Fokus

Kemiskinan di Sumbar Bertambah karena Faktor Pandemi

9
×

Kemiskinan di Sumbar Bertambah karena Faktor Pandemi

Sebarkan artikel ini
Kemiskinan
Ilustrasi Kemiskinan

Mulai dari 2016, kemiskinan di Sumbar cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, tapi mengalami kenaikan selama terjadi pandemi. Jadi, kenaikan ini pengaruh dari pandemi.

Herum Fajarwati

Kepala BPS Sumbar

PADANG, hantaran.co –- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Sumatra Barat (Sumbar) bertambah 5.000 orang lebih dalam kurun waktu enam bulan. Krisis pandemi ditengarai menjadi salah satu penyabab peningkatan warga miskin. Sementara itu di tingkat nasional, jumlah penduduk miskin terdata 10,14 persen dari total penduduk atau 27,54 juta orang.

Kepala BPS Sumbar, Herum Fajarwati mengatakan, jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK) di Sumbar mengalami penambahan sebanyak 5,88 ribu orang, yaitu dari 364,79 ribu pada September 2020 menjadi 370,67 ribu pada Maret 2021. Menurutnya, pandemi Covid-19 yang masih melanda hingga saat ini adalah salah satu penyebab.

“Pada September 2020 saat pandemi sudah berlangsung, kemiskinan di Sumbar mengalami kenaikan 6,56 persen, dan pada Maret 2021 ketika pandemi belum berakhir, kemiskinan juga  mengalami kenaikan meski tidak terlalu besar, yaitu menjadi 6,63 persen,” ujar Herum dalam konfrensi pers daring, Kamis (15/7/2021).

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS, sambungnya, jumlah penduduk miskin di Sumbar mengalami kenaikan sejak pandemi Covid-19 melanda pada awal tahun lalu. Pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Sumbar tercatat 6,28 persen atau 344,23 ribu orang, yang kemudian naik menjadi 364,79 ribu orang pada September 2020, dan kembali mengalami kenaikan pada Maret 2021 menjadi 370,67 ribu orang.

Namun demikian, secara umum dijelaskan Herum, bahwa pada periode Maret 2013 hingga Maret 2021, tingkat kemiskinan di Sumbar cenderung mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentasenya. Bahkan, angkanya dapat ditekan cukup signifikan dari 411,12 ribu jiwa pada Maret 2013, menjadi 370,67 ribu jiwa Maret 2021.

“Secara persentase, jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan dari 8,14 persen pada Maret 2013, menjadi 6,63 persen pada Maret 2021. Sejak 2016 kemiskinan di Sumbar cenderung menurun, dan kembali mengalami kenaikan karena pandemi,” ujarnya.

Kemiskinan di Perdesaan

Herum menambahkan, berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2020 sampai Maret 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebesar 4,27 ribu orang, dari 141,31 ribu penduduk pada September 2020, menjadi 145,58 ribu pada Maret 2021.

Ada pun di daerah perdesaan, jumlah penduduk miskin naik sebesar 1,62 ribu orang. Dari semula 223,47 ribu orang pada September 2020, jumlah penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2021 telah berjumlah 225,09 ribu orang.

“Jika kita lihat, dari Maret 2019 sampai Maret 2020, angka kemiskinan di perkotaan masih berkisar di bawah 5 persen. Namun setelah September 2020, kemiskinan di perkotaan mencapai 5 persen lebih. Ini karena dampak Covid-19 begitu terlihat dari waktu ke waktu,” ujarnya.

Menurut Herum lagi, dari temuan BPS, menunjukkan tingkat kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari perkotaan, sehingga perlu usaha lebih besar dalam menuntaskan kemiskinan di perdesaan dibanding perkotaan.

Ada pun di tingkat nasional, Herum menambahkan, posisi jumlah penduduk miskin Sumbar berada di delapan terendah dari 34 provinsi yang didata. Sumbar juga berada di bawah rata-rata penduduk miskin nasional yang berada pada angka 10,14 persen. Meski demikian, Sumbar masuk dalam lima provinsi dengan kenaikan persentasi jumlah penduduk miskin tertinggi.

“Lima provinsi dengan persentasi tertinggi yaitu, Papua Barat mencapai 0,14 persen, Jambi 0,12 persen, Riau 0,08 persen, Bali 0,08 persen, dan Sumbar 0,07 persen,” ujarnya.

Faktor Pengaruh

Herum menyebutkan, sejumlah faktor yang berpengaruh pada perubahan kemiskinan, pertama terkait pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2021 yang mengalami kontraksi sebesar 2,84 persen, dan mengalami penurunan dari periode yang sama pada 2020 yang tumbuh positif 4,28 persen.

“Kedua, ekonomi Sumbar pada triwulan I 2021 juga terkontraksi sebesar 0,16 persen. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan capaian triwulan I 2020 yang tumbuh sebesar 3,89 persen. Kemudian ketiga, selama periode September 2019 – Maret 2021, angka inflasi umum di Sumbar tercatat 1,86 persen,” ujarnya.

Di samping itu, sambung Herum, bila dilihat dari komposisi garis kemiskinan makanan mencapai 75,89 persen, dan garis kemiskinan bukan makanan 24,10 persen. Hal tersebut menunjukan peran komoditi makanan masih lebih besar dibanding peranan komoditi nonmakanan.

Herum menyebutkan, setidaknya ada dua komoditi makanan yang memberikan sumbangan cukup besar dalam garis kemiskinan di Sumbar, yaitu komoditi beras sebesar 19,38 persen di perkotaan dan 23,91 persen di perdesaan. Kemudian, rokok kretek filter di perdesaan 15,39 persen dan di perkotaan 14,46 persen. Serta, komoditi cabe merah yaitu 5,70 persen perkotaan dan 6,25 persen di perdesaan.

“Dari dua komoditas beras dan rokok filter saja, ini hampir 40 persen konsumsi rumah tangga penduduk miskin. Dengan mengetahui pola konsumsi penduduk miskin, mestinya kita bisa melakukan penuntasan kemiskinan,” ujarnya.

Angka Kemiskinan Nasional

Terpisah, Kepala BPS RI, Margo Yuwono mengatakan, jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Jumlah ini naik 1,12 juta orang dibandingkan Maret 2021 tetapi turun 0,01 juta orang dibandingkan September 2020. Sementara itu angka kemiskinan tercatat mencapai 10,19 persen.

Margo menjelaskan, angka kemiskinan di perkotaan masih meningkat 0,01 persen dibanding September 2020 menjadi 7,89 persen, sedangkan di perdesaan turun 0,1 persen menjadi 13,1 persen. Meski demikian, disparitas kemiskinan di perkotaan dan pedesaan masih tinggi.

“Tetapi kalau melihat perkembangan sejak September 2018 hingga Maret 2021, penurunan kemiskinan di perdesaan lebih bagus. Ini sebenarnya menunjukkan program desa dan dana desa yang dilakukan pemerintah cukup positif,” katanya dalam konfrensi pers daring, Kamis (15/7/2021).

Margo menambahkan, penyumbang terbesar garis kemiskinan adalah kelompok makanan mencapai 73,96 persen. Sementara kelompok bukan makanan menyumbang  26,04 persen. Maka, menurutnya, pengendalian harga terutama pangan menjadi salah satu kunci untuk menurunkan kemiskinan. (*)

Taufiq/Yesi/hantaran.co