Sumbar

Sinyal Merah dari Nakes di Sumbar

6
×

Sinyal Merah dari Nakes di Sumbar

Sebarkan artikel ini
Nakes
Salah seorang tenaga kesehatan RSUP Dr. M Djamil Padang menjalani pemeriksaan antibodi sebelum diberangkatkan ke Jakarta untuk membantu penanganan pasien Covid-19 di RS Lapangan Covid-19, Rabu (7/7/2021). IST/HUMAS

PADANG, hantaran.co — Pemerintah daerah (Pemda) diminta segera mengambil langkah terukur untuk mengurangi beban kerja tenaga kesehatan (nakes) penanganan Covid-19 di Sumatra Barat (Sumbar) yang sudah melebihi batas kewajaran. Terlebih, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah memberi ultimatum terkait potensi mencopot kepala daerah yang masih belum optimal dalam pembayaran insentif nakes.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumatra Barat, Pom Harry Satria, kepada Haluan menyatakan, kondisi nakes di Sumbar dalam penanganan pandemi saat ini sudah melampaui batas beban kerja yang seharusnya. Terutama sekali setelah terjadinya lonjakan kasus yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

“Jika dikaitkan dengan peningkatan beban kerja, kondisi saat ini sudah melampaui batas para nakes. Pemerintah harus segera mengambil langkah tegas agar tidak terjadi kolaps,” tutur Pom kepada Haluan, Minggu (18/7/2021).

Menurut Pom, hal lain yang juga menjadi kekhawatiran para nakes dalam penanganan pasien Covid-19 adalah besarnya potensi ikut terpapar Covid-19. Saat ini, sekitar 80 nakes di Sumbar tengah menjalani perawatan karena ikut terpapar virus Corona. Belum lagi, jumlah nakes terpapar Covid-19 yang meninggal dunia juga mengalami lonjakan dalam dua bulan terakhir.

Secara nasional, data IDI mencatatkan, jumlah nakes yang meninggal akibat Covid-19 sudah mencapai 430 orang, di mana sepanjang Juli setidaknya kasus kematian dokter sudah mencapai 30 orang. “Ini agar menjadi perhatian pemerintah. Jangan hanya menambah fasilitas kesehatan, ventilator, dan tempat tidur, tapi juga harus menambah SDM Kesehatan,” katanya.

Pom menambahkan, tantangan yang dialami nakes saat ini merata terjadi di seluruh wilayah, termasuk di Sumbar. Hal ini juga diperberat dengan penambahan kasus harian yang cukup tinggi beberapa waktu terakhir, seperti kondisi rumah sakit di Kota Padang yang mengalami peningkatan keterisian rumah sakit dan hampir penuh oleh pasien Covid-19.

“Rumah sakit di Kota Padang saat ini sudah hampir sampai pada titik jenuh dan penuh. Di daerah juga mengalami hal yang sama, di mana angka keterisian rawatan sudah sampai 80 persen. Itu artinya, meningkat pula kerja para nakes,” ujarnya.

Menurut Pom, pemerintah pusat dan daerah harus segera mengambil langkah terukur dalam mengantisipasi kelelahan yang dialami oleh nakes dalam menaganani pasien Covid-19. Bahkan jika memungkinkan, harus didukung dengan regulasi untuk menjaga kondisi nakes di Sumbar agar tetap bisa memberikan perawatan.

Pom menyebutkan, hal yang penting juga dalam melindungi nakes adalah dengan menekan laju penularan Covid-19, sehingga jumlah pasien yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit juga berkurang. Sebab, kunci dari pengendalian pandemi bukan hanya dengan meningkatkan pemeriksaan kasus, tapi juga mengendalikan masyarakat agar lebih sadar dalam melindungi diri dari potensi penularan.

“IDI Sumbar memberi dorongan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah kebijakan. Jangan hanya imbauan, tapi harus tindakan yang terukur,” katanya.

Lebih jauh, Pom menambahkan, sejak awal IDI sudah mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk menyediakan rumah sakit khusus untuk rujukan Covid-19 di Sumbar. Sehingga penanganan pasien Covid-19 akan lebih mudah untuk dipetakan. Namun jika terpolarisasi seperti saat ini, maka akan susah memobilisasi nakes.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Padang, Alfitri, yang menyebutkan bahwa nakes rentan tertular Covid-19. Data PPNI Pusat mencatat, jumlah perawat yang positif Covid-19 sudah mencapai 7.440 kasus selama pandemi melanda, di mana 435 di antaranya meninggal dunia.

“Beberapa nakes termasuk perawat memang ada yang terkonfirmasi, tapi upaya perlindungan terus diusahakan dengan selalu menggunakan prinsip pencegahan infeksi dan kewaspadaan universal di mana pun dan kapan pun, sesuai standar dan ketetapan yang ada,” ujarnya kepada Haluan, Selasa (20/7/2021).

Sementara itu, koalisi warga untuk keterbukaan data, laporan, kajian, dan advokasi terkait Covid-19 yang tergabung dalam LaporCovid-19 mencatat, sejak Maret 2020 hingga 16 Juli 2021, sebanyak 1.299 nakes sudah meninggal dunia karena Covid-19. Dengan rincian 491 dokter, 223 bidan, 11 Apoteker, 410 perawat, 5 sanitarian, 3 tenaga farmasi, 46 dokter gigi, 3 petugas ambulans, 8 perekam radiologi, 3 terapis gigi, 2 epidemiolog, 1 fisikawan medic, 1 entomolog, 34 ahli teknologi laboratorium medis, 3 elektromedik, dan 55 nakes lain-lain.

Sanksi Kepala Daerah

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian menegaskan kembali teguran bagi kepala daerah dengan realisasi insentif nakes yang masih minim. Kemendagri pun siap memberhentikan kepala daerah jika tak merespons teguran terkait pembayaran insentif tenaga kesehatan tersebut.

“Jangan dinilai teguran ini sesuatu yang ringan. Dalam UU No. 23 Tahun 2014, teguran bagian dari sanksi. Bahkan setelah beberapa kali ditegur, di dalam UU No. 23 Tahun 2013 bisa saja kepala daerah diberhentikan sementara,” kata Ardian dalam konfrensi pers daring, Senin (19/7/2021).

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian memberikan surat teguran kepada 19 provinsi atas rendahnya realisasi penggunaan anggaran penanganan pandemi Covid-19 dan pembayaran insentif tenaga kesehatan. Surat Teguran itu juga diberikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatra Barat.

Selain itu, sambung Ardian, Surat Teguran juga diberikan kepada 410 pemerintah kabupaten/kota, karena realisasi insentif nakes masih di bawah 25 persen. Menurutnya  seharusnya daerah telah merealisasikan 50 persen insentif untuk nakes pada Juli ini. Meskipun ia memahami rendahnya insentif nakes bukan berarti daerah tidak memberikan apresiasi.

“Pada beberapa kasus, ada daerah yang nakesnya tidak banyak menangani kasus Covid-19. Sementara insentif hanya diberikan kepada tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. Meski begitu, daerah harus sigap menjawab teguran pemerintah pusat,” ujarnya. (*)

Yesi/hantaran.co