tersangka, Rabu (27/7/2021). Pengusutan bahkan terus dikembangkan karena puluhan penyedia jasa serupa lainnya mulai terlacak.

Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda, menerangkan, untuk kasus dugaan prostitusi gay yang melibatkan remaja-pelajar SMP berinisial AV (15), Polresta Padang telah menetapkan AN (28) sebagai tersangka. AV dan AN diduga adalah pasangan sesama jenis, tetapi di satu sisi AN juga bertindak selaku mucikari yang memperdagangkan AV.

“Selain berpacakan, AN (28) juga berperan sebagai muncikari. Dia kita tetapkan sebagai tersangka. Ada pun AV yang masih di bawah umum, kita tetapkan sebagai korban perdagangan manusia. Kami masih melengkapi berkas,” kata Rico.

Rico mengatakan, selain memproses kasus tersebut, pihaknya juga telah melakukan pengembangan terkait dugaan prostitusi daring kaum penyuka sesama jenis lainnya di Kota Padang. Hasil penelusuran sementara, pihaknya pun telah mengantongi sejumlah nama yang disinyalir melakukan hal serupa.

“Sedang kami cek, tapi nama-nama inisial saja yang banyak. Bukan nama asli yang dipakai. Mereka ini ada komunitasnya. Para gay ini bertransaksi secara online menggunakan aplikasi diduga khusus untuk LGBT, seperti Wala dan Hornet. Bahkan, mereka juga punya sandi-sandi khusus,” ucap Rico lagi.

Ada pun untuk eksekusi setelah tercapai kesepakatan transaksi, sambung Rico, para pelaku bisa dilakukan di mana saja sesuai kesepakatan. Ada pun tarif yang dipatok dalam satu kali transaksi berkisar dari Rp100 ribu hingga Rp1 juta.

“Itu juga ada paket lengkapnya. Mereka pakai sandi. Kalau B itu posisi bottom (bawah.red) harganya segini. Kalau T itu posisi top (atas) harganya segini. Ini sandinya. Kalau bertindak jadi perempuan, sandinya B. Kalau sebagai laki-laki, sandinya T. Para pelaku ini bisa berganti posisi dari B ke T. Sejauh ini kami sudah deteksi ada puluhan penyedia jasa ini,” ucap Rico.

Fenomena Lama yang Terorganisir

Terkait fakta prostitusi daring antar gay di Kota Padang, Direktur Lembaga For de Kock Society in Social (Forsis), Khairul Anwar, menyebutkan kejadian tersebut adalah fenomena yang sudah lama terjadi. Namun akhir-akhir ini praktiknya terus berkembang seiring dengan terus berkembangnya teknologi dan digitalisasi.

“Ini bukan fenomena baru. Untuk kasus tersebut, kebetulan saja itu baru tertangkap oleh polisi. Prostitusi gay sudah lama terjadi di Sumbar. Dulu saat menjalankan program di tahun 2014, kami sudah temukan ada seorang mahasiswa yang menjadi pelacur gay. Mereka ini terorganisir dan cukup banyak anggotanya,” ujar Khairul kepada Haluan.

Menurut Khairul, siapa pun bisa dengan mudah melacak penggunaan aplikasi-aplikasi tertentu oleh kaum Lesbians, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) untuk menjajakan jasa pemuas nafsu. Terutama sekali di wilayah perkotaan di Sumbar, seperti Kota Padang, Bukittinggo, Payakumbuh, dan Kota Solok.

Lebih jauh dijelaskan, modus pelaku gay juga bermacam-macam dalam menjajakan jasa. Berawal dari sekadar untuk pertemanan, menyediakan jasa pijat, jasa menemani dugem, hingga ada yang langsung menawarkan layanan sex. Sebagian besar dari para pelaku, sebut Khairul, menyamarkan status di dunia maya lewat penampilan sebagai perempuan.

“Ada juga gay yang berpenampilan menarik dan maskulin, rambut rapi, tapi status jenis kelamin mereka bikin perempuan. Hampir di semua kota di Sumbar fenomena ini ada,” ujar pria yang juga aktif di Lembaga Serikat Penggiat Nagari tersebut.

Perlu Solusi Konkrit

Sejauh ini, kata Khairul, praktik perilaku menyimbang seperti gay dan LGBT secara luas di Sumbar belum tertanggulangi. Terlebih, banyak kepala daerah yang terkesan menyepelekan persoalan ini, dan berhitung untung-rugi secara politik jika terlalu serius mengurai dan mengatasai permasalan tersebut.

“Kami sudah pernah menyampaikan ini ke beberapa kepala daerah, bahwas ini sudah tidak bisa dibiarkan. Sayangnya, kepala daerah kadang merasa, jika mereka mengurus ini, maka kekuatan politik akan terganggu,” ucap Khairul lagi.

Khairul menilai, keengganan kepala daerah dalam memimpin penanggulangan masalah LGBT dapat dianggap sebagai sebuah kegagalan dalam mengurusi norma dan perilaku masyarakat.

“Dulu kepala daerah sempat berjanji juga akan membuat kegiatan di FK Universitas Andalas dan mengumpulkan para psikolog, tapi sampai sekarang belum terealisasi, dan fenomena LGBT masih terus berkembang,” ucapnya menutup.

Kasus AN dan AV

Sebelumnya diberitakan, Polresta Padang menangkap AN (28) karena diduga menjadi muncikari atas anak laki-laki di bawah umur berinisial AN (15) kepada lelaki penyuka sesama jenis. Kasus ini terungkap setelah AN dan AV bertengkar di dalam mobil, di kawasan Simpang Haru, Kota Padang, Rabu (21/7) lalu, hingga keduanya dibawa warga ke kantor polisi.

“Kami awalnya menerima pengaduan dari masyarakat, kemudian lewat penyelidikan ditemukan ada aktivitas transaksi jual beli,” kata Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda.

Dari hasil pemeriksaan diketahui, bahwa AN adalah merupakan pekerja swasta yang menjalin hubungan sesama jenis dengan AV yang masih berstatus pelajar SMP. Di samping itu, keduanya juga terlibat hubungan bisnis, karena AN diduga menjual AV lewat aplikasi khusus secara daring kepada pria-pria gay.

Sebelumnya, AV yang ditemui di ruang penyidik PPA Polresta Padang mengatakan ia terpaksa menerima ajakan berbisnis dari AN karena desakan ekonomi. “Karena tidak ada uang pegangan, dan buat makan saja susah. Setelah mulai, uang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, makan, beli baju, dan keperluan lainnya. Yang mesan ada abang-abang dan ada juga om-om,” ujar AV. (*)

Fardi/hantaran.co