PADANG, hantaran.co — Pemerintah daerah diminta untuk tidak tergesa-gesa mengambil langkah melonggarkan pembatasan, terutama bagi daerah yang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Sumatra Barat (Sumbar). Sebab, hingga saat ini kondisi penularan Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda penurunan kasus.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sumbar, Defriman Djafri, menilai, terlalu cepat jika pemerintah daerah memutuskan untuk melonggarkan PPKM Darurat. Sebab, efektivitas dari pelaksanaan pembatasan darurat dalam pengendalian pandemi Covid-19 di Sumbar belum akan terlihat dalam waktu cepat.
“Saya menilai saat ini bukan saatnya mengambil keputusan untuk melonggarkan aktivitas. Seharusnya yang dilakukan adalah memperketat, karena kasus positif saat ini belum menunjukkan angka penurunan,” ujar Defriman kepada Haluan, Rabu (21/7/2021).
Menurut Defriman, pemerintah daerah harus memantau hasil dari penerapan PPKM Darurat yang sudah, terutama terkait dampak pada perkembangan penularan kasus positif. PPKM Darurat diberlakukan di tiga daerah yaitu Kota Padang, Padang Panjang, dan Bukittinggi sejak 12 Juli lalu, karena mendapatkan asesmen level 4 dalam penanganan pandemi.
Selain itu, sambung Defriman, penerapan PPKM Darurat juga belum akan efektif jika hanya diberlakukan dalam satu pekan. Menurutnya, dampak dari PPKM Darurat baru akan terlihat efektif pada dua atau tiga pekan ke depan. “Efektivitasnya akan terlihat dua hingga tiga pekan ke depan. Apakah berdampak pada penurunan penambahan kasus atau tidak,” ujarnya.
Menurut Defriman, pemerintah harus melihat kondisi penularan hingga satu atau dua minggu ke depan, jika penambahan kasus mengalami penurunan, maka pemerintah baru bisa melakukan pelonggaran secara bertahap.
“Seharusnya pembukaan secara bertahap bisa dilakukan setelah tanggal 25 nanti. Pembukaan mal, pasar, rumah makan, dan yang lain dengan ketentuan pembatasan jam kunjungan dan pengunjung dengan melihat perkembangan kasus saat ini, memang terlalu cepat dalam mengambil keputusan pelonggaran,” katanya lagi.
Di satu sisi, Defriman juga menilai pengetatan yang tengah diberlakukan pemerintah belum berjalan efektif, terutama dalam menekan angka penyebaran Covid-19. Padahal pengetatan sudah ditentukan dari instruksi pemerintah pusat dengan mempertimbangkan sejumlah indikator seperti, lonjakan kasus, kapasitas rumah sakit, dan jumlah testing di daerah yang memberlakukan PPKM Darurat.
Di samping itu, Defriman menambahkan, pemerintah masih mempunyai pekerjaan rumah yang masih menjadi tantangan besar dalam penanganan pandemi, yaitu faktor dari kesiapan masyarakat. Menurutnya, jika pemerintah memang mempertimbangkan keberlangsungan ekonomi masyarakat, maka kesadaran masyarakat untuk taat prokes juga harus dipastikan.
“Yang harus dilakukan adalah memastikan prokes dilaksanakan, tentu itu dilakukan dengan pengawasan. Saya melihat banyak pedagang yang tidak ada kerumunan sama sekali, tapi tetap dipaksa untuk ditutup. Fokusnya ke pengawasan, bukan malah menutup seperti itu,” ucapnya.
Selain itu, Defriman juga menyoroti lambannya pemerintah provinsi (Pemprov) dalam melakukan pemeriksaan dan pendeteksian penyebaran varian baru Covid-19. Padahal, daerah lain bisa dengan sigap mendeteksi penyebaran varian baru dengan mengirim sampel ke pusat atau Kemenkes.
“Pemeriksaan varian mesti segera dilakukan sebab lonjakan kasus di Sumbar yang terjadi belakangan ini bisa saja diakibatkan varian baru yang sudah menyebar di tengah masyarakat. Ini yang harus dipastikan, supaya bekerja tidak berpedoman pada asumsi saja,” katanya menutup.
Isyarat Kelonggaran
Sementara itu, Presiden, Joko Widodo (Jokowi), sebelumnya mengisyaratkan pelonggaran penerapan PPKM Darurat mulai Senin 26 Juli 2021 mendatang dengan catatan kasus penularan Covid-19 mengalami penurunan. Sebab ia mengklaim, penularan kasus Covid-19 mulai mengalami tren penurunan sejak diberlakukannya PPKM Darurat pada 3 Juli lalu di Jawa dan Bali, yang juga berdampak pada keterisian rumah sakit yang mengalami penurunan.
“Alhamdulillah, kita patut bersyukur setelah dilaksanakan PPKM Darurat terlihat dari data, penambahan kasus dan kepenuhan tempat rumah sakit mengalami penurunan. Kita selalu memantau, memahami dinamika di lapangan, dan juga mendengar suara-suara masyarakat yang terdampak oleh PPKM. Karena itu, jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap,” ujarnya.
Jokowi menambahkan, pelonggaran akan diberlakukan untuk jam buka pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari, yang diizinkan buka sampai pukul 20.00 WIB dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Sedangkan untuk pasar tradisional yang menjual selain kebutuhan pokok, diizinkan buka sampai pukul 15.00 WIB dengan kapasitas maksimal 50 persen.
Kemudian, kata Jokowi, untuk pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan, dan usaha kecil lainnya yang sejenis, diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai pukul 21.00 WIB. Lalu, warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya, diizinkan buka sampai pukul 21.00 WIB, dengan maksimum waktu makan bagi setiap pengunjung 30 menit.
“Namun tentu saja dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Dan untuk pengaturannya, akan ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing. Kemudian untuk sektor esensial dan kritikal, baik di pemerintahan maupun swasta, serta terkait dengan protokol perjalanan, akan dijelaskan secara terpisah,” ujarnya. (*)
Riga/hantaran.co